Mohon tunggu...
Yo Dhairyanara
Yo Dhairyanara Mohon Tunggu... -

WNI

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Satu Sudut Pandang Solusi Kemacetan

29 Januari 2014   16:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

KEMACETAN DI KOTA JAKARTA

(SOLUSI MURAH DAN SEDERHANA)

Kota Jakarta dapat dikatakan merupakan pusat aktifitas bisnis dan pemerintahan, termasuk memiliki tingkat permukiman, yang terpadat di Indonesia. Dampak dari kepadatan aktifitas tersebut sangat terasa terhadap kondisi lalu lintas yang juga dimanfaatkan oleh para pencari nafkah Jakarta yang memilih untuk tinggal di kota-kota sekitar Jakarta. Dampak tersebut berupa tingkat kemacetan yang saat ini dianggap sudah luar biasa sehingga perlu adanya solusi yang tepat dan dapat memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat.

Dalam artikel ini penulis bermaksud untuk berbagi pemikiran dalam mengurai kemacetan yang terjadi. Tulisan ini tidak mengacu kepada teori-teori ataupun pendekatan-pendekatan tertentu dan hanya berdasarkan pemahaman logika penulis dengan harapan dapat menjadi bahan bagi para ahli untuk mengusulkan solusi yang tepat, dapat dilakukan dengan segera, murah, dan berdampak cepat kepada pemerintah untuk diimplementasikan.

Penulis mencoba untuk melihat dari berbagai macam sudut pandang sehingga solusi yang dikemukakan cukup komprehensif dan tidak mengkhususkan pencarian solusi dari sudut pandang transportasi, yang dianggap sebagai ilmu dasar terkait kemacetan, saja. Relevansi penggunaan sudut pandang lain oleh penulis tidak didasarkan pada hasil riset ataupun teori tertentu dan hanya merupakan hasil pemikiran dan alur logika penulis semata.

1. Kemacetan beserta dampaknya

Kemacetan secara sederhana dapat diartikan sebagai ketidaklancaran arus lalu lintas yang terjadi sebagai dampak dari adanya ketidakkesesuaian antara infrastruktur yang tersedia dengan armada yang memanfaatkannya.

Dampak dari kemacetan ini cukup bervariasi bahkan dapat sangat merugikan. Dampak yang paling terasa adalah bertambahnya waktu yang diperlukan oleh pengguna jalan untuk sampai di tempat tujuan serta meningkatnya pemanfaatan bahan bakar kendaraan. Selain itu kemacetan juga dapat memicu ketidaktertiban pengguna jalan yang pada gilirannya dapat mengganggu pengguna jalan lain bahkan dapat menimbulkan kecelakaan.

2. Penyebab Kemacetan

Seperti telah disinggung di atas, kemacetan merupakan dampak dari adanya ketidakkesesuaian antara infrastruktur yang tersedia dengan armada yang memanfaatkannya. Bentuk ketidaksesuaian tersebut dapat berupa tidak memadaianya inftrastruktur/jalan yang tersedia atau jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan. Dua kondisi tersebut tidak dapat langsung dikatakan sebagai penyebab kemacetan.

Tidak memadainya jalan yang ada dapat saja menjadi akibat dan apabila pendekatan pencarian solusi hanya mengacu kepada ketidakmemadainya jalan yang tersedia, maka solusi yang dijalankan bisa meleset dari harapan dan pada gilirannya dapat menimbulkan permasalahan baru.

Di sisi lain, jumlah armada yang memanfaatkan jalan yang ada juga dapat dilihat sebagai akibat dan solusi dengan pendekatan ini apabila tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan permasalahan baru atau memperumit permasalahan yang sudah ada.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan adanya dua kondisi yang dianggap sebagai penyebab kemacetan, yaitu tidak memadainya jalan yang tersedia dan jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan. Solusi atas kondisi-kondisi tersebut, menurut hemat penulis, tidak bisa diartikan sebagai kondisi sebab akibat semata atau apabila salah satu ditangani maka akan memperbaiki keduanya. Justru kondisi-kondisi tersebut harus dilihat secara terpisah sehingga dapat terurai akar permasalahannya dan atas hasil-hasil yang saling melengkapi diantara keduanya dapat menjadi bahan untuk lebih mensinergikan solusi dengan pendekatan yang lebih komprehensif.

a. Tidak memadainya jalan yang tersedia

Tidak memadainya jalan yang tersedia menurut hemat penulis memang merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit. Hal ini terkait dengan banyak hal yang diantaranya pembebasan lahan, perancangan jenis dan kelas jalan termasuk perhitungan kebutuhan jalan, dan rencana penataan kota. Analisa yang diperlukan pun tidak bisa hanya sekedar untuk 5 atau 10 tahun. Mungkin mencapai 20 hingga 30 tahun ke depan sehingga terkait erat dengan rencana pembangunan jangka menengah dan panjang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu karena kemacetan yang penulis ulas terjadi di Jakarta yang juga berperan sebagai Ibukota Negara, tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian dengan rencana pembangunan Pemerintah Pusat.

Berdasarkan uraian di atas, maka terkait dengan tidak memadainya jalan yang tersedia terkesan menjadi beban pemerintah saja. Secara sederhana memang dapat dikatakan demikian karena pembangunan jalan merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka melayani masyarakat agar aktivitas yang dilakukan menjadi lancar. Apabila kita lihat lebih dalam lagi, ternyata agar jalan yang tersedia cukup memadai tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja namun juga harus ada kerjasama dari berbagai pihak.

Sebagai contoh, untuk memperlebar jalan tentu harus dilakukan pembebasan lahan dan banyak diungkapkan bahwa pembebasan lahan tidak dapat berjalan lancar akibat dari para pemilik lahan yang tidak terima dengan nilai penggantian yang diajukan oleh pemerintah. Atas kondisi tersebut maka pemilik lahan memiliki peran yang cukup besar dalam menghambat penyediaan jalan yang akan dibangun. Contoh ini penulis ambil hanya bagi pemilik lahan yang mengambil kesempatan agar memperoleh nilai penggantian yang sesuai dengan keinginannya dan nilai penggantian yang diajukan oleh pemerintah diasumsikan sudah mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku termasuk tata caranya.

Contoh lain menyangkut keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dhi. pelaku usaha dan perorangan yang berdampak terhadap tidak memadainya jalan yang tersedia adalah pembangunan-pembangunan gedung yang sangat dekat dengan badan jalan dan tidak ada jalur masuk yang cukup bagi kendaraan sehingga antrian yang terjadi memanjang hingga ke badan jalan dan mengganggu kelancaran lalu lintas.

Kedua contoh di atas merupakan contoh sederhana dan untuk keperluan artikel ini tidak dilakukan analisa mendalam mengenai apa yang menyebabkan kondisi-kondisi tersebut terjadi.

Bagaimana dengan peran pemerintah? Apabila secara umum tidak memadainya jalan yang tersedia merupakan tanggung jawab pemerintah, maka porsi pemerintah tentulah yang terbesar dan terpenting. Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis memilih untuk menyoroti tahap perencanaan dan perancangan. Pilihan ini penulis ambil dengan dasar bahwa pada tahap pelaksanaan, banyak pihak yang berperan diantaranya kontraktor pekerjaan, masyarakat, dan pemerintah itu sendiri.

Pada tahap perencanaan dan perancangan, pemerintah diharapkan memiliki dasar yang cukup dan memadai, termasuk kesesuaiannya dengan kondisi eksisting dan rencana penataan kota yang berlaku. Penghitungan kebutuhan, jenis, dan kelas jalan termasuk jenis dan frekuensi kendaraan yang melintasinya tentu merupakan dasar perencanaan dan perancangan pembangunan jalan setelah dikaitkan dengan umur jalan yang diharapkan. Informasi-informasi ini yang seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan perencanaan dan perancangan jalan sering tidak tercermin dari hasil pembangunan jalan yang telah dilaksanakan.

Sebagai contoh, masih banyak ditemuai adanya kondisi jalan yang mengalami penyempitan atau bottleneck sehingga terjadi kepadatan yang berdampak kepada kemacetan. Selain itu ada juga kondisi jalan yang memiliki lebar yang sama atau lebih kecil apabila dibandingkan dengan ruas jalan-jalan penunjangnya. Hal ini memicu kemacetan karena frekuensi kendaraan yang melintas dari jalan-jalan penunjang tersebut tidak tertampung. Contoh lain terkait dengan keberadaan halte yang tidak didukung dengan kondisi jalan yang lebih menjorok agar tidak mengganggu lalu lintas. Masih banyak contoh-contoh lain yang menjadi penyebab kemacetan akibat dari ketidakakuratan di dalam merencanakan dan merancang pembangunan jalan.

b. Jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan

Jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan sering diasosiasikan dengan tidak seimbangnya percepatan penambahan jalan dengan percepatan penambahan kendaraan. Sudut pandang ini menurut penulis bukanlah suatu pandangan yang keliru, hanya saja kondisi-kondisi yang dijadikan dasar penilaiannya masih penulis anggap belum cukup untuk dapat dijadikan alasan kuat sebagai penyebab kemacetan. Masih ada kondisi-kondisi yang apabila dibenahi dapat menggugurkan atau bahkan menguatkan pandangan ini.

Apabila tidak memadainya jalan yang tersedia porsi terbesarnya berada dalam kewenangan pemerintah, bukan berarti jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan merupakan akibat dari ketidakmampuan pemerintah untuk menyediakan jalan semata. Kondisi ini juga merupakan akibat dari karakter pengguna jalan yang tidak tertib dan cenderung mementingkan diri sendiri termasuk fasilitas transportasi umum yang dianggap tidak memadai.

Sebagai contoh, semakin banyaknya orang pribadi yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi semata-mata bukan karena untuk menunjukkan kemampuan ekonominya. Namun banyak juga yang justru memaksakan agar dapat memiliki kendaraan pribadi karena merasa lebih nyaman dibandingkan dengan menggunakan transportasi umum. Alasan dipilihnya kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi karena merasa bahwa alat transportasi umum dirasa tidak nyaman dan memakan waktu yang jauh lebih lama dari yang telah diperkirakan. Ada juga yang beralasan karena lokasi tempat tinggalnya tidak dilalui oleh angkutan umum dan merasa tanggung apabila membawa kendaraan hanya sampai terminal atau stasiun, selain karena lahan untuk memarkir kendaraan dirasa tidak memadai dan kurang aman.

Contoh lain mengenai jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan adalah kondisi pasangan suami istri yang sama-sama bekerja dan lokasi tempat kerja yang berlainan arah sehingga masing-masing memilih untuk membawa kendaraan sendiri.

Selain itu terutama bagi para pengguna kendaraan motor, tidak dipilihnya transportasi umum atau mobil, karena dengan mengendarai motor waktu tempuh menuju tempat tujuan relatif cepat dan biaya yang dikeluarkan relatif kecil sekalipun apabila dibandingkan dengan menggunakan transportasi umum.

Apakah ada peran pemerintah sehingga jumlah armada melebihi kapasitas jalan? Ada. Peran pemerintah lebih kepada kurang memadainya tata pengelolaan lalu lintas sehingga transportasi umum tidak dijadikan pilihan oleh para pengguna jalan seperti, diantaranya, adanya suatu daerah permukiman yang tidak dilalui oleh transportasi umum dan kondisi transportasi umum yang dirasa tidak nyaman.

3. Solusi Kemacetan

Berdasarkan uraian penyebab kemacetan yang dikelompokkan ke dalam dua kondisi di atas, maka solusi kemacetan pun mengacu kepada dua kondisi tersebut. Solusi-solusi yang akan diuraikan berikut bersifat independen yang diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih kongkrit. Atas hasil-hasil yang saling melengkapi dari solusi-solusi independen yang telah diambil, dapat dijadikan dasar pengembangan dengan pendekatan gabungan.

a. Tidak memadainya jalan yang tersedia

Solusi terkait tidak memadainya jalan yang tersedia lebih dititikberatkan kepada peran pemerintah. Ini terjadi karena penyediaan jalan memang melekat pada tugas pokok dan fungsi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Beberapa solusi yang menurut penulis mudah untuk dilaksanakan dan tidak memakan terlalu banyak sumber daya, yang menjadi kewenangan pemerintah, adalah sebagai berikut:

1)   Pengoptimalah kondisi jalan.

Yang dimaksud dengan pengoptimalan kondisi jalan adalah dengan menghilangkan kondisi-kondisi jalan yang berpotensi mengakibatkan kemacetan, yaitu menghilangkan penyempitan jalan atau bottleneck, menyelaraskan lebar jalan dengan cara menyamakan lebar jalan untuk ruas jalan yang sama namun terpisah oleh lampu lalu lintas, membersihkan jalan dari pemanfaatan selain bagi pengguna jalan, dan perbaikan jalan yang sesuai dengan jenis dan frekuensi kendaraan eksisting yang melintasinya agar jalan memiliki umur yang sesuai dengan yang direncanakannya. Terhadap jalan-jalan yang hanya satu lajur agar diperlebar sehingga setiap jalan minimal berlajur dua. Hal ini agar tidak terjadi antrian kendaraan apabila ada kendaraan yang harus berhenti terutama apabila kendaraan umum harus berhenti untuk menurunkan atau menaikkan penumpang.

Terkait dengan harus dilakukannya pelebaran jalan yang salah satunya karena adanya jalan yang sama lebar atau lebih kecil dari jalan-jalan penunjangnya, pembebasan lahannya juga harus memperhatikan sudut pandang pemilik lahan dan tidak semata-mata berdasarkan peraturan pembebasan lahan. Tidak tertutup ada metode lain yang juga diatur dalam peraturan perundangan.

2)   Penataan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan.

Penataan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan dapat berupa penataan ulang rambu-rambu lalu lintas dan lokasi-lokasi untuk, misalnya, putar balik yang termasuk panjang lajur yang akan dimanfaatkan untuk putar balik agar tidak mengganggu lalu lintas yang dihitung berdasarkan kondisi eksisting dan potensi di masa mendatang, pemberian marka jalan yang jelas dan tidak memancing pengguna jalan untuk memanfaatkan arti marka tersebut yang disertai dengan penegakan hukumnya, dan penataan penempatan rambu-rambu lalu lintas dan pemberian marka jalan yang tepat berdasarkan kondisi jalan yang ada.

3)   Penempatan fasilitas pendukung yang memadai.

Penempatan fasilitas pendukung seperti halte dan jembatan penyeberangan orang harus dirancang dengan memperhatikan tingkat keinginan orang untuk memanfaatkannya dan dengan tingkat kenyamanan yang cukup. Sebagai contoh, apabila jarak antar jembatan penyeberangan orang terlalu jauh, maka kemungkinan adanya penyeberang yang tidak memanfaatkannya relatif tinggi dan dapat menimbulkan kecelakaan yang pada gilirannya menimbulkan kemacetan. Contoh lain berupa halte yang dibangun harus cukup nyaman, dapat menampung banyak orang, dan cukup melindungi dari sinar matahari dan terpaan air hujan. Apabila kondisi halte seperti saat ini, yang bernuansa minimalis, akan sangat dimaklumi apabila banyak pengguna transportasi umum yang tidak menunggu di halte namun di bawah pohon dengan rentang hingga puluhan meter. Selain itu di sekitar tempat-tempat didirikannya halte, lebar jalan agar dirancang melebar dengan panjang yang cukup sehingga tidak mengganggu lalu lintas yang ada.

Terkait dengan solusi yang melibatkan pelaku usaha atau perorangan yang mengarah kepada tidak memadainya jalan yang tersedia, ada beberapa solusi yang dapat penulis utarakan, yaitu:

1)   Memberikan jalur yang cukup untuk memasuki gedung yang dimilikinya.

Yang dimaksud dengan memberikan jalur di sini adalah apabila suatu pelaku usaha atau perorangan mendapatkan ijin untuk membangun gedung katakanlah untuk pusat perbelanjaan ataupun perkantoran, agar memberikan jalur yang cukup agar antrian kendaraan yang hendak masuk ke lingkungan gedung tidak sampai ke badan jalan dan mengganggu lalu lintas. Hasil perhitungan tersebut tentu berdasarkan asumsi kendaraan masuk terpadat. Atas hasil perhitungan tersebut disampaikan kepada pemerintah untuk diberikan rekomendasi ataupun arahan lain.

Atas gedung-gedung yang sudah terlanjur memiliki jalur masuk kendaraan yang terbatas, pemerintah memiliki tugas untuk menertibkan. Dan apabila kondisi tersebut telah diatur dalam peraturan perundangan, maka pemilik gedung harus dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat ditemukan.

2)   Tidak mengambil kesempatan atas pembebasan lahan untuk pembangunan jalan.

Apabila dalam uraian sebelumnya disampaikan bahwa di dalam melakukan pembebasan lahan pemerintah harus memperhatikan sudut pandang pemilik lahan dan tidak semata-mata berdasarkan peraturan pembebasan lahan, maka bagi pemilik lahan pun harus mengikuti peraturan yang berlaku. Dan apabila peraturan tersebut menjadikan pemilik lahan menjadi tidak dapat memanfaatkan lahannya, maka wajib menyampaikan kepada pemerintah disertai dengan dasar-dasarnya yang akan menjadi bahan bagi pemerintah untuk mengambil tindakan yang tepat. Tidak dapat dipungkiri adanya potensi pemilik lahan merasa dirugikan dan terkesan dikorbankan untuk kepentingaan orang banyak.

b. Jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan

Meskipun jumlah armada yang melebihi kapasitas jalan lebih disebabkan oleh pengguna jalan, namun peran pemerintah tidak kecil bahkan cukup signifikan karena apa yang dilakukan oleh pemerintah lah yang akan membentuk karakter para pengguna jalan dalam berlalu lintas.

Solusi-solusi yang penulis uraikan berikut lebih kepada merubah kebiasaan yang sudah terjadi dan tidak sedikit para pengguna jalan yang sebenarnya sudah mengetahui dan mengerti bahwa kebiasaan-kebiasaan tersebut sebenarnya tidak baik dan merugikan banyak pihak. Solusi-solusi tersebut diantaranya:

1)   Tertib dalam berkendara di jalan dan menghargai pengguna jalan lainnya.

Sudah menjadi pemandangan yang umum apabila kendaraan umum dianggap sebagai salah satu penyebab utama kemacetan karena perilaku pengemudinya yang dinilai tidak tertib dan mementingkan dirinya sendiri. Selain itu pengguna jalan lain dhi. mobil dan motor, yang juga karena kepentingannya masing-masing dan kondisi di jalan, sering kali tidak menghargai pengendara lain dan sering kali mengambil lajur pengendara lain. Selain itu kemacetan sering terjadi akibat dari perilaku pengguna jalan yang seenaknya seperti melaju dengan pelan di lajur kanan sehingga pengguna jalan lain harus mendahuluinya dari sisi kiri. Untuk itu agar kemacetan dapat dihindari, penting bagi pengguna jalan agar tertib berlalu lintas dan saling menghargai pengguna jalan lain.

2)   Beretika dan saling menghargai di dalam memanfaatkan kendaraan umum.

Kondisi ini lebih dikhususkan kepada pengguna jalan yang memanfaatkan kendaraan umum. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh pengguna kendaraan umum memiliki peran di dalam menimbulkan kemacetan dan menjadi salah satu penyebab mengapa pengendara kendaraan umum menjadi terbiasa untuk berhenti di sembarang tempat dan tiba-tiba. Kebiasaan tersebut berupa menunggu kendaraan di tempat-tempat yang dirasa nyaman oleh pengguna kendaraan umum dan terkadang tempat-tempat yang dipilih tersebut merupakan wilayah dilarang berhenti bagi kendaraan.

Selain itu banyak juga pengguna kendaraan umum yang manja dan tidak berkenan untuk bergerak apabila ada kendaraan umum yang berhenti beberapa meter dari tempatnya menunggu sehingga kendaraan umum tersebut menjadi berhenti beberapa kali dalam jarak yang relatif dekat.

Untuk itu agar kelancaran lalu lintas tetap terjaga, diperlukan juga peran serta pengguna jalan yang memanfaatkan kendaraan umum agar menghargai pengguna jalan lain dan tidak sembarangan untuk naik dan turun dari kendaraan umum.

3)   Beretika dalam  berkendara.

Salah satu penyebab kemacetan adalah etika berkendara yang tidak diindahkan. Sebagai contoh, apabila terjadi antrian kendaraan pada suatu lajur dan antrian tersebut melintasi persimpangan, sering ditemui tidak diberikannya jarak atas persimpangan tersebut sehingga kendaraan yang akan melintas menjadi tidak bisa dan akhirnya menimbulkan kemacetan di semuan lajur jalan. Contoh lain berupa kurangnya tenggang rasa bagi pengendara lain berupa tidak memberikan jalan kepada kendaraan yang sudah memberikan tanda akan berbelok namun tidak diberi kesempatan oleh pengendara lain, terutama motor, sehingga pengendara tersebut harus berhenti untuk beberapa saat dan menimbulkan antrian kendaraan di belakangnya.

Selain itu banyak pengendara yang memanfaatkan arti marka walaupun secara etika akan mengakibatkan tersendatnya lalu lintas. Contoh yang sering terjadi adalah seringnya pengendara yang meluncur dari suatu jalan dan memotong jalan pengendara lain dengan memanfaatkan marka jalan berupa garis yang terputus-putus. Pemotongan jalan tersebut membuat pengendara dari lajur lain harus mengurangi kecepatannya yang apabila volume kendaraannya cukup tinggi dapat langsung menimbulkan kemacetan.

Dengan demikian penting bagi para pengguna jalan untuk saling menjaga etika berkendara sehingga dampak kemacetan yang akan terjadi dapat dihindari.

Agar solusi-solusi di atas dapat diimplementasikan, tugas pemerintah lah yang harus melakukan beberapa pembenahan sehingga berubahnya kebiasaan tidak dirasakan sebagai perintah/pemaksaan, namun dapat terjadi dengan sendirinya. Proses edukasi tidak langsung yang dikorelasikan dengan kultur lokal diharapkan akan dengan cepat merubah kebiasaan sehingga lebih tertib dan lalu lintas menjadi lancar. Karena pada prinsipnya para pengguna jalan bukan tidak mau tertib atau merubah kebiasan, namun terkadang dengan tertib berlalu lintas justru berdampak buruk terhadap yang bersangkutan, misalnya menjadi lebih lama di jalan. Beberapa porsi pemerintah yang harus dilaksanakan agar kebiasaan-kebiasaan yang merugikan tersebut menjadi hilang adalah sebagai berikut:

1)   Menunjang kondisi tertib berlalu lintas dan memberikan kemudahan dalam bertransportasi.

Di atas telah diuraikan bahwa kendaraan umum dianggap sebagai penyebab utama kemacetan sebagai akibat dari perilaku pengemudinya yang tidak tertib dan mementingkan diri sendiri. Salah satu cara untuk memahami mengapa perilaku pengemudi kendaraan umum tidak tertib dan mementingkan diri sendiri adalah dengan cara melihat dari sudut pandang ekonomi. Penulis tidak memiliki data yang memadai, namun banyak informasi yang beredar bahwa pendapatan pengemudi kendaraan umum dianggap tidak dapat memenuhi standar hidup yang layak bagi keluarga. Untuk itu perlu dibuat suatu cara agar para pengemudi kendaraan umum dapat hidup layak namun tidak kemudian membebani pengusaha. Untuk itu peran pemerintah sangat besar, misalnya dengan mewajibkan pengusaha agar pendapatan pengemudi menggunakan sistem gaji dan tetap memberikan target kepada pengemudi. Target tersebut disampaikan oleh pengusaha kepada pemerintah dan apabila target tidak tercapai maka kekurangannya dapat disubsidi oleh pemerintah.

Selain itu penyebab kendaraan umum tidak dijadikan pilihan oleh sebagian besar pengguna jalan yang memiliki kendaraan pribadi dikarenakan oleh kondisi kendaraan umum tersebut. Bukanlah suatu hal yang baru apabila kita mendengar bahwa kendaraan umum dianggap tidak nyaman, banyak copet, panas, berdesak-desakan, lama, menghalangi jalan, berhenti sembarangan, dan sebagainya. Dengan demikian apabila keluhan-keluhan tersebut bisa diatasi, maka tidak ada lagi permasalahan. Perlunya campur tangan pemerintah di sini adalah untuk memastikan bahwa kendaraan umum menjadi tidak ada keluhan dengan cara, diantaranya, memberikan persyaratan atas kondisi kendaraan umum, membatasi jumlah penumpang maksimal, dan tertib dalam berkendara bagi pengemudinya.

Apabila dua solusi di atas diimplementasikan, maka pengguna jalan akan lebih memilih menggunakan kendaraan umum sehingga kondisi jalan menjadi lebih lengang dan pada akhirnya para pengguna jalan yang memakai kendaraan pribadi dapat saling menghargai antar sesama pengguna jalan.

Namun demikian yang perlu mendapat perhatian juga dari pemerintah adalah adanya akses untuk mencapai kendaraan umum yang mudah. Apabila karena suatu pertimbangan maka pada suatu wilayah belum dapat disediakan kendaraan umum, maka salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan sarana parkir yang cukup luas dan aman agar penggunaan kendaraan pribadi hanya sampai terminal atau stasiun saja. Kondisi ini diperlukan koordinasi antar pemerintah daerah karena pencari nafkah di Kota Jakarta tidak hanya berasal dari Kota Jakarta saja namun juga berasal dari kota-kota disekitarnya.

2)   Penyediaan fasilitas penunjang yang tepat dengan memanfaatkan kultur lokal.

Di atas sudah diuraikan mengenai penempatan fasilitas pendukung seperti halte dan jembatan penyeberangan orang yang harus dirancang dengan memperhatikan tingkat keinginan orang untuk memanfaatkannya dan dengan tingkat kenyamanan yang cukup. Hal ini perlu menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah agar pengguna kendaraan umum dapat dengan sendirinya menjadi tertib dan tidak menghambat lalu lintas yang ada.

Pendekatan kultur lokal sangat mempengaruhi pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang ini seperti terkena sinar matahari langsung, terpaan air hujan, pedestrian yang tergenang air, dan mudahnya berkeringat apabila berjalan cukup jauh.

3)   Menstrategikan kondisi yang ada dan penegakan hukum yang tegas dan tersistem dengan baik.

Pemerintah perlu untuk menyiasati kondisi yang ada agar lalu lintas dapat berjalan lancar seiring dengan pembenahan-pembenahan yang dilakukan. Perlakuan terhadap kondisi yang ada diharapkan dapat tetap diterapkan sekalipun kondisi lalu lintas sudah lancar dan semua sarana pendukung sudah memadai agar tidak menjadi percuma, bahkan diharapkan langkah-langkah yang diambil untuk menyiasati kondisi yang ada tersebut dapat menjadi bahan untuk kebutuhan yang lain.

Salah satunya dengan cara memberikan marka-marka jalan yang lebih lugas dan penegakan hukum yang tegas. Untuk lokasi-lokasi tertentu yang dianggap kurang tepat apabila ditempatkannya aparat yang berwenang, barangkali dapat dipasang kamera sehingga pelanggaran yang terjadi dapat terekam kamera dan sanksi dikenakan pada saat pembayaran pajak kendaraan. Selain itu apabila dipandang perlu, aparat yang berwenang juga dapat memberikan sanksi kepada pengendara yang tidak beretika atau tidak tertib dengan acuan yang dan dampak yang jelas,  seperti memberikan sanksi kepada pengendara yang tidak memberikan jarak apabila terjadi antrian yang melewati persimpangan, atau kepada pengendara yang lambat namun berada di lajur kanan jalan. Bahkan sanksi dapat diberikan kepada pengendara yang tidak memberikan jalan kepada kendaraan yang akan berbelok atau kepada pengendara yang memotong jalan pengendara lain.

Apabila solusi-solusi tersebut dimplementasikan dengan cara yang tepat dan dengan perencanaan yang memadai, maka kemacetan di Kota Jakarta diharapkan dapat diatasi dengan cara yang sederhana dan memakan biaya yang cukup murah. Terkait dengan jangka waktu yang diperlukan mungkin tidak sebentar dan seperti pada umumnya perubahan kultur, akan mengusik kenyaman yang telah menjadi kebiasaan.

Namun demikian dapat dipastikan akan lebih cepat apabila dibandingkan dengan proses pembangunan MRT ataupun monorail yang untuk pembangunannya saja memakan waktu hingga lima tahun dengan asumsi pelaksanaan pembangunannya lancar dan pengoperasiannya tidak terkendala, baik teknis maupun non teknis. Selain itu apabila solusi-solusi di atas dapat diimplementasikan dengan baik, sangat memungkinkan busway menjadi tidak diperlukan lagi sehingga bus yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti untuk pemanfaatan pariwisata dan jalur busway kembali menjadi jalur kendaraan biasa.

4. Dampak atas Solusi yang Diajukan

Dari solusi-solusi yang telah diuraikan di atas, tentu memiliki dampak yang dirasa merugikan bagi beberapa pihak. Namun atas dampak-dampak tersebut diharapkan dapat dijadikan media untuk menciptakan strategi atau peluang baru.

Beberapa dampak yang dirasa dapat merugikan yang terlintas di benak penulis diantaranya:

a. Bagi dunia usaha

Dengan semakin lancarnya lalu lintas maka diharapkan pengguna transportasi umum menjadi meningkat dan kebutuhan atas kendaraan pribadi cenderung menurun. Kondisi ini bagi perusahaan otomotif termasuk perusahaan yang memroduksi suku cadangnya secara umum dapat memiliki dampak negatif yang cukup besar kecuali bagi produsen otomotif yang mengkhususkan diri ke dalam produksi kendaraan umum. Bagi produsen kendaraan umum, kondisi ini justru memiliki dampak yang cukup baik. Bagi perusahaan otomotif yang berkonsentrasi kepada kendaraan-kendaraan pribadi, perkiraan penurunan penjualan dapat menjadi cukup signifikan dan mungkin dapat mengganggu kestabilan perusahaan. Namun demikian diharapkan kondisi ini dapat segera terdeteksi sehingga dapat diambil langkah-langkah preventif ataupun penyusunan strategi yang lebih tepat sasaran. Salah satunya barangkali dengan cara mengembalikan kepemilikan kendaraan pribadi sebagai simbol kemapanan sehingga harga kendaraan dapat ditetapkan lenih tinggi atau batas standar bawah suatu kendaraan dapat lebih ditingkatkan.

Jenis usaha lain yang juga diperkirakan akan terganggu kelancaran penjualannya adalah usaha bahan bakar minyak (BBM). Dengan semakin berkurangnya kendaraan pribadi yang beroperasi maka kebutuhan atas BBM pun menjadi berkurang. Namun dengan strategi yang matang tidak tertutup kemungkinan adanya pangsa pasar lain yang ternyata selama ini belum tersentuh dan memiliki prospek yang cukup baik.

Selain jenis usaha otomotif dan BBM di atas, jenis usaha yang dapat terkena dampak secara signifikan adalah jenis usaha perparkiran. Dengan semakin berkurangnya kendaraan yang beroperasi, maka tingkat penggunaan lahan parkir pun semakin menurun. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan strategi yang cukup jitu agar kondisi tersebut tidak menimbulkan permasalahan yang baru.

b. Bagi pemerintahan

Lancarnya lalu lintas yang diharapkan sedikit banyak dapat berdampak negatif bagi pemerintah dhi. pemerintah daerah. Dengan semakin sedikitnya kendaraan pribadi yang beroperasi dan adanya potensi penjualan kendaraan oleh para pemilik, maka dapat dipastikan adanya penurunan pendapatan daerah dari pajak kendaraan. Namun demikian apabila dikaitkan dengan strategi penjualan kendaraan yang diarahkan sebagai standar kemapanan, tidak tertutup kemungkinan untuk meningkatkan nilai pajak kendaraan. Atau apabila kebijalan tersebut dapat menghambat strategi penjualan kendaraan maka dapat ditempuh strategi lain yang lebih tepat.

Uraian mengenai penanggulangan kemacetan di Kota Jakarta yang telah dijabarkan penulis di atas diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan saran kepada pihak-pihak yang berkompeten dan pihak-pihak yang saat ini sedang merancang solusi kemacetan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa solusi-solusi yang penulis uraikan bukanlah hal baru dan penulis pun bukan merupakan pihak yang ahli dalam bidang tersebut. Keberanian penulis untuk menyampaikan tulisan ini berangkat dari rasa peduli dan sebagai salah satu pengguna lalu lintas di Kota Jakarta. Akhir kata penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila apa yang disampaikan telah menyinggung berbagai pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun