Jaka Someh sedih bukan karena dia tidak bisa mengikhlaskan kematian istrinya. Tapi karena belum mampu menemukan jasad istrinya. Hati kecilnya masih tidak percaya kalau istrinya sudah meninggal. Makanya dia tetap bertahan mencari Dewi Sekar.
"Duh...Gusti...kalau saja memang sudah terbukti saya menemukan jasad istri Saya...mungkin saya bisa mengihklaskannya...tapi sampai sekarang saja saya belum mampu menemukannya...saya masih berharap dia masih hidup..."
"Nyai...kamu  dimana...sebenarnya ? Akang  khawatir...saya tidak mau kalau kamu dalam keadaan susah....".
Setengah berputus asa, Jaka Someh duduk di sebuah batang kayu yang sudah mengering. Dia termenung cukup lama.
Kalau bukan karena di susul oleh Arya Rajah dan sarmadi serta murid-murid Padepokan Ki Buyut Putih, mungkin Jaka Someh masih akan tetap berada di sana.
Karena kawatir dengan keberadaan jaka Someh yang sudah seminggu belum pulang, Arya Rajah memutuskan untuk menyusul Jaka Someh ke lembah itu. Bersama Sarmadi dan teman-temannya, mereka berangkat ke sana. Di Sana mereka melihat Jaka Someh sedang duduk melamun. Rambutnya tampak acak-acakan, wajahnya kusam dan kumal.
Melihat kondisi Jaka Someh yang sudah tidak karuan, Arya Rajah menangis, merasa kasihan dengan kakak iparnya. Dia kemudian memeluk Jaka Someh
"Kang Someh....Sadar...Kang...Kita harus bisa menerima kenyataan ini...Akang sendiri yang menasehati saya agar bisa sabar dan ihklas dengan musibah ini...Sadar kang...Ingat kang...Istigfar..."
Mendengar ucapan Arya Rajah, Jaka Someh terhenyak dan mulai meneteskan air mata.
"Astagfirullah...Astagfirullah... Ampuni hambaMu ini Ya Allah..."
Sarmadi dan kawan-kawanya berusaha menggandeng Jaka Someh. Mereka bersimpati dengan keadaan Jaka Someh yang sedang dalam keadaan sangat berduka.