Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ubol Alung, Permata di Keruh Sungai Sembakung

16 Maret 2017   14:16 Diperbarui: 19 Maret 2017   10:00 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan menuju Ubol Alung, Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara. (Foto: Yudha PS)

Air terjun yang menjadi lokasi kami mandi pagi itu hanya setinggi dua meter. Meskipun demikian, aliran airnya cukup deras untuk memijat-mijat punggung kami. Caranya, hanya cukup berdiri di bawah aliran air terjun. Air yang jatuh dengan deras ke tubuh kita seolah-olah memijat-mijat tubuh kita.

Menurut Jusip, air terjun tersebut ada penunggunya. Hal ini membuatnya kerap dijadikan tempat bertapa oleh mereka yang mencari petunjuk. Penduduk setempat menyebutnya Aki. Dalam Bahasa Indonesia, panggilan tersebut bermakna Kakek.

Pada hari-hari tertentu, sungai tersebut kerap ramai dikunjungi oleh banyak orang. Umumnya, para pengunjung datang ke sungai tersebut menjelang natal. Kemudian mereka mandi bersama untuk membersihkan diri. Tradisi ini merupakan simbol untuk membersihkan diri mereka dari dosa-dosa kehidupan.

Masyarakat Ubol Alung sendiri masih banyak memanfaatkan kekayaan alam Kalimantan untuk menyokong kehidupan mereka. Salah satunya adalah air bersih. Mereka menyalurkan air dari sungai yang mengalir di perbukitan di atas desa. Air itu mereka salurkan menggunakan selang ke kamar mandi di rumah-rumah mereka.

Adapun untuk kebutuhan pangan, masyarat Ubol Alung memanfaatkan Singkong yang mereka tanam di sekitar hutan. Menariknya, umbi Singkong mereka giling hingga menjadi tepung. Kemudian, tepung ini mereka masak hingga mengental. Masyarakat Ubol Alung dan desa-desa lainnya di pesisir Sungai Sembakung menyebutnya sebagai Nilui.

Sekilas, penampakkan Nilui mirip dengan Papeda yang terbuat dari Sagu. Bedanya, Nilui sendiri berbahan dasar Singkong yang telah digiling halus hingga menjadi tepung. Meskipun begitu, cara penyajian dan menyantapnya hampir sama, yaitu menggunakan sayur ikan sebagai lauknya.

Sedangkan untuk kebutuhan protein, masyarakat Ubol Alung masih menangkapnya langsung dari alam. Ikan sendiri mereka dapatkan langsung dari Sungai Sembakung. Adapun kebutuhan protein lainnya, mereka dapatkan dengan cara berburu. Umumnya, mereka berburu kijang, pelanduk, payau, babi hutan, dan mamalia herbivora lainnya dari dalam hutan.

Meskipun demikian, tidak setiap saat mereka berburu ke hutan. Musim berburu sendiri umumnya terjadi ketika musim panen buah-buahan di kawasan Sungai Sembakung. Di luar itu, mereka yang ingin berburu harus masuk lebih jauh ke dalam hutan untuk mendapatkan hewan buruan.

Masyarakat Ubol Alung sebenarnya memelihara hewan ternak. Umumnya, mereka memelihara babi di belakang rumah mereka. Namun, babi sangat jarang disantap untuk panganan sehari-hari. Biasanya, babi dikonsumsi ketika ada acara-acara besar, seperti: acara keagamaan dan kematian.

***

Kunci utama untuk membangun desa adalah masyarakat desa itu sendiri. Setidaknya, hal inilah yang saya pelajari ketika berkunjung ke Ubol Alung. Ketika ada keinginan dan usaha pemerintah dan masyarakatnya untuk membangun desa, alam semesta seperti mendukung dan menyediakan modal-modal pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun