Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merpati Tak Bersayap

30 Mei 2016   22:17 Diperbarui: 30 Mei 2016   22:20 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di sana adalah tempat yang paling aman mas, aku tidak mungkin membawa Sasa ikut tinggal di wisma. Melihat kehidupan di sana, atau malah ikut terjebak di sana. Tidak mas, tidak akan ku biarkan!" sahutnya. Matanya mulai memerah, "cukup aku,"

Satria menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan Sinta, meremasnya lembut, "kau ingin bisa pergi dari wisma?" pertanyaan itu seperti sebuah tawaran. Dan jika harus menjawa, tentu saja ya. Bukan hanya ingin, melainkan sangat ingin. Tapi ia tak bisa pergi karena hutangnya kepada Heru belum lunas.

"Aku harus mas, terima kasih bantuannya!" katanya meloloskan tangannya dari tangan Satria dan membuka pintu, "Sinta!" panggil Satria membuatnya terdiam tanpa menoleh.

"Besok bisakah ku jemput kau lebih awal?"

Sinta memutar tubuhnya hingga mereka kembali bertatapan, "maaf mas, kata bang Heru...besok ada tamu lain untukku!" sahutnya. Mata Satria melebar, "apa?" reaksinya seolah tak rela jika Sinta menerima tamu lain. Tentu saja, selama sebulan ini, setiap malam ia yang selalu menjadi tamunya, ia mulai mengenal siapa gadis itu sesungguhnya. Dan perasaan aneh yang dulu tak ia inginkan justru kini membuatnya tak bisa melepaskan gadis itu.

"Kenapa mas?"

"Tidak, hanya...kau yakin mau menerima tamu itu?" ia bertanya seolah ia tahu isi kepala Sinta, "sudah jadi tanggungjawabku mas!"

Jawaban Sinta cukup membuat dadanya tertusuk. Ia menatap gadis itu memasuki wisma dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia tahu apa yang ia rasakan sekarang dan ia juga tahu apa resikonya.

 

"Apa ini, Satria!" pak Trisno Siswoyo membanting surat kabar dengan wajah putranya terpampang di colom headline dengan artikel yang membuat murka.

Putra keduanya itu, yang ia bangga-banggakan karena selama ini mampu menjadi seorang anggoda dewan yang jujur dan santun. Tiba-tiba saja kepergok oleh media sedang bersama seorang wanita pramusyahwat, dan pasalnya yang tertulis dalam artikel itu. Kedua insan itu sudah hampir satu bulan berhubungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun