"Tapi mas__" kali ini kalimat Sinta harus terpotong karena Satria merengkuh tubuhnya ke dalam dekapannya. Dekapan pertama yang pria itu berikan padanya, melalui dekapan itu..., Sinta benar-benar bisa merasakan cinta yang besar dalam diri Satria. Rasanya ia tak ingin detik itu berakhir, agar cinta yang juga bersemi di hatinya bisa berkembang dan semerbak. Tapi waktu tak pernah hanya diam di satu detik, ia terus akan melaju.
Pok pok pok pok
Suara tepukan tangan harus memisahkan mereka dan menatap sang penabuhnya, "mengharuskan sekali!" seru Heru dengan senyum kecut.
"Bang Heru!" desis Sinta.
"Rupanya ada drama di sini, menarik sekali. Sinta..., apa yang ku katakan padamu. Jangan pernah..., bermain hati dengan para pelangganmu. Itu bisa mengacaukan segalanya!"
"Kau tidak berhak terus menjeratnya dengan alasan hutang yang di milikinya!"
"Tuan..., sebaiknya kau jangan ikut campur. Mohon kembalikan burung daraku?"
Satria menggeleng, "tidak, aku akan membawanya pergi dari sini. Berapapun hutangnya, akan ku lunasi!" tolaknya. Hal itu membuat Heru tampak marah, "kau tahu, ini bukan hanya sekedar soal hutang. Tapi dia sudah menjadi milikku, asetku, jadi kembalikanlah padaku, atau aku terpaksa menggunakan cara kasar!" ancam Heru.
"Kau pikir aku takut!"
Heru semakin geram dengan tantangan Satria, ia melirik anak buahnya di belakangnya. Mereka juga anak buah Fian, pemilik klub itu.
"Mas. Sebaiknya mas pergi dari sini!" suruh Sinta, ia tahu pria-pria itu tukang pukul yang handal. Satria tidak mungkin menang melawan mereka sendirian.