Wajah Xia berubah merah padam.
"Enak saja ! Memangnya aku tak ada kerjaan lain apa ?" Xia melotot marah.Â
"Iya iya, maaf. Aku kan cuma bertanya. Â Tapi Xia, eh, ini ... kok, aku bisa ada disini ya ?"
Kali ini Xia yang mengangkat alisnya tinggi-tinggi .
"Kamu kan tadi memegangi tanganku saat aku hendak pulang ? Â Sudah lupa ? Â Nah. Salahmu sendiri," lalu Xia mengepakkan sayapnya kuat-kuat dan beranjak terbang.
"Eh, tunggu tunggu ! Iya, maaf ya, Xia. Soalnya selama ini aku penasaran dengan bau wangi yang sering kucium di dalam kamarku. Â Jadi tadi itu, aku reflek aja menangkap kamu. Â Emm ... rupanya kamu ya, yang selalu mengeluarkan aroma seperti bunga manis itu ?"
Xia yang sudah melayang beberapa jengkal di atas tanah, tiba-tiba berhenti di udara. Sayapnya mengepak konstan.
"Aroma.... bunga manis ?" tanyanya tanpa menoleh.
"Iya. Seperti wangi bunga. Harum dan manis. Wanginya lebih enak daripada semua parfum yang pernah kucium baunya."
"Hmm. Terimakasih," jawab Xia dingin.
"Ehmm ... jadi sekarang ... aku pulangnya gimana nih ?" ujar Ann sambil menoleh ke belakang, "Di sekitar sini nggak kelihatan ada pintu atau apapun."