3. Larangan penulisan hadist yang ditujukan kepada mereka yang memiliki ingatan yang kuat.
4. Larangan penulisan bersifat umum, akan tetapi kemampuan penulisan hadist khususnya diberikan kepada mereka yang dapat membaca dan menulis untuk menghindari kekeliruan dalam penulisan.
2. Kodifikasi HaditsÂ
1.) Kodifikasi hadist pada abad ke II H
Dalam penyusunannya, mereka masih memasukkan perkataan sahabat dan fatwa tabi'in di samping hadist dari Nabi Muhammad SAW. Di antara kitab hadist abad ke dua Hijriyah secara umum menarik perhatian para ulama adalah kitab al-muwatha' yang disusun oleh Imam Malik. Dalam kitab ini terdapat penjelasan dan ringkasannya, maka kitab ini yang paling terkenal dan telah menerima reaksi paling hangat dari para ulama. Mereka tidak memikirkan atau tidak sempat memilih hadist karena terlalu berambisi untuk mengumpulkan hadist sebanyak-banyaknya. Mereka tidak menjelaskan isi nash hadist berdasarkan kelompoknya. Oleh karena itu, karya ulama periode ke II H ini masih rancu antara hadits Rasulullah dengan fatwa sahabat dan tabi'in. Akibatnya, kitab-kitab hadits tidak dipisahkan oleh para ulama antara  marfu', mauquf, dan maqtu', dan antara hadits yang sahih, hasan dan dhaif. Sedangkan, kitab-kitab hadits yang masyhur karya ulama abad ke II H antara lain :
1. alMuwaththa', kitab ini didirikan oleh alImam Malik. Dalam kitab ini menyimpan 1.726 rangkaian khabar dari nabi, sahabat dan juga Tabi'in. Khabar yang musnad sebanyak 600, mursal sebanyak 228, mauquf sebanyak 613 dan maqthu' sebanyak 285.
2. Musnadu alSyafi'ibnu Abi Ya'la, Muhammad bin Idris AsySyafi'I, dalam kitab ini alSyafi'i menuliskan seluruh hadist yang berada dalam kitab alUmm.
3. Mukhtalifu alHadist, karya Imam, beliau menjelaskan dalam kitab ini, cara menerima hadist sebagai hujjah dan menjelaskan perundingan hadist yang tampak bertentangan dengan yang lain.
2.) Kodifikasi hadist pada abad  ke III HÂ
Pada abad ke III Â H ini, para ulamamengkodifikasi hadist dengan menggunakan metode baru yang berbeda dari yang diangkat oleh para ulama sebelumnya. Kodifikasi hadist pada awal hijriah adalah ditulis dengan metode shahifah-shahifah, dan mengandalkan hafalan para ulama. Pada periode ke II H, para ulama mengumpulkan dan mencatat hadist tanpa syarat.Â
Pada awal periode ke III H, para ulama telah berhasil melakukan kodifikasi hadist yaitu dengan memisahkan hadist dari para nabi dan dari mengintegrasikan peribahasa sahabat dengan fatwa tabi'in, yang dikenal dengan musnad. Berbagai kitab hadist muncul pada abad ini membentuk diskusi antara hadist matan dan sanad.Â