Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] No Other, The Story [44/55]

16 April 2020   14:52 Diperbarui: 16 April 2020   15:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

SHINDONG'S DIARY

CHAPTER 44

JUST YOU

SUB-DIARY: SIWON'S

Aku bukan artis, aku hanya seorang guru menari, plus mahasiswa, tapi kenapa sekarang rasanya waktuku begitu penuh? Tiap jam belajar per kelas adalah satu setengah jam, dan biasa kami beristirahat setengah jam lagi sebelum berganti ke kelas yang lainnya, semuanya, itu tentunya di luar jam kuliah. 

Dulu aku dan Hyuk bisa bergantian mengajar kelas-kelas itu, jadi hitung-hitung dari satu kelas ke kelas yang lain, masing-masing dari kami bisa istirahat 2 jam. Waktu itulah yang biasa kumanfaatkan untuk berjalan-jalan, atau mengunjungi Manshi, atau kencan kilat dengan Manshi kalau dia punya waktu luang. 

Tapi sekarang, dengan murid kami yang membludak, aku bisa punya lima kelas sekaligus dalam sehari, sama dengan Hyuk. Malah yang lebih gila, jadwal siaran Hyuk juga bertambah, dan dia sering menggantikan orang siaran tiba-tiba. Alhasil, terkadang ketika aku punya waktu luang, aku harus mengajar di kelasnya juga. Kalau aku ingin jadi orang gila, inilah waktu yang tepat. Mencari uang memang tidak mudah.

Dan bukan aku atau Hyuk saja yang mengalami jadwal gila-super-padat seperti ini. Jangan sebut KRYSD, Mimi, Kibummie atau Yifang ya, mereka juga artis soalnya. Kalau Leeteuk hyung sih sudah biasa, dia dokter yang terkenal soalnya. Sekarang Manshi juga punya jadwal gila-gilaan. 

Padahal MANSHI JUGA BUKAN ARTIS! Sekarang dia didapuk jadi ketua tim make-up artis di dua drama yang berbeda. Belum lagi kuliahnya, belum lagi di salon. Dan akibatnya, waktu kami untuk bertemu semakin berkurang.

Salahku juga sih dulu setiap bisa bertemu dengannya, aku kurang menghargai karunia itu, dan kami malah sering bertengkar. Sebenarnya kami bertengkar bukan untuk saling membenci, tapi itu salah satu bentuk untuk menunjukkan rasa sayangku padanya, tapi kami sama sekali tidak romantic jadinya. Dibarengi dengan kesibukan seperti ini, aku benar-benar khawatir dia bisa jatuh cinta pada cowok lain. Siaaaaaaal!

Hari ini, tidak mudah bagiku untuk punya waktu luang selama dua jam. Sayangnya Manshi sibuk di lokasi syuting. Mungkin aku perlu refreshing untuk ke rumah sakit, mengunjungi Hangeng hyung. 

Sampai sekarang dia masih belum bisa keluar rumah sakit, aku jadi sedikit khawatir. Aku mengetuk kamar VIP nomor 58 yang baru ditempati Hangeng hyung selama lima hari terakhir, setelah Xili boleh keluar rumah sakit. Pintu dibuka, oleh Heechul hyung.

"Aigo... Shindong rupanya," sapanya singkat.

"Anyong, hyung," aku balas menyapa.

Dan aku kaget ketika di belakangnya, aku melihat banyak sekali orang: ada Henry, Yifang, Wookie dan Xili. Hangeng hyung duduk di ranjangnya, tubuhnya bersandar di bantal. Tapi senyum merekah di wajahnya.

"Whoa... ada pesta apa ini?"

"Bukan pesta, hyung. Tapi kami semua kebetulan agak bersantai hari ini," jawab Henry ceria.

"Aku juga kebetulan bisa keluar. Hyung, bagaimana kabarmu?"

"Sudah lebih baik dari kemarin-kemarin sih, yah... terapinya sudah tidak sesakit dulu," jawab Hangeng hyung.

"Baguslah kalo begitu. Eh, Xili, kapan kalian selesai ujian? Sudah lama kehilanganmu dan Meifen."

"Kurasa aku besok sudah bisa masuk les menari, kalo Aqian entahlah. Oppa taulah sekarang dia ikut dua kuliah sekaligus," jawab Xili.

"Benar juga sih."

"Oppa tidak Tanya keadaanku," kata Yifang, pura-pura ngambek.

"Aku kan tau kau selalu dalam keadaan baik Yifang," ucapku sambil tertawa, "baiklah. Kau juga ujian kan? Kapan selesai? Kurasa kau dan Manshi sama?"

"Manshi mengambil 3 subject lebih banyak. Aku lusa selesai pagi, kalau dia selesai sore."

"Hanya kami yang semester akhir cukup santai, siap ujian akhir bulan depan."

"Enak juga kalau selesai kuliah begitu, seperti kita ya Geng," kata Heechul hyung.

Akhirnya kami semua mengobrol, seru sekali. Aku jadi kepingin bertanya apa Manshi punya waktu luang malam ini, aku ingin mengajaknya jalan.

Manshi, nanti malam jam enam kosong tidak? Kita jalan yuk?

Sent. Mudah-mudahan saja... dia bisa.

"Ngomong-ngomong aku lapar nih. Wookie, kau tidak bawa makanan? Biasanya kan dimana ada kau atau Hangeng hyung, disitu ada banyak makanan."

"Itu," ucap Wookie sambil menunjuk kotak-kotak makanan yang kosong, "semua sudah habis. Hyung sih telat datangnya."

"Aku lapar..."

"Bagaimana kalau kita beli di kantin? Aku juga lapar nih," ujar Henry, mengelus perutnya.

"Boleh juga. Tolong ya Hen."

"Ayo, siapa lagi yang mau titip?"

Aku mengutarakan titipan, begitu juga Hangeng hyung yang sepertinya cepat lapar. Henry dengan tekun mengulang tiap pesanan.

"Hyung, aku pinjam Yifang noona temani aku ke kantin ya," pinta Henry pada Wookie.

"Boleh saja," ucap Wookie.

"Ng... eh..." celetuk Yifang, tidak jelas tadinya mau ngomong apa.

Dia sudah ditarik pergi oleh Henry. Wookie baik juga ya merelakan Yifang dipinjam begitu saja.

Boleh saja. Aku akan ke tempat les jam enam, kalau begitu?

Asyik! Balasan pesan Manshi membuat hidupku lebih ceria, hahaha...

"Ya~ Shindong, kenapa melihat ponsel sambil senyum-senyum begitu?" goda Hangeng hyung.

"Akhirnya Manshi punya waktu luang juga untuk keluar denganku, hyung," jawabku senang.

"Iya, si Manshi juga sibuk sekali belakangan ini. Dia sudah mulai kurus tanpa perlu diet seperti Yifang onnie," kata Xili.

Berarti pulang ini aku hanya tinggal mengajar satu kelas, dan aku bisa bertemu Manshi lagi! Hore!

"Hyuk, selamat mengajar. Kelas berikutnya kuserahkan padamu."

Jam enam akhirnya tiba juga, kelas berikutnya dipegang Hyuk.

"Mau kemana hyung? Kencan sama Manshi?" Tanya Hyuk.

"Iya. aku mau mengajaknya makan malam sekalian. Aku lapar nih."

"Ne. selamat kencan hyung."

Hyuk mulai masuk ke ruangan mengajar karena beberapa muridnya mulai datang. Aku membawa tasku yang besar, menunggu Manshi di luar gedung. Tiba-tiba ada bunyi pesan masuk.

Oppa, mianhae... aku tiba-tiba ada kerjaan yang penting. Aku tidak bisa keluar. Bagaimana kalau kita atur di lain waktu?

Hatiku mencelos. Kenapa... bahkan sedikit waktu saja, dia tak bisa berikan padaku? Aku berusaha menutupi hatiku yang kecewa ketika membalas pesannya.

Iya, gwaenchana. Kita keluar lagi deh lain kali. Selamat bekerja.

Fuiiiiih... aku kurang beruntung hari ini. Ya sudahlah, aku pergi cari makan dan jalan-jalan sendiri saja sampai malam baru pulang apartemen. Aku tidak mau diketawai Henry karena aku batal jalan dengan Manshi. Dari sini... ahh, aku tau beberapa resto enak tidak jauh letaknya. Aku kepingin makan steak dan teman-temannya nih. Naga-nagaku juga sudah mulai main orchestra nih...

"Eh? Shindong hyung!!!"

Aku menoleh untuk melihat darimana arah sumber suara yang memanggilku itu. Ada sosok cowok yang berlarian mengejarku, rambut pirangnya melambai-lambai terkena tiupan angin. Setelah mendekat, aku baru tau dia Kim Hyunjoong. Melihatnya lagi, aku jadi merasa Seoul kecil sekali.

"Hyung, sudah makan malam?" tanyanya sambil memamerkan senyumnya yang membuatnya makin tampan.

Jujur saja aku lega melihatnya lagi, setelah pertemuan terakhir kami, yang dia mabuk-mabukan sambil bawa mobil. Waktu itu aku sudah takut dia RIP. Tapi keadaannya yang sekarang cukup baik, setidaknya dia tidak mabuk.

"Belum. Tapi kau bukan mengajakku ikut lomba makan, kan?" tanyaku curiga.

"Tidak. Aku lagi makan di resto itu ketika melihat hyung lewat. Mau makan bersama?"

Aku melihat ke resto yang ditunjuknya. Hmm, resto itu lumayan enak, aku pernah coba.

"Boleh juga."

Begitulah aku terdampar untuk makan malam hari itu. Hyunjoong bilang dia akan traktir, jadi aku tidak ragu memuaskan naga-nagaku.

"Eh, Hyunjoong, kau ini artis, kenapa aku sering melihatmu santai?"

"Tidak juga, hyung. Kemarin aku sibuk selama 11 jam nyaris non-stop, dan aku baru saja bersantai satu jam terakhir hari ini. Ah ya, bagaimana dengan Manshi? Hyung tidak kencan dengannya?"

"Itulah masalahnya. Karena dia sibuk, kencan kami malam ini batal. Kami berdua sangat sibuk belakangan ini."

