Tiffanipun mulai panik, ia segera menelpon Soni.
"Son, Anna ilang!"
"Apa, ilang. Jangan becanda Fan?" Soni masih belum panik, "siapa yang becanda, kata pemilik rumah ini emang Anna numpang pipis di kamar kecil di belakang rumah. Tapi sekarang nggak ada, aku cuman nemuin antingnya doang!" katanya mulai menangis.
"Serius?"
Roy mendekat, "Anna ilang!" seru Soni. Lalu keduanya langsung berhambue meninggalkan mobil.
* * *
Anna membuka matanya perlahan, masih samar. Ia mengerjap beberapa kali, kepalanya masih sedikit pening oleh aroma yang ia hirup dari sapu tangan yang membungkamnya sampai pingsan. Lalu ia mencoba memperjelas pandangannya, hanya pepohonan yang ia lihat. Dan sosok seorang pria yang hanya ia lihat dari punggungnya.
Pria itu tengah menatap matahari yang sudah bersinar. Ya Tuhan, berapa lama dirinya pingsan? Ia mencoba menggerakan tubuhnya tapi ternyata kedua tangannya terikat. Ia duduk di sebuah kursi kayu, ia pun meronta. Matanya menatap garis-garis di sekitarnya. Ia mengamati garis-garis itu yang akhirnya ia mengenalinya seperti lingkaran yang di sebut lingkaran setan oleh para penganut ilmu hitam di negara barat. Ia mulai semakin panik.
"Kau sudah sadar?"
Suara itu amat ia kenali, ia mengangkat kepalanya untuk menatap dan memastikan. Ia membulatkan matanya lebar ketika memang benar, "Cedrix!" desisnya.
"Iya sayang, ini aku!" katanya mendekat. Pria itu berlutut di depannya, memungut wajahnya, "sebentar lagi kita akan bersama, selamanya..., aku akan melepaskanmu dari tubuh tak abadimu ini!" bisiknya, Anna menatapnya dengan tatapan aneh.