DONGHAE'S DIARY
CHAPTER 52
DESTINY
"Hae, kau sebenarnya kenapa sih? Kenapa bolak-balik seperti itu terus?"
Akhirnya aku berhenti berjalan mondar-mandir keluar masuk kamarku dan ruang tamu setelah lima menit lamanya (sepertinya sih), setelah mendengar keluhan Sungminnie. Dia sedang duduk di sofa, membaca tumpukan majalah yang baru saja diambilkan Mimi dari kantor agensi, menikmati waktu santainya.
"Aigo... mian, Sungminnie, apa aku mengganggumu?" tanyaku.
"Secara tidak langsung sih begitu. Kenapa sih kau seperti cacing kepanasan begitu? Apa karena kau kedinginan? Salju pertama belum turun lho," jawab Sungminnie panjang.
"Bukan begitu. Aku... memikirkan Julie. Dia tidak menjawab teleponku hari ini."
"Aigo, Hae, mungkin dia sibuk. Setauku, dia mengajar banyak kelas belakangan ini, kan?"
"Tapi kan seharusnya dia punya waktu untuk setidaknya membalas pesanku."
"Memangnya kau itu siapanya dia sih sampai dia wajib membalas pesanmu?"
Pertanyaan Sungminnie yang barusan menusuk otakku. Dia benar, memangnya aku siapanya Julie? Sudah sepuluh hari sejak hari terakhir Julie mengajari kami bahasa Inggris, dan pada akhir Oktober, kursus kami diakhiri. Aku benci dengan keputusan ini, karena itu artinya aku tidak bisa melihat Julie lagi. Memang sih secara tidak langsung Julie masih menjadi guru kami, karena tiga hari yang lalu Mimi baru mengundangnya ke kantor agensi untuk mengajari kami pronounciation selama lima jam penuh, tapi aku tidak bisa regular ketemu dia lagi seperti dulu.
"Sungminnie, aku suka Julie."
"Semua orang tau itu, Hae, tapi kau berucap saja tidak ada gunanya. Kau harus berusaha mendekatinya," nasehat Sungminnie.
"Sudah. Aku selalu meneleponnya dan mengajaknya keluar, tapi dia tidak pernah mau kencan denganku. Aku jadi khawatir aku sudah mulai tua dan pesonaku berkurang."
"Apa kau gila, Hae? Umur kita masih 23, dan kita sama sekali tidak terlihat tua."
"Jadi apa salahku, Sungminnie?"
"Kenapa kau tidak tanyakan pada Yifang, sih? Dia kan dekat sekali dengan Julie."
Ketika Sungminnie menyebut nama Yifang, wajah ceria Yifang langsung muncul di benakku. Benar juga, aku memang bodoh! Aku kan punya Yifang, kenapa aku harus khawatir? Aku bisa mengorek segala sesuatu tentang Julie dari Yifang! Aku langsung berlari melesat ke kamarku untuk meraih ponsel, lalu mencari nama Yifang di phonebook-ku...
"Aku pulang," aku mendengar suara Wookie tiba-tiba.
"Anyong, Umin oppa," dan itu suara Yifang.
Aku kembali berlari keluar untuk melihat Yifang dan Wookie bergandengan tangan memasuki apartemen. Keduanya kini memandangiku karena langkahku yang kedengaran terburu-buru.
"Lho, ada Hae juga..."
"Yifang, aku mau Tanya padamu. Wookie, pinjam Yifang sebentar," pintaku, langsung menarik lengan Yifang.
"Silakan," ucap Wookie.
"Oooooiii," protes Yifang.
Aku menariknya masuk ke kamarku. Yifang duduk di ranjangku dan melipat tangannya di depan dada, memandangiku heran.
"Ada apa sih?"
"Julie," jawabku.
"Julie kenapa?"
"Yifang... tolong aku dong. Aku suka pada Julie, tapi aku tidak bisa mendekatinya. Dia tidak suka padaku atau bagaimana sih?"
Yifang menggaruk-garuk kepalanya.
"Err... tentang itu yah..."
Yifang kelihatan bingung. Aku langsung duduk di sampingnya dan mengguncang-guncang tubuhnya.
"Ayo dong Yifang... meski kau sahabatnya, kau kan sahabatku juga..."
"Kurasa Julie suka padamu sih, Hae, hanya saja... kau tau kan, dia itu guru kalian. Apa kata orang-orang kalau dia pacaran denganmu?"
"Siapa peduli? Yang penting kami saling suka," tukasku.
"Yang peduli adalah agensimu. Apa kau lupa, aku sudah pernah diberi kesusahan oleh agensimu?"
"Hmm... tapi aku menyukainya. Bagaimana ini? Masa sih kali ini aku harus patah hati lagi?"
"Aigo... aku kasihan juga denganmu, Hae. Begini saja, aku beri alamat tempatnya bekerja, selanjutnya kau berusaha sendiri yah."
"Benarkah, Yifang? Boleh, boleh..."
Aku mencarikan kertas dan pena untuk diberikan pada Yifang, dan Yifang menuliskan alamat yang sepertinya lumayan kukenal di daerah Seoul.
"Kurasa kalau kau berusaha lebih giat, Julie bisa menyerah akhirnya. Hwaiting, Hae..."
"Ne, gomawo, Yifang..."
Yifang tersenyum dan meletakkan tangan di kedua bahuku. Dengan sedikit suntikan semangat, aku akan berusaha. Tunggu aku, Julie...
Keesokan harinya, kebetulan sekali jadwalku kosong. Aku meminjam Mazda Kibummie dan memarkirnya di dekat gedung tempat Julie mengajar. Menurut Yifang, hari ini Julie akan selesai mengajar pada jam tiga sore, tapi sudah setengah jam, orang yang kutunggu belum keluar.
"No, I think I can't teach that class. You know, beside my regular schedule, sometimes I have to teach KRYSD."
Aku membuka kaca mobil karena mendengar suara yang kukenal. Ternyata itu benar, aku melihat Julie yang memakai blazer ungu keluar dari gedung bersama seorang yeoja yang lebih kurus darinya. Aku selalu suka melihat Julie memakai blazer, dia kelihatan dewasa, apalagi ditambah sepatu high heels begitu. Â Kadang aku heran juga kenapa seleraku bisa berpindah dari tipe yeoja seperti Xili yang lebih suka memakai kaos dan jeans ke yeoja seperti Julie. Sudahlah, aku tidak mau ambil pusing. Mungkin jodohku sudah tiba.
"Ah, you're right. I really envy with you, you can be that close with those handsome boys," ucap temannya.
"Yes, they're handsome, you're right," ujar Julie.
"According to you, whose the best among them? I really like Yesung and Donghae, but I prefer Donghae. He's sweet."
"Me? Hmm... I don't know. I think they're just the same."
"Why don't you take avantage of this chance? You can date one of them if you want!"
"Don't say like that, Maria. Do you forget that one of our rule here is..."
"Yes, I remember, but you can do it secretly..."
"I don't have enough courage to do that. Beside that, I've told you that in my eyes they're the same."
"Hahaha... ok... ok... then I'll go back first, see ya tomorrow, Julie..."
"Yes, see ya, Maria..." kata Julie sambil melambai.
Untung aku sudah cukup bisa mengerti percakapan mereka. Memangnya peraturan tempat Julie bekerja apa? Jadi di antara kami... tidak boleh punya hubungan?
"Julie!" panggilku.
Julie tersentak kaget dan menoleh kesana kemari untuk mencari siapa yang tadi sudah memanggilnya. Aku keluar dari mobil supaya Julie bisa melihatku dengan jelas.
"Donghae?"
"Julie, ayo kita makan sama-sama."
"Donghae... kenapa kau bisa ada disini? Aku kan sudah bilang, aku tidak mau pergi denganmu."
"Yifang memberiku alamatmu. Memangnya kenapa kau tidak mau pergi denganku? Apa karena peraturan tempatmu bekerja? Memangnya apa peraturannya?"
"Itu bukan urusanmu, aku tidak akan memberitaumu."
"Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu, Donghae. Thank you. Jangan temui aku lagi lain kali kecuali saat aku mengajarmu."
"Tapi aku..." dia sudah pergi.
Sial, kenapa aku tidak mengejarnya saja? Julie... sebenarnya ada apa? Peraturan dibuat untuk dilanggar, kan? Kalau Yifang bilang dia sebenarnya menyukaiku, kenapa sikapnya bertolak belakang dengan pernyataan Yifang? Yifang juga sudah tutup mulut dan tidak mau cerita apa-apa lagi selain memberiku semangat untuk mengejar Julie. Hmm... aku tidak boleh menyerah secepat ini kan?
"Bosan sekali rasanya."
Sosok Kyu tiba-tiba muncul di ambang pintu kamarku dan membuatku kaget. Aku yang lagi menghadapi kertas-kertas notku jadi buyar konsentrasinya. Aku nyaris lupa kalau sekarang ada Kyu di apartemen.
"Bukannya kau lagi main game baru yang dibelikan Hangeng hyung?" tanyaku heran.
"Sudah tamat," jawabnya lugu.
"Dasar anak gila. Kau main itu selama dua jam dan sudah tamat?"
Kyu mengangguk, sedangkan aku geleng-geleng kepala. Tidak pernah ada yang bisa mengimbangi kegilaan Kyu pada game kecuali mungkin Yifang dan Yesung hyung kalau mereka lagi mood. Masa game yang seharusnya dimainkan lebih dari 8 jam baru bisa tamat, dia hanya mainkan dalam dua jam?
"Kita keluar yuk hyung."
"Kemana?"
"Tadi Siwon hyung bilang apa kita mau ikut dia dan Meifen pergi ke pasar malam. Kurasa mereka belum pergi, baru lima menit yang lalu dia menelepon, dia di apartemen bawah."
"Ah, boleh juga sih. Lagipula ideku untuk menulis lagu sedang tersendat. Ayo kita keluar saja."
"Tidak perlu banyak menyamar, toh mereka tidak akan mengenali kita di tempat yang ramai."
Begitulah jadinya, sepuluh menit kemudian kami sudah di Hyundai Siwonnie untuk ke pasar malam. Jujur saja, karena kesibukan kami, rasanya aku sudah lebih dari setengah tahun tidak pernah ke pasar malam lagi. Meifen malam ini memakai hanbok berwarna oranye tua, kelihatan cocok dengan warna kulitnya yang cerah, cantik dan anggun. Hhh... andaikan aku punya pacar, aku bisa mengajaknya juga sekarang.
"Ayolah, Hae, mukamu jangan begitu. Kau harus senang-senang malam ini, oke?" pinta Siwonnie.
"Ne, mudah-mudahan aku bisa deh," ucapku.
Aku sudah lupa betapa ramainya pasar malam. Orang-orang berpakaian warna-warni, dari anak-anak sampai orangtua semuanya berkeliaran di taman yang dijadikan areal pasar malam. Ada banyak bunyi-bunyian dan bau wangi mengoar.
"Aku mau makan," kata Meifen, menunjuk stand cumi-cumi bakar.
Akhirnya kami semua mengikuti Meifen kesana. Sementara menunggu cumi-cumi dibakar, aku memandangi keadaan di sekitarku sekali lagi. Jarang sekali ada orang yang tidak mengenali kami, dan jujur aku senang begini bebas.
"Eh, kenapa kau hanya mengembalikan 2100 Won padaku?"
Aku menoleh dan melihat seorang yeoja di kejauhan yang sedang menjilati lollipop besar di tangan kirinya, dan di atas tangan kanannya yang terbuka, ada beberapa lembar uang Won. Si yeoja memakai hanbok cokelat muda. Hmm... warna yang unik.
"Tentu saja 2100 Won, tadi kan kau berikan 10000 Won padaku," jawab ahjussi yang menjual berbagai macam aksesoris rambut.
"Bukannya jumlah belanjaanku 5000 Won?" Tanya si yeoja lagi.
"Kau salah dengar, agassi... jumlah belanjaanmu tadi 7900 Won."
"Oh ya? Tapi seingatku..."
"Sudahlah agassi, kau salah mengingat. Pulanglah."
Si yeoja memasukkan uang kembali ke tas kecilnya dengan tampang kebingungan.
"Eh, yeoja itu..." celetuk Kyu.
"Lho, kau kenal dia?" tanyaku.
"Dia yeoja yang menolong Kkoming yang nyaris dilindas mobil."
"Oh? Dia? Kok aneh ya, kebetulan sekali bisa melihatnya disini?"
"Ne, aneh."
"Nih, cumi-cumimu, Hae," ucap Siwonnie sambil menyodorkan dua batang cumi-cumi pesananku.
"Berikutnya main yuk," ajak Meifen.
"Ayo... main ayo..." seru Kyu semangat.
Ini anak kalau soal main memang nomor satu. Akhirnya kami menuju stand permainan yang ramai sekali. Kyu berhasil melempar jatuh beberapa boneka dengan bola basket, dia menghadiahkan satu boneka anjing untuk Meifen, satu boneka kodok yang katanya ingin dia berikan untuk Xili, dan dia sendiri menyimpan boneka doraemon besar, entah untuk apa. Setauku sih dia tidak suka boneka. Dia bukan Wookie atau Sungminnie.
"Ayo kita ambil minuman gratis," ajak Siwonnie padaku.
Kami melempari botol-botol minuman dengan gelang-gelang di tangan kami, sedangkan di samping kami, Meifen bersorak menyemangati kami.
"Ayo berikan uangnya. Aku berhasil menangkap enam ikan dan dua udang."
Aku yang sudah selesai melempari gelang-gelang dan mendapatkan dua botol minuman, menoleh ke stand sebelah. Ternyata Kyu juga menoleh begitu mendengar suara itu. yeoja yang tadi lagi. Dia berjongkok untuk menangkapi ikan dan udang dengan jala kecil, menyerahkan hasil tangkapannya di dalam kantong untuk si penjaga stand. Si penjaga stand memberikan uang untuk si yeoja dan menumpahkan kembali hasil tangkapannya. Lollipop di tangan yeoja tadi sekarang ukurannya sudah sangat kecil, dan dia mengulumnya sambil menghitung uang.
"Eh? Kenapa hanya memberiku 4100 Won?" tanyanya.
"Apa kau tidak bisa menghitung? Satu ikan 700 won dan satu udang 200 won," jawab si penjual tidak sabar.
"Tapi... aku menangkap enam ikan dan dua udang, harusnya lebih dari ini dong..."
"Kau menangkap lima ikan dan tiga udang. Kau ini bagaimana sih, itu saja tidak bisa menghitung!"
"Tapi... tapi..."
Tiba-tiba, tanpa kusangka-sangka, Kyu melangkah melewatiku dan berjongkok di samping yeoja itu.
"Ahjumma, kenapa harus berbohong hanya demi 500 Won? Anda kan sedang berbisnis, kenapa tidak jujur?" Tanya Kyu.
"Kau ini siapa? Kenapa ikut campur dan bilang seperti itu? kau mau memfitnah ya," cela si ahjumma.
"Aniyo, aku hanya mengatakan kenyataannya. Tadi aku melihat yeoja ini menangkap enam ikan dan dua udang. Kau sengaja dengan cepat menumpahkan kembali tangkapannya supaya kau bisa membayar lebih murah."
"Kau..."
"Ahjumma, tapi aku tadi benar-benar menangkap enam ikan..." kata si yeoja.
"Arasso, ini 500 Won lagi, puas? Berhenti menggerecokiku dan pergi dari hadapanku!"
Si ahjumma memberikan selembar uang 500 Won pada si yeoja. Tanpa banyak bicara lagi, Kyu menarik tangan yeoja tadi dan membawanya tak jauh dari tempatku berdiri.
"Lain kali harus hati-hati, jangan mudah dibohongi," ucap Kyu.
"Ng... yah... tadi aku pikir aku salah hitung atau apalah," kata si yeoja, kedengaran tidak enak.
"Berjanjilah untuk hati-hati, oke?"
"Ne..."
Kyu berbalik berjalan menuju arah kami.
"Eh... kau... kau kan namja yang waktu itu? temannya namja yang anjingnya nyaris dilindas itu?"
"Kau baru ingat rupanya? Aku pikir kau sudah ingat dari tadi."
"Aniyo, tadi aku sempat lupa. Ng... gamsahamnida, kau sudah menolongku lagi."
"Gwaenchana... aku hanya melakukan apa yang menurutku memang perlu."
"Ng... namamu?"
Kyu kembali berjalan mendekatinya, lalu aku yakin sekali Kyu pasti tersenyum padanya karena si yeoja terlihat tertegun.
"Apa kau tidak mengenaliku?" Tanya Kyu.
"Aku... hanya... kau benar-benar Cho Kyuhyun?"
"Begitulah. Dan kamu?"
"Aku... Yensin..."
"Yensin? Nama yang unik, aku akan selalu mengingat nama itu."
"Bagaimanapun, Kyuhyun-sshi... gamsahamnida."
Aku melihat Kyu menganggukkan kepalanya lalu kembali ke arah kami. Mata si yeoja yang memang sudah besar dan bulat terlihat semakin besar ketika terpancang pada kami, kurasa dia mengenali kami. Aku menundukkan kepalaku sedikit padanya.
Aku menepuk bahu Kyu, "Kyu, menurutku dia lumayan manis."
"Yah, oke juga sih. Tapi menurutku, yang itu pasti lebih manis bagimu," kata Kyu sambil menepuk bahuku.
Kyu memutar badanku ke arah belakangku dan seketika mataku langsung melihat seorang yeoja yang bayangannya selalu memenuhi hari-hariku belakangan ini: Julie. Selain cantik dalam balutan blazer, ternyata Julie juga cantik ketika memakai hanbok bercorak keperakan. Aku tidak tau atau tidak mau peduli dia pergi dengan siapa saat itu, tapi kakiku otomatis melangkah ke tempatnya berada.
"Julie?"
Julie tersentak ketika melihatku, tapi aku juga tersentak karena melihat ada namja di belakangnya yang menoleh ketika aku memanggil Julie.
"Julie, dia siapa?" Tanya si namja, meletakkan tangannya di bahu Julie.
"Ng... Yonghwa oppa, dia muridku. Kurasa oppa pernah melihatnya, dia Lee Donghae," jawab Julie.
Otakku berputar sangat lambat hingga baru akhirnya aku mengerti kalau Yonghwa ini adalah pacarnya Julie. Lihat saja tangannya yang menggenggam erat bahu Julie seakan melindunginya. Pacar... Julie?
"Ng... Donghae, kau punya waktu luang untuk ke pasar malam juga? Kau pergi dengan siapa?"
Aku menunjuk ke punggung teman-temanku, "disitu ada Meifen, Siwonnie dan Kyu. Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu, Julie, selamat bersenang-senang."
"Ng... kau juga."
Aku membalikkan badanku dan merasa hatiku begitu sakit ketika berjalan kembali menuju teman-temanku. Kenapa aku tidak pernah tau kalau Julie sudah punya pacar? Itukah alasan sebenarnya sehingga dia tidak mau jadi pacarku? Tapi aku mencintainya... apa yang harus kulakukan?
AUTHOR SPECIAL'S POV
       "Julie... Julie..."
"Ng... eh, Yonghwa oppa?"
Julie baru tersadar dari lamunannya. Ternyata dia dari tadi hanya memandangi ramen berasap di hadapannya tanpa menyentuhnya sama sekali.
"Kau kenapa?" Tanya Yonghwa dengan pandangan menyelidiki.
"Ah, aniyo, oppa..."
"Yang tadi itu... Lee Donghae dan teman-teman KRYSD-nya ya?"
"Ya, beberapa... ada juga teman di luar grup-nya."
"Kau dan mereka akrab?"
Julie kini memandangi namja di hadapannya yang sudah berhubungan dengannya selama 4 tahun terakhir.
"Aku cukup akrab dengan yang yeoja, tapi kalau dengan yang lainnya hanya ada hubungan sebagai guru dan murid."
"Aku harap kau memang begitu, Julie. Aku tidak ingin kau berpaling dariku."
"Kurasa oppa juga cukup paham bahwa antara guru dan murid ada peraturan yang ketat dari tempatku bekerja?"
"Aku hanya ingin lebih mengingatkannya padamu, Julie," tegas Yonghwa.
Julie makan sambil sibuk berpikir. Apakah benar yang dia lakukan... selalu menolak Donghae dan mempertahankan hubungannya dengan Yonghwa? Yonghwa bukannya tidak baik untuknya, toh mereka sudah berhubungan selama empat tahun. Hanya saja... Julie agak merasa bosan dengan hubungan mereka yang terasa datar. Lagipula alasan mereka berpacaran adalah...
"Apa katamu? Dijodohkan?"
Teriakan Yifang yang dari dalam kamarnya di apartemen mungkin bisa tembus hingga ke luar apartemen. Julie cemas dan gelisah.
"Yifang, jangan berteriak sekencang itu dong," hardik Julie.
"Tenang saja, toh tidak ada orang. Tapi apa benar yang kau katakan itu Julie, kalau kau dan Yonghwa-sshi itu dijodohkan?"
"Ne, memang benar. Ommaku dan appanya adalah sahabat baik dari mereka berumur 10 tahun, jadi mereka sudah membuat janji untuk menjodohkan anak mereka kelak."
"Zaman apa ini masih ada perjodohan seperti itu... jadi di antara kalian tidak ada rasa cinta?"
"Tidak bisa dibilang begitu juga sih, aku sayang padanya, lagipula dia juga memperlakukanku dengan baik."
"Itu karena kewajiban, kan? Itu karena Yonghwa akan sangat tidak enak kalau mengecewakan orangtua kalian tentang perjodohan ini kan?"
"Ehm... aku tidak tau."
"Tapi kau pasti lebih tau dengan perasaanmu sendiri. Kau lebih mencintai Hae dari Yonghwa, kan? Tapi di sisi lain, kau juga tidak berani menolak perjodohan ini," tegas Yifang.
"Aku..."
"Kasihan Hae. Dia pasti terkejut sekali melihatmu berjalan dengan Yonghwa-sshi. Julie, aku tidak tau apa langkah Hae selanjutnya, meskipun aku berharap Hae masih akan berusaha mengejarmu."
Julie kembali termenung dan mempertimbangkan pendapat Yifang. Sedangkan dia sendiri tidak tau apa yang harus dia lakukan.
DONGHAE'S POV
"Yeah, akhirnya syuting MV kita selesai juga!" seru Kyu lega.
Ya, benar, memang menyenangkan rasanya tau bahwa syuting MV pertama kami selesai. Tapi sebenarnya aku sedikit khawatir memikirkan jadwal promosi yang akan mulai padat minggu depan. Tapi mungkinkah itu malahan bagus untukku? Jadi aku tidak perlu memikirkan Julie dan menjalankan hidupku dengan normal...
"Hae, ayo pulang," ajak Yesung hyung yang baru saja masuk mini van.
"Err... bagaimana kalau kalian pulang duluan? Aku... kepingin jalan-jalan sebentar," usulku.
"Apa oppa tidak apa-apa?" Tanya Yingmin, kedengarannya cemas.
Aku tersenyum tipis padanya, "tak apa. aku hanya perlu jalan untuk menghilangkan rasa lelahku."
Wookie memandangi langit, lalu masuk ke dalam van dan keluar kembali sejurus kemudian.
"Hyung, bawa payung. Â Menurut ramalan, hari ini kemungkinan salju pertama akan turun. Ini untuk bersiap-siap, oke?" ucap Wookie.
"Gomawo. Aku pergi jalan duluan kalau begitu."
Aku membiarkan saja kakiku melangkah menuju arah yang dia suka, toh aku tidak tau mau kemana. Aku melihat mini van Mimi sudah berjalan menjauh. Aku ingin waktu kosong untuk memikirkan... apa aku masih berani mendekati Julie? Dia sudah punya pacar... kenapa nasibku selalu begini? Selalu tidak bisa dengan mulusnya menyukai seorang yeoja dan memilikinya? Mungkin alasan Julie tidak membiarkanku dekat dengannya adalah... karena dia punya pacar? Hhh... Lee Donghae... dalam urusan cinta, kau tidak seberuntung seperti karirmu sepertinya. Ah... kenapa aku... bisa sampai disini? Aku... sudah berdiri berseberangan dengan tempat Julie mengajar kursus. Julie... aku tidak tau apa yang harus kulakukan... tolong beritau aku, tolong tunjukkan padaku, andaikan kau juga memiliki perasaan yang sama, mungkin aku berani untuk mengejarmu. Sebutir salju dingin yang jatuh ke pipiku membuatku menundukkan kepalaku. Ah, Wookie benar, hari ini turun salju. Aku akan istirahat sebentar di resto Italia itu dan makan sesuatu yang hangat. Aku makan pizza dan minum cappuccino, sambil sesekali memandang ke gedung di luar, siapa tau bisa bertemu Julie. Tapi langit sudah gelap ketika aku masih tidak melihat sosoknya dan akhirnya memutuskan untuk pulang saja. Lagipula salju turun semakin deras dan aku kurang punya persiapan baju hangat malam ini. Begitu keluar restoran, aku sudah siap membuka payung. Tapi mataku beralih pada seorang yeoja yang berlarian di tengah turunnya salju. Dia sepertinya tidak memakai baju hangat yang cukup, bahkan tidak membawa payung. Dia juga tidak bisa berlari cepat dengan memakai high heels begitu, dan sosoknya... tunggu... itu...
"Julie?" cobaku, "JULIE?"
Dan yeoja itu terjatuh tersandung tumpukan salju di depannya. Aku berlarian mendekatinya, karena sekarang sosoknya sudah tidak jauh dari resto tempatku berdiri. Semakin aku mendekatinya, semakin aku yakin bahwa itu memang Julie. Dia memakai blazer biru safir hari ini, dengan high heels dan syal berwarna senada, rambut panjangnya jatuh menutupi wajahnya.
"Julie, gwaenchana? Apa ada yang terluka? Bisa berdiri? Kenapa kau berlarian disini?"
Aku tidak tau bagaimaa Julie harus menjawab, yang pasti aku sangat khawatir dengan keadaannya. Apa yang dia lakukan sebenarnya? Aku melihatnya terengah-engah dan aku membantunya berdiri. Tapi aku terkejut begitu melihat wajahnya: dia menangis! Dia meletakkan kedua tangannya di lenganku, seolah hanya mengandalkanku sebagai tumpuan berdirinya sekarang.
"Julie... Julie... waeyo? Ada yang sakit? Ayo pulang, aku akan membawamu ke Leeteuk hyung. dia bisa mengobatimu..."
"Dia mengkhianatiku."
Suara Julie yang bergetar ketika berbicara denganku membuat hatiku sakit. Air mata yang masih mengalir itu membuatku gelisah.
"Nugu?" tanyaku waspada.
"Yonghwa oppa. dia mengkhianatiku. Tapi dia tidak ingin putus denganku. Dia ingin kami tetap menjalani hubungan perjodohan ini, tapi dia ingin berpacaran dengan yeoja itu, bukan denganku."
"Pacarmu... berkata begitu? Dijodohkan? Julie, tolong jelaskan. Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Jadi untuk apa aku berusaha mempertahankan hubungan kami selama ini? Ternyata dia memang tidak mencintaiku! Aku melihatnya mencium yeoja itu, dan ketika menyadari keberadaanku, dia bilang dia tidak mencintaiku, tapi juga tidak ingin perjodohan kami diakhiri."
"Kalau begitu akhiri saja perjodohan omong kosong itu, Julie!"
"Tapi aku tidak ingin ommaku kecewa..."
"Dan mengorbankan sisa hidupmu untuk dihabiskan bersama orang yang tidak mencintaimu dan tidak kau cintai?"
"Aku tidak berani mengatakannya pada omma..." seru Julie, air matanya belum berhenti.
"Kau pantas mendapatkan namja yang lebih baik daripada namja yang brengsek seperti dia, Julie! Teganya dia menyakiti seorang yeoja!"
"Aku... aku tidak punya keberanian..."
"Kau punya, karena aku bersamamu. Julie, ayo temui ommamu bersamaku! Katakan aku adalah pacarmu!"
"Donghae, apa kau gila?"
"Aku tidak gila, Julie, aku mencintaimu! Dan aku bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih baik dari yang bisa si brengsek itu lakukan! Karena aku Lee Donghae! Dan aku tidak akan menyakitimu, tidak akan mengkhianatimu!"
"Tidak... kau tidak bisa, Donghae."
"Waeyo? Asal kau mencintaiku, Julie, asal kau memberiku kesempatan dan kau memberanikan diri..." seruku, mengguncang tubuh Julie dengan tidak sabar.
"Aku hanya akan merepotkanmu! Aku hanya akan membuatmu menderita!"
"Apa maksudmu? Aku rela melakukan apapun... Julie? Julie!!!"
Julie tiba-tiba ambruk ke pelukanku dan aku yakin dia pingsan setelah merasakan berat tubuhnya yang jadi bertambah. Wajahnya yang basah oleh air mata itu terlihat pucat, bibirnya membiru, nafasnya sesak...
"JULIE! JULIE, BERTAHANLAH!"
"Untung kau membawanya pulang tepat waktu, Hae."
Leeteuk hyung merapikan kembali peralatan kedokteran yang tadi dipakainya untuk memeriksa Julie. Dalam keadaan kalut, aku berhasil memanggil taksi dan membawa Julie pulang ke apartemen. Beruntung ada Sungminnie yang sigap membantuku dan ada Leeteuk hyung yang ternyata tidak lembur bertugas hari ini. Aku merapikan selimut di atas tubuh Julie. Sekarang wajahnya sudah tidak sepucat tadi lagi.
"Dia nyaris membeku, dan keadaan tekanan darahnya sama sekali tidak stabil. Aku takut sebenarnya ada sesuatu yang tidak beres dengan darahnya," jelas Leeteuk hyung, "jadi aku sekalian mengambil sampel darahnya untuk kucek di laboratorium besok."
"Hyung, apakah ada sesuatu yang gawat?"
"Aku tidak berani memastikan. Lebih baik kau tanyakan juga padanya kalau dia sudah siuman nanti."
Leeteuk hyung keluar kamar untuk meninggalkanku berdua saja dengan Julie. Aku mengecek pemanas ruangan untuk menjaga suhu tubuh Julie agar kembali ke suhu normal. Aku sendiri juga lumayan kedinginan. Otakku dipenuhi kata-kata terakhir sebelum Julie pingsan. Apa maksudnya merepotkanku? Apakah ada hubungannya dengan... suatu penyakit?
Julie membuka matanya perlahan, "Dong... Hae?"
"Aku disini, Julie, aku di sampingmu."
Julie menolehkan kepalanya dan bertemu pandang denganku.
"Kau tadi pingsan dan aku membawamu ke apartemen. Leeteuk hyung sudah memeriksamu, syukurlah tidak terjadi sesuatu yang gawat denganmu."
"Donghae, gomawo..."
"Julie, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Kurasa aku sudah menjelaskannya padamu tadi, Donghae. Pacar yang sudah berhubungan denganku selama empat tahun terakhir... tadi aku tidak sengaja melihatnya waktu pulang kerja, melihatnya berciuman dengan seorang yeoja..." jelas Julie, "aku langsung menanyakan kenapa dia melakukan itu... dan dia bilang dia tidak mencintaiku. Dia bilang dia tidak ingin mengakhiri perjodohan ini, bersedia menikahiku, tapi dia juga ingin menjadikan yeoja itu kekasihnya."
"Dan kau rela dengan keputusannya itu?"
"Hae, aku tidak punya keberanian untuk mengecewakan ommaku..."
"Aku sudah katakan tadi, aku tidak akan membiarkan kau mengorbankan kebahagiaanmu. Ayolah, Julie, bersikaplah berani. Aku akan menemanimu..."
"Donghae, aku menderita penyakit aneh! Aku selalu mengalami anemia sejak kecil, dan aku harus selalu ke rumah sakit setiap sebulan sekali untuk menerima suplai darah! Aku lemah, aku tdak bisa merepotkanmu dengan keadaan begini! Aku sudah cukup berterimakasih Yonghwa mau menerima keadaanku selama ini..."
"Memangnya kenapa? Memangnya aku tidak bisa menerima keadaanmu? Aku bisa memperlakukanmu jauh lebih baik daripada apa yang sudah Yonghwa lakukan!"
Julie, berilah aku kesempatan... apa yang membuatmu mempertimbangkan aku begitu lama? Kenapa kau masih mau berhubungan dengan orang yang justru sudah terang-terangan mengkhianatimu?
"Mianhae, Donghae, tapi aku tidak bisa melakukannya," kata Julie, berdiri tiba-tiba dari ranjang, "aku berterimakasih untuk segalanya, tapi... aku tidak bisa."
Julie dengan cepat berlari keluar kamar, meninggalkan aku yang terpaku duduk di tempatku.
"Hae, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Julie terburu-buru begitu?" Tanya Sungminnie yang muncul di ambang pintu kamarku.
Aku tidak tau bagaimana menjawab Sungminnie, juga tidak tau apa yang sebaiknya kulakukan. Aku benar-benar bingung, tidak tau apa yang sebenarnya Julie pikirkan. Tapi aku tidak akan menyerah, setidaknya untuk sekarang, hingga aku tau ada keanehan apa di balik semua perilaku Julie. Aku akan menyelidikinya.
AUTHOR'S POV
Julie memasuki kamar ommanya begitu pulang ke apartemennya.
"Omma, aku pulang..."
Julie memandangi ommanya yang terbaring di ranjang, membalas senyum tipis ommanya. Julie langsung duduk di tepian ranjang.
"Bagaimana keadaan omma hari ini?"
"Omma gwaenchana, Julie ah~" jawab Ommanya.
Julie membantu ommanya duduk bersandar pada bantal-bantal di ranjang.
"Julie, apakah Julie sudah pikirkan tentang pernikahan dengan Yonghwa?"
"Ah, omma... Julie... Julie takut... masih belum siap jadi istri yang baik untuk Yonghwa..."
"Tadi appanya Yonghwa sudah bicara dengan omma... dia bilang Yonghwa sudah siap, tinggal menunggumu..."
"Omma, Julie..."
"Omma mengerti, Julie, hanya saja... waktu omma sudah tidak lama lagi... omma ingin melihat Julie memakai gaun pengantin..."
Julie menundukkan kepalanya, tidak berani memandang binar harapan di mata ommanya. Dia bersusah payah menahan air mata agar tidak menetes di hadapan ommanya sekarang, sementara tangan kanannya mengepal di bawah ranjang. Yonghwa... masih bilang bersedia menikah? Sampai kapan dia harus bersandiwara... dan dia sendiri juga bertanya pada dirinya, sampai kapan dia harus mengikuti permainan Yonghwa ini? Seharusnya dia... Donghae...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H