"Ayah tahu kau kecewa dengan Laras, tapi bukan berarti pelarianmu itu ke rumah bordil. Kau itu seorang anggota dewan, setiap tindak tandukmu harus kau perhitungkan. Apa kau tahu, apa yang kau lakukan itu tak hanya mencoreng muka keluarga kita, tapi juga bisa mengancam jabatanmu!"
"Aku tidak melakukan apa yang ada dalam pikiran ayah, hubungan kami bukanlah antara pelacur dan pelanggannya. Tapi, aku mencintainya!"
"Apa. Cinta, tak ada cinta dalam diri seorang pelacur. Mereka hanya mencintai uangmu!"
"Sinta tidak seperti itu Yah,"
"Ayah tidak peduli dengan wanita itu!" hardik Trisno, "mulai sekarang..., jangan pernah temui wanita itu lagi. Dan untuk sementara kau tidak perlu keluar rumah. Masalah ini biar ayah yang menyelesaikannya!"
"Tidak Yah, aku masih bisa menanganinya sendiri!" katanya lalu berjalan ke pintu keluar, pak Trisno menatapnya kesal, "Satria, bukankah ayah melarangmu keluar rumah?" tapi larangan itu tak di gubris oleh Satria.
"Sinta!" Talia menyelonong masuk ke dalam kamar Sinta dan menarik lengannya, "ayo, kau harus lihat ini!" ajaknya. Sinta menahan diri, "tunggu, ada apa?"
"Kau harus lihat ini, Mas Satria...,"
"Mas satria?"
Talia kembali menarik Sinta dan kali ini Sinta mengikutinya ke ruang tv, beberapa teman sedang menyaksikan berita tv yang tengah memberitakan tentang isu seorang anggota dewan yang suka menjambangi rumah-rumah bordil. Salah satunya adalah Satria Dwiputra Siswoyo. Sinta bahkan baru tahu kalau ternyata Satria adalah seorang anggota dewan. Meski ia tahu beberapa tamunya dulu juga ada yang anggota dewan. Dalam pemberitaan itu ia dan Satria terlihat di kamera cctv sebuah hotel. Sinta terpaku.
* * *