A. Tinjauan PustakaÂ
2.1 Sumber Daya Manusia
Dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (Fahmi, 2017) (W. Griffin, 2003), teori manajemen sumber daya manusia  adalah serangkaian kegiatan organisasi yang bertujuan untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif.
Manajemen Pendidikan Islam menurut  (Placeholder1) (Susan, 2019) Sumber daya manusia (SDM) merupakan  hal yang sangat penting dan harus dikelola untuk mencapai tujuan suatu organisasi atau perusahaan. Sumber daya manusia merupakan elemen utama dalam suatu organisasi dibandingkan dengan elemen sumber daya lainnya seperti modal dan teknologi. Hal ini disebabkan manusia sendirilah yang mengendalikan faktor-faktor lain. Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur penting dalam menjalankan suatu perusahaan. Sumber daya manusia dalam suatu perusahaan menjadi  penggerak bagi elemen sumber daya lainnya. Jika sebuah perusahaan tidak memiliki sumber daya manusia, pengelolaannya tidak  dapat dilakukan secara berbeda dibandingkan jika terdapat elemen sumber daya lainnya. SDM adalah satu-satunya elemen sumber daya lain yang tidak  memberikan manfaat bagi perusahaan.
Teori ini dijelaskan dalam buku (Aris Ariyanto, 2021) Â menurut (Hasibuan, 2013), dan ada lima unsur manajemen yang harus Anda ketahui agar berhasil menjalankan suatu perusahaan.
- Sarana penting atau sarana utama bagi seorang manusia, seorang pemimpin, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh seorang individu atau masyarakat.
- Uang  yaitu uang yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Kegiatan dan tidak lancarnya proses pengelolaan sedikit banyak dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan.
- Bahan: Dalam melakukan suatu kegiatan, manusia menggunakan bahan atau material. Oleh karena itu, materi juga dapat dianggap  sebagai alat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan.
- cara, atau cara untuk mencapai suatu tujuan.
- Seiring dengan kemajuan teknologi (machine), manusia tidak lagi menjadi penolong mesin seperti  sebelum terjadinya Revolusi Industri. Sebaliknya, mesin telah berubah posisinya dan menjadi asisten manusia.
2.1 Kepemimpinan
Peran seorang pemimpin dalam membangun dan menumbuhkan etos motivasi dalam tim sangatlah penting dalam sebuah organisasi. Setiap individu mempunyai kebutuhan motivasi yang berbeda-beda, dan para pemimpin yang bijaksana  memahami hal ini dan menyesuaikan pendekatan mereka  dengan keadaan dan kondisi individu. Pemahaman mendalam tentang motivasi melibatkan evaluasi terhadap proses pencapaian tujuan yang diinginkan dan oleh karena itu tidak memperluas konsep motivasi melampaui batas kemampuan karyawan.
Dalam buku harian Arjuna Unisma Bekasi  (Rizaldi, 2017),  teori yang dikemukakan oleh Ernie Tisnawati Sule (2005) adalah bahwa pemimpin memperjelas tujuan organisasi kepada anggota timnya dan menggunakan keterampilan pribadinya untuk memotivasi mereka. Ini menjelaskan bahwa ini tentang bagaimana Anda menggunakan pengaruh Anda. Kami mendukung Anda dalam mencapai tujuan Anda dan membangun budaya kerja  produktif  dalam organisasi Anda.
Menurut Robbins & Judge (2013), motivasi adalah "suatu proses yang memberikan energi dan mengendalikan perilaku." Mereka menekankan bahwa motivasi muncul dari kebutuhan individu, proses kognitif, dan emosional.
Deci & Ryan (2010) mengkategorikan motivasi menjadi dua jenis utama: Â motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri individu dan disebabkan oleh rasa ingin tahu, minat, dan kenikmatan dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Motivasi ekstrinsik, sebaliknya, muncul dari faktor eksternal individu, seperti penghargaan, hukuman, dan pengakuan. Menurut Pierce & Ranagan (2010), motivasi adalah "kekuatan yang mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu." Mereka menekankan bahwa faktor-faktor seperti tujuan, nilai, kepercayaan diri, dan harapan dapat mempengaruhi motivasi seseorang.
2.2.1 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kualitas Kerja
Dalam dinamika sebuah organisasi, peran pemimpin memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas kinerja yang dihasilkan. Di era globalisasi saat ini, diperlukan kepemimpinan yang tidak hanya memiliki kompetensi tinggi, tetapi juga didukung oleh pengalaman dan pengetahuan yang luas. Menurut Andrias Harefa (Harefa, 2007), pertumbuhan individu yang memiliki potensi sebagai pemimpin dalam dunia bisnis seringkali menjadi sebuah tantangan. Penting bagi mereka untuk diberdayakan agar dapat mengeksplorasi peluang baru dan bahkan mendirikan entitas bisnis baru. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pembangunan sebuah saluran kepemimpinan yang terus-menerus menghasilkan pemimpin yang siap menghadapi peluang-peluang baru.
2.2.2 Hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin
Ketika seseorang memasuki peran kepemimpinan, hal itu tidak selalu terjadi secara langsung, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendasarinya. Menurut Brantas (2009), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi pemimpin:
1. Â Â Â Â Tradisi/warisan: Seseorang dapat menjadi pemimpin karena faktor warisan atau keturunan, contohnya adalah raja atau ratu Inggris, atau Belanda.
2. Â Â Â Â Kekuatan pribadi: Baik itu karena alasan fisik atau karena kecakapan yang dimiliki.
3. Â Â Â Â Pengangkatan atasan: Seseorang bisa menjadi pemimpin karena diangkat oleh atasan mereka.
4. Â Â Â Â Pemilihan: Seseorang bisa menjadi pemimpin berdasarkan konsep teori penerimaan, di mana mereka diakui sebagai pemimpin dan menerima instruksi dari bawahannya.
Dari keempat faktor tersebut, posisi yang paling berisiko adalah tradisi/warisan. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan yang didapat tidak selalu berdasarkan upaya atau prestasi individu, tetapi lebih karena faktor hubungan darah atau keturunan. Realitasnya adalah bahwa setiap individu tidak selalu memiliki konsep dan bakat yang sama dengan orang tua mereka. Ini dapat menyebabkan tantangan dalam organisasi, karena generasi berikutnya mungkin memiliki pandangan dan bakat yang berbeda dengan generasi sebelumnya, yang dapat mengakibatkan ketidakcocokan dalam kepemimpinan dan visi organisasi.
2.3 Motivasi
Motivasi adalah faktor-faktor yang memandu dan mendorong individu untuk melakukan aktivitas, yang tercermin dalam upaya yang beragam, baik kuat maupun lemah (Repository Dharmajaya, 2021). Istilah tersebut berasal dari bahasa Latin "Movere", yang berarti dorongan atau kekuatan penggerak. Motivasi ini khusus diberikan kepada manusia, terutama kepada bawahan atau pengikut. Fokus motivasi adalah bagaimana menggerakkan semangat kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan segala kemampuan dan keterampilan mereka untuk mencapai tujuan perusahaan (Hasibuan, 2013).
Menurut teori dari Santoso Suroso (Soeroso, 2003) yang dikutip dalam jurnal Manajemen Terapan dan Keuangan (Yuliusman, 2018), motivasi adalah serangkaian perilaku yang menjadi dasar bagi individu untuk bertindak menuju tujuan spesifik dengan cara yang ditentukan (specific goal-directed way).
Dari pandangan para ahli tersebut, tergambar bahwa motivasi merupakan dorongan internal yang mendorong karyawan untuk bekerja sebaik mungkin demi mencapai tujuan organisasi sekaligus memenuhi kebutuhan pribadi mereka (Repository Dharmajaya, 2021, hal. 207).
2.3.1 Faktor -- Faktor Kepemimpinan
Ketika seseorang naik ke posisi kepemimpinan, seringkali tidak hanya karena kemampuan alaminya, melainkan juga karena faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi. Brantas (2009) mengidentifikasi beberapa hal yang dapat mendorong seseorang menjadi pemimpin:
1. Â Â Â Â Tradisi/warisan: Seseorang dapat menjadi pemimpin karena faktor warisan atau keturunan, seperti raja atau ratu Inggris, atau Belanda.
2. Â Â Â Â Kekuatan pribadi: Baik itu karena alasan fisik atau karena kecakapan yang dimilikinya.
3. Â Â Â Â Pengangkatan atasan: Seseorang bisa menjadi pemimpin karena diangkat oleh atasan mereka.
4. Â Â Â Â Pemilihan: Seseorang bisa menjadi pemimpin berdasarkan konsep teori penerimaan, di mana mereka diakui sebagai pemimpin dan menerima instruksi dari bawahannya.
Dari keempat faktor tersebut, posisi yang paling berisiko adalah tradisi/warisan. Ini disebabkan karena kepemimpinan yang diperoleh tidak selalu berdasarkan upaya atau prestasi individu, tetapi lebih karena faktor hubungan darah atau keturunan. Dalam realitasnya, seringkali setiap individu tidak memiliki konsep dan bakat yang sama dengan orang tua mereka. Hal ini dapat mengakibatkan tantangan dalam organisasi, karena generasi berikutnya mungkin memiliki pandangan dan bakat yang berbeda dengan generasi sebelumnya, yang dapat menyebabkan ketidakcocokan dalam kepemimpinan dan visi organisasi.
Â
2.3.2 Faktor Motivasi
Beberapa pandangan atau teori tentang motivasi telah ditemukan sebagai tanggapan terhadap kompleksitas faktor-faktor yang memengaruhinya. Ini termasuk teori drive-reduction, arousal, insentif, dan kognitif. Teori drive-reduction menyatakan bahwa motivasi didorong oleh kebutuhan dasar (seperti makanan atau minuman) dan kebutuhan tambahan (seperti dorongan untuk mencapai prestasi). Sementara itu, teori arousal menyatakan bahwa setiap individu memiliki keinginan untuk melakukan aktivitas menantang yang menghasilkan kepuasan saat dilakukan. Teori insentif mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, sementara teori kognitif menyatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh motivasi intrinsik (seperti kepuasan pribadi) dan ekstrinsik (seperti penghargaan dari luar).
Dalam kaitannya dengan teori motivasi lainnya, terdapat dua kategori umum: motivasi sebagai dorongan internal (teori konten), seperti teori drive-reduction, arousal, dan motivasi intrinsik, serta motivasi sebagai hasil dari proses pembelajaran eksternal (teori proses), seperti teori insentif dan motivasi ekstrinsik.
Dalam jurnal ekonomi dan kewirausahaan oleh Rizaldi (2017), dijelaskan beberapa teori motivasi menurut para ahli, termasuk:
1. Â Â Â Â Teori Motivasi Klasik, dijelaskan oleh Taylor, menyatakan bahwa manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Â Â Â Â Hierarki Kebutuhan Maslow, yang menggambarkan lima tingkatan kebutuhan, mulai dari kebutuhan fisik hingga aktualisasi diri.
3. Â Â Â Â Teori Herzberg, yang membagi motivasi menjadi faktor motivator (yang memunculkan kepuasan kerja) dan faktor hygiene (yang menghindarkan ketidakpuasan).
4. Â Â Â Â Teori X dan Y dari Mc Gregor, yang membedakan antara pandangan tradisional (Teori X) dan pandangan demokratis (Teori Y) tentang motivasi karyawan.
5. Â Â Â Â Teori Motivasi McClelland, yang menitikberatkan pada dorongan motivasi individu dan bagaimana energi tersebut dilepaskan dan digunakan berdasarkan kekuatan dorongan dan situasi.
Semua teori ini memberikan pemahaman yang berharga tentang berbagai aspek motivasi dalam konteks organisasi dan kinerja individu.
2.4 Motivasi
Tujuan motivasi merupakan kebutuhan dan juga rangsangan yang mendorong sumber daya manusia menuju tujuan yang diinginkan. Menurut Hasibuan (2013), tujuan pemberian motivasi kerja meliputi:
1. Â Â Â Â Meningkatkan kepuasan dan semangat kerja karyawan.
2. Â Â Â Â Meningkatkan produktivitas kerja.
3. Â Â Â Â Menjaga stabilitas karyawan perusahaan.
4. Â Â Â Â Memperbaiki disiplin kerja karyawan.
5. Â Â Â Â Mengoptimalkan pengadaan karyawan.
6. Â Â Â Â Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.
7. Â Â Â Â Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
8. Â Â Â Â Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
9. Â Â Â Â Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
10. Â Â Â Meningkatkan efisiensi penggunaan alat dan bahan baku.
Sementara menurut Kadarisman (2012), tujuan pemberian motivasi kerja kepada karyawan adalah:
1. Â Â Â Â Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2. Â Â Â Â Meningkatkan semangat kerja.
3. Â Â Â Â Meningkatkan kedisiplinan kerja.
4. Â Â Â Â Meningkatkan kinerja kerja.
5. Â Â Â Â Meningkatkan rasa tanggung jawab.
6. Â Â Â Â Meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
7. Â Â Â Â Membangun loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
2.5 Peran Manajerial
Menurut Hasibuan (2003), pemimpin dan manajer cenderung disamakan dalam pengertiannya. Mereka dijelaskan sebagai individu yang memiliki bawahan dan memiliki wewenang untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut jurnal ilmiah oleh Siti Maisarah Hasibuan (2018), teori H. Mintzberg yang diuraikan dalam Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa pemimpin atau manajer dapat didefinisikan sebagai individu yang bertanggung jawab atas suatu organisasi atau sub-unitnya. Status ini menciptakan beberapa peran, yaitu:
1. Â Â Â Â Peran Interpersonal:
a. Peran sebagai figur sentral (Figurehead role): Meliputi tugas-tugas seremonial seperti menyambut tamu penting.
b. Peran sebagai pemimpin (Leader role): Bertanggung jawab atas kinerja staf dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan kepemimpinan.
c. Peran sebagai penghubung (Liaison role): Membangun dan memelihara kontak di luar organisasi untuk mencari informasi.
2. Â Â Â Â Peran Informasional:
a. Peran sebagai pengawas (Monitor role): Terus memantau lingkungan untuk memperoleh informasi.
b. Peran sebagai pengumuman (Disseminator role): Mendistribusikan informasi yang diperoleh kepada staf yang memerlukannya.
c. Peran sebagai juru bicara (Spokesman Role): Menyampaikan informasi organisasi kepada pihak luar.
3. Â Â Â Â Peran Pengambil Keputusan:
a. Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role): Mencari ide baru dan berupaya menerapkannya untuk perkembangan organisasi.
b. Peran sebagai penanggulangan gangguan (Disturbance handler role): Merespons tekanan yang dihadapi organisasi.
c. Peran sebagai pengalokasi sumber daya (Resource allocator role): Memutuskan alokasi sumber daya di unit organisasi.
d. Peran sebagai negosiator (Negotiator role): Melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber daya organisasi.
2.6 Peran Manajerial dalam Memotivasi Karyawan
Manajer memiliki peran penting dalam menginspirasi dan memotivasi karyawan mereka. Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan kinerja, produktivitas, dan retensi karyawan. Sule dan Saefullah (2005) dalam jurnal (Nita, 2018) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi yang dilakukan oleh pemimpin kepada orang yang dipimpinnya, atau yang sering disebut sebagai bawahan. Berikut beberapa peran manajerial dalam memotivasi karyawan:
1. Â Â Â Â Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif:
* Â Â Â Â Â Mengusahakan suasana kerja yang hangat, mendukung, dan kolaboratif.
* Â Â Â Â Â Memperlakukan karyawan dengan hormat dan menghargai.
* Â Â Â Â Â Memastikan karyawan memiliki akses ke sumber daya yang mereka perlukan.
* Â Â Â Â Â Memberikan umpan balik yang konstruktif dan tepat waktu.
* Â Â Â Â Â Merayakan pencapaian karyawan.
2. Â Â Â Â Menetapkan Tujuan yang Jelas dan Menantang:
* Â Â Â Â Â Membantu karyawan memahami tujuan organisasi dan bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi pada tujuan tersebut.
* Â Â Â Â Â Menetapkan tujuan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terikat waktu (SMART) untuk karyawan.
* Â Â Â Â Â Memberikan karyawan otonomi dan fleksibilitas dalam mencapai tujuan mereka.
3. Â Â Â Â Memberikan Pengakuan dan Penghargaan:
* Â Â Â Â Â Menghargai pencapaian karyawan secara individu dan tim.
* Â Â Â Â Â Memberikan penghargaan atas kinerja yang baik, seperti bonus, promosi, atau penghargaan non-moneter.
* Â Â Â Â Â Memberikan umpan balik positif yang spesifik dan tulus.
4. Â Â Â Â Memberikan Peluang Pengembangan:
* Â Â Â Â Â Menyediakan pelatihan dan pengembangan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan.
* Â Â Â Â Â Mendorong karyawan untuk terus belajar dan berkembang dalam karir mereka.
* Â Â Â Â Â Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru.
5. Â Â Â Â Menjadi Pemimpin yang Inspiratif:
* Â Â Â Â Â Menjadi contoh yang baik bagi karyawan dalam hal etos kerja, dedikasi, dan optimisme.
* Â Â Â Â Â Komunikasikan visi dan misi organisasi dengan jelas dan penuh semangat.
* Â Â Â Â Â Memotivasi karyawan dengan menunjukkan antusiasme dan passion terhadap pekerjaan.
6. Â Â Â Â Membangun Hubungan yang Baik dengan Karyawan:
* Â Â Â Â Â Menghabiskan waktu untuk mengenal karyawan secara individu.
* Â Â Â Â Â Menunjukkan minat pada kehidupan pribadi dan profesional karyawan.
* Â Â Â Â Â Mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespons kekhawatiran karyawan.
* Â Â Â Â Â Membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati dengan karyawan.
Dengan memainkan peran-peran ini, manajer dapat membantu meningkatkan motivasi karyawan dan mendorong mereka untuk mencapai potensi terbaik mereka.
2.7 Â Â Â Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan peneliti adalah sebagai dasar Berikut ini merupakan data hasil penelitian sejenis yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, yaitu:
No.    Nama Penulis  Judul  Tahun Terbit   Hasil Penelitian
1. Â Â Â Â Dwi Ayu Nuraini, dkk. Â Â Â Â Â Analisis Peran Manajerial Dalam Memotivasi Karyawan (Studi Kasus Pada CV. Mina Marga Utama Malang) Â Â Â Â Â 2021 Â Â Penelitian ini menunjukkan bahwa peran manajerial yang efektif dapat meningkatkan motivasi karyawan. Faktor-faktor manajerial yang penting untuk memotivasi karyawan termasuk kepemimpinan yang transformasional, komunikasi yang terbuka dan transparan, penghargaan dan pengakuan atas kinerja, serta pemberian kesempatan untuk pengembangan diri.
2.     M. Noor, dkk. Peranan Manajerial Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Karyawan Pada Pt Buana Motor Banjarmasin   2018   Penelitian ini menemukan bahwa peran manajerial yang strategis dan suportif dapat mendorong peningkatan motivasi karyawan. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang demokratis, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, serta memberikan pelatihan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan.
3.     Umaima Zeeshan, dkk.      The Impact of Managerial Role on Employee Motivation: A Meta-Analysis      2020   Penelitian ini menunjukkan bahwa peran manajerial memiliki efek positif yang signifikan terhadap motivasi karyawan. Efek ini lebih kuat pada karyawan yang bekerja di organisasi dengan budaya organisasi yang kuat dan sistem penghargaan yang adil.
Ketiga penelitian di atas menunjukkan bahwa peran manajerial sangatlah penting dalam memotivasi karyawan. Manajer yang efektif dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, memberikan penghargaan dan pengakuan atas prestasi karyawan, serta mendelegasikan tugas dengan tepat. Hal ini dapat meningkatkan motivasi karyawan dan mendorong mereka untuk bekerja lebih keras dan produktif.
Namun, penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi karyawan di berbagai budaya. Oleh karena itu, penting bagi manajer untuk memahami budaya karyawannya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar dapat memotivasi karyawan secara efektif.
Persamaan pada penelitian ini adalah menggunakan variable yang sama untuk diteliti yaitu peran manajerial untuk memotivasi karyawan, metode yang digunakan sama yaitu kualitatif. Sedangkan perbedaannya yaitu pada lokasi peneliti. Penulis melakukan penelitian di PT. Djava Kreasi Solusindo.
2.8 Â Â Â Kerangka Pemikiran
Memotivasi karyawan adalah salah satu tanggung jawab utama bagi seorang manajer. Karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi cenderung bekerja lebih keras, lebih produktif, dan lebih kreatif. Hal ini membawa manfaat bagi perusahaan, seperti peningkatan keuntungan dan daya saing.
Ernie Tisnawati Sule, seorang pakar manajemen, telah mengembangkan teori tentang motivasi karyawan. Teorinya berdasarkan penelitian yang dilakukannya di Indonesia dan beberapa negara lain. Menurut Sule (2018), motivasi karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kebutuhan, keinginan, harapan, lingkungan, perkembangan, dan tujuan.
Memotivasi karyawan merupakan tugas yang sangat penting bagi seorang manajer. Teori yang dikembangkan oleh Ernie Tisnawati Sule dapat menjadi panduan bagi manajer dalam upaya memotivasi karyawan. Dengan menerapkan teori Sule di PT Djava Kreasi Solusindo, diharapkan karyawan akan lebih termotivasi, dan perusahaan akan berhasil mencapai tujuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H