Hyunjoong tersenyum, "tentu saja. Selain hyung dan dia yang mahasiswa, hyung sibuk dengan kelas menari, dan Manshi semakin sibuk dengan tawaran sebagai kepala tim make up artis dimana-mana, juga di salon. Sabar yah hyung. Harus lebih pengertian."

"Iya sih, aku mengerti."

"Hyung, bagaimana kalau kita ke game station saja?"

"Boleh.  Sudah  lama aku tidak main."

Setelah perut kenyang, kamipun pergi ke game station yang ada tak jauh dari resto. Tapi ada yang menarik perhatianku di seberang sana, sepasang orang yang baru turun dari mobil sedan hitam mengkilap. Si cowok cukup tinggi perawakannya, sedangkan yang cewek... mataku tidak akan mengelabuiku kalau itu adalah Manshi. Meski aku tidak melihatnya memakai pakaian apa hari ini, tapi dia sudah pernah memakai kemeja hitam itu sebelumnya, juga rambut bergelombangnya yang panjang dan pirang itu, jelas adalah milik Manshi-ku.

"Hyung, tempatnya disini."

"Nanti, Hyunjoong. Kita ikuti mereka," ajakku, menarik Hyunjoong.

Aku heran sekali. Kata Manshi, dia kerja, tapi kenapa dia bisa di luar sekarang? Apalagi dia berjalan berdua dengan cowok... siapa itu? Mereka memasuki mall, dan aku sudah membawa Hyunjoong untuk menyeberangi jalan.

"Eh hyung? Untuk apa kita ke mall? Eeeh... itu kan Junki hyung."

"Siapa?"

"Junki hyung. Lee Junki hyung. Shindong hyung tau dia tidak? Yang main di Iljimae? Yang aktingnya keren itu, yang mirip Yesung hyung?"

Kenyataan yang diungkap Hyunjoong itu menjatuhkanku sampai ke dasar jurang. Hyunjoong benar, itu Junki. Manshi berjalan bersama Junki? Dia membohongiku? Dia kencan bersama cowok lain! Mereka memasuki banyak toko baju di dalam mall itu.

"Hyung? Apa kita mengikuti Junki hyung? Untuk apa?"

"Kita bukan mengikuti Junki-sshi, tapi mengikuti Manshi. Mungkin kau tidak tau, tapi yang bersamanya itu Manshi," jawabku.

"Hah? Apa? Bagaimana mungkin? Bukannya kata hyung, Manshi bekerja?"

"Makanya aku heran sekali."

"Sabar hyung... dia pasti punya alasan sendiri."

"Nanti aku akan tanyakan padanya. Kita ikuti mereka dulu, Hyunjoong."

Aneh juga rasanya menjadi detektif begini, tapi aku berani pastikan Manshi ataupun Junki tidak tau mereka sedang diikuti. Setelah dua jam ikut mereka mengitari mall, akhirnya aku punya kesempatan untuk memojokkan Manshi.

"Oppa, aku ingin ke toilet. Oppa bisa menungguku disini?" pinta Manshi pada Junki.

Aku cemburu mendengarnya memanggil Junki dengan sebutan oppa.

"Iya," kata Junki setuju.

"Hyunjoong, kau juga tunggu aku disini," pintaku.

Aku menguntit di balakang Manshi. Setelah memastikan Junki tidak akan melihat kami, sebelum Manshi mencapai toilet, aku menarik tangannya.

"Eh, Shindong oppa? Ngapain disini? Kenapa menarikku?" tanyanya heran.

Tapi aku tidak akan menjawabnya disini. Aku terus menariknya keluar mall, dan baru berhenti di taman di sebelah mall.

"Aku mau ke toilet, oppa. Kenapa malah membawaku kesini?"

"Kau bilang kau bekerja, tapi kenapa kau berjalan dengan Junki?"

"Lho, aku memang sedang bekerja kok. Aku ke toilet dulu deh, nanti aku jelaskan pada oppa setelah pulang kerja, oke?"

"Jelas-jelas kau kencan dengan Junki."

"Aku bilang aku akan jelaskan pada oppa, tapi tidak sekarang. Lagipula aku sudah kebelet nih."

Ketika dia berbalik, aku kembali menarik tangannya. Tampangnya terlihat tidak senang.

"Kau mengkhianatiku!"

Dan tanpa kusangka-sangka, Manshi maju dan menggigitku, tepat di lengan kananku dengan cukup kencang. Rasanya perih sekali.

"Aaaaah!!!" teriakku kesakitan.

"Aku kan sudah bilang aku bukan kencan, aku bukan mengkhianati oppa! Aku sudah kebelet ke toilet, tapi oppa tidak mengizinkan aku kembali ke toilet!"

"Tapi kau tidak perlu menggigitku, kan?"

"Karena oppa membuatku gemas! Aku keluar dengan Junki oppa atas permintaan Heechul oppa, karena Junki oppa minta dipilihkan koleksi baju baru! Oppa tidak mempercayaiku!"

Yang gawat, ketika mengucapkan kalimat terakhir itu, Manshi mