Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RINDU] Ma, Pa, Pulanglah!

8 September 2016   18:42 Diperbarui: 8 September 2016   19:07 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berlian termangu di depan laptopnya, karena seringnya keluar - masuk sekolah ia jadi tak memiliki teman yang pasti. Paling ia akan memanggil teman SDnya dulu untuk bermain di rumah. Karena merekalah teman-teman yang tulus kepadanya. Ia teringat percakapannya dengan bu Farah siang tadi.

"Setidaknya, lakukanlah demi dirimu sendiri. Menghancurkan hidupmu bukan jalan satu-satunya, saya mengerti karena kau masih cukup labil. Tapi jika kau terus seperti ini, bagaimana dengan masa depanmu? Kelak kau juga akan berkeluarga. Apakah kau mau anak-anakmu nanti sepertimu?"

Berlian terdiam.

"Saya sudah mencaritahu tentangmu Berlian, saya juga menghubungi beberapa teman masa kecilmu. Saya yakin, kamu masih gadis yang sama yang seperti masa kecilmu. Dan pikirkan masa depanmu, anak-anakmu nanti. Tentunya kau tidak ingin mereka merasakan apa yang kau rasakan bukan?"

Ia masih diam mematung, lalu ia putar memorinya ke tujuh tahun yang lalu dan juga masa sebelumnya. Di rumah sederhana mereka, ada dirinya, mamanya dan papanya. Papanya yang hanya menejer di sebuah peruhasaan swasta, selalu pulang tepat waktu jika tidak ada lembur, mamanya hanyalah ibu rumah tangga yang memiliki sampingan menjual pakaian anak-anak di warga sekitar. Mereka selalu memiliki waktu untuknya, bermain bersama, menemaninya belajar, dan juga menamaninya tidur sebelum dirinya terlelap. Setiap hari minggu mereka mengadakan pesta kebun sederhana di belakang rumah, dibawah pohon mangga yang rindang. Setiap akhir bulan mereka akan pergi berlibur, meski bukan liburan mewah, hanya piknik ke tempat-tempat yang tidak terlalu memakan biaya. Tapi mereka bahagia. Tertawa bersama.

Dan semua itu lenyap setelah perlahan papanya naik jabatan, hingga saat ini bisa menjadi Direktur Utama sebuah anak peruhasaan tempatnya bekerja. Mamanya mulai mengembangkan bisnis jualan, yang semula hanya pakaian anak disekitar rumah, kini sudah memiliki departemen store sendiri. Menjadikannya super sibuk, apalagi berkumpul dengan istri-istri pengusaha besar yang menyebut diri mereka apa..., begitu. Yang jelas, semua kehangatan itu sirna. Kebahagiaan itu sirna. Bulir bening menetes dari pelupuk mata Berlian. Ia merindukan kehangatan itu. Kebahagiaan itu.

* * *

"Maksud non apa non?" tanya bi Inah, di sebelahnya pak Dito sang satpam, sebelahnya lagi pak Udin, tukang kebunnya. Mereka semua terpelongo dengan keputusan majikan kecil mereka.

"Mulai hari ini, kalian tidak perlu bekerja disini lagi!"

"Tapi non, kami salah apa non?" tanya pak Udin,

"Kalian tidak melakukan kesalahan apapun, dan itu...," tunjuk matanya ke arah 3 amplop coklat yang tersaji di meja, "kurasa itu cukup untuk membuka usaha apapun di kampung,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun