Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Edelweiss

27 Maret 2015   12:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Waalaikum salam....waroh....., hati-hati nduk!"


Dalam sekejap sepertinya aku sudah menghilang dari pandangan Bude, menapaki kakiku di jalanan untuk mencari ojek. Kakiku bisa gempor kalau harus naik ke puncak dengan jalan. Sudah lima hari aku tinggal di rumah Pakde, kakak dari Bunda. Aku berada di sini bukan hanya untuk sekedar berkunjung, tapi aku sedang lari. Lari dari rasa sakit yang tak kuasa aku tahan seorang diri.


Beberapa bulan lalu aku sempat duduk di pelaminan, bukan untuk bersanding dengan orang yang aku cintai. Memang seharusnya itu menjadi hari pernikahan kami, tapi dia pergi menghilang entah kemana? Aku duduk di balik meja di depan pengulu. Dimana seharusnya ku ucapkan janji suci sehidup semati bersama Dava. Tapi aku hanya duduk termangu disana di saksikan oleh kerabat dan teman yang di undang hingga semuanya bubar, tubuhku pun berpindah ke kamar karena aku pingsan. Kedua orang tua Dava bilang mereka tidak tahu Dava ada di mana dan kenapa dia menghilang. Aku mencarinya kemana-mana tapi semuanya bilang tidak tahu. Seminggu kemudian aku malah mendengar kabar dari temanku bahwa Dava menikah dengan Tari. Tari, siapa Tari? Aku bahkan tak mengenalnya. Di hari pernikahanku Dava bukan hilang tapi sengaja menghilang, sengaja bersembunyi karena saat itu Tari sedang hamil 6 minggu. Hamil 6 minggu, betapa hancur hatiku. Aku tak mengira pria yang ku pikir berhati baik itu ternyata bejat juga. Entah sejak kapan dia kenal Tari dan menjalin hubungan dengannya. Padahal kami menjalin hubungan sudah hampir 3 tahun, dan harus kandas begitu saja.


Rasa malu tak hanya ku tanggung sendirian, tapi Ayah dan Bunda lebih malu lagi karena putrinya di tinggal pergi mempelai laki-laki di hari pernikahannya. Aku sempat drop beberapa hari di rumah sakit, setelah itupun aku menghindari dunia luar hingga beberapa bulan, menghindari teman-teman kantor, tetangga, teman bermain. Yang membuatku tambah sakit, orangtua Dava tahu itu tapi pura-pura tidak tahu, kenapa mereka tidak bilang di hari sebelumnya. Jadi hari H itu pasti bisa di hindari, Ayah dan Bunda tak harus menanggung rasa malu sebesar itu. Rasanya sulit sekali menerima kenyataan itu, sulit untuk bisa melupakan Dava. Itu sebabnya Bunda menyarankan aku agar mengambil liburan ke tempat Pakde.


Dieng Plateau memang indah dan damai, tempat ini juga tak pernah sepi dari pengunjung. Entah itu pelancong lokal maupun asing, ku jepret saja semua yang ku lihat dengan kameraku. Aroma belerang yang tajam terkadang menusuk hidungku, asap dari lingkaran kawah besar cukup mengaburkan pandagan pula bila mendekat. Tapi hampir semua pengunjung menikmatinya. Dan beberapa candi yang tidak terlalu tinggi, saat asyik mengabadikan beberapa objek tiba-tiba saja muncul seseorang yang belakangan selalu membuatku kesal, meski dia juga sedikit membawa penghiburan bagiku. Berpose semaunya di depan lensa kameraku. Jadi ku turunkan kameraku,


"Loh...kok ndak jadi, saya kan sudah dandan kaya' foto model gini!"

"Kenapa sih kamu selalu ngganguin aku?"

"Loh....kok nanya saya, tanya sama Pakde. Kan Pakde yang nyuruh saya buat jagain kamu selama tinggal di sini!"


Ku lempar wajahku darinya, kembali menjepret objek lain. "aku bisa jaga diri!" sahutku. "Jangan galak-galak to mbak Edel, nanti cantiknya pindah loh...!"


"Kaya'nya kamu dekat banget ya sama Pakde?"

"Ya....secara Pakde itu kan pak Kades, lah bapak saya bendaharanya. Ndak cuma itu, lawong mereka memang teman dari orok!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun