"Maaf jika saya ikut campur tapi....dialah yang sudah mendonorkan ginjalnya kepada Ibu!"
"Apa?"
Semuanya tercengang.
* * *
Aku berjalan lunglai di pinggiran jalan raya selepas dari gerbang rumah sakit, ku rasakan tenggorokanku gatal. Aku pun terbatuk-batuk, ku tutup mulutku dengan tangan dan....berdarah, kulihat cairan merah di tanganku yang keluar dari mulut. Rasa nyeri di jahitanku terasa semakin perih. Ku lihat bajuku yang mulai berlumur darah, aku pun membukanya untuk melihat apa yang terjadi, jahitanku terlepas. Darahnya mengalir deras, mengucur keluar. Apakah dokter tak menjahitnya dengan benar? Kepalaku pusing sekali, tapi aku tetap berjalan menuju masjid di seberang rumah sakit. Aku tak mau mati kehabisan darah di jalanan seperti anjing liar. Tapi aku tak sampai menggapai teras masjid, tubuhku sudah terlanjur jatuh ke tanah. Ku coba menekan lukaku, berharap darahnya mau berhenti mengalir. Tapi tak bisa, apakah ini hukuman? Dan aku akan mati di jalanan?
"Indah....!"
Aku seperti mendengar suara Ibu, seandainya itu nyata!
"Indah....!"
Sekali lagi suara Ibu terdengar.
"Indah!"
Kali ini ku dengar langkah kaki mendekatiku di iringi seruan namaku, aku mengenali suara itu. Itu suara Ibu dan itu....bukan khayalanku. Itu benar-benar suara Ibu, kurasakan tangannya menggapai tubuhku.