"Pulang kampung, pak Udin juga!" sahut Berlian,
"Ini bagaimana, kok semua pulang kampung tidak ada yang bilang?" herannya,
"Berlian yang suruh!"
"Berlian?" seru Rina,
"Berlian kan pingin sekali-kali mama yang masak makan malam seperti dulu!" sahutnya. Rina terbungkam, "mama tidak pernah menyentuh dapur lagi sekarang!"
"Sayang, mama kan sibuk!"
"Iya, saking sibuknya sampai hari inipun kalian tetap akan pergi bekerja kan, pasti lupa lagi!" potongnya,
"Lupa..., apa sayang?" tanya Rina,
"Lupain aja ma, Berlian mau berangkat sekolah dulu. Assalamu alaikum!" katanya menyambar tasnya lalu berlalu, tapi ia terhenti. Berbalik dan berjalan kembali ke orangtuanya, ia mencium tangan kedua orangtuanya secara bergantian lalu pergi. Edo dan Rina terpatung di tempatnya, memang sudah lama tradisi seperti itu tidak mereka rasakan. Bukan karena Berlian yang tak mau, tapi karena waktunya yang selalu tidak mengijinkan. Lebih sering Edo sudah berangkat ke kantor saat Berlian turun untuk sarapan.
* * *
Berlian memasuki rumah sederhana itu, rumah itu memang tidak dijual, tapi juga tidak ditempati. Terabaikan begitu saja, rumah itu tak dijual memang karena permintaan Berlian, lagipula rumah itu juga peninggalkan orangtuanya Edo. Yang berpesan tak boleh dijual meskipun nantinya sudah memiliki rumah yang besar dan bagus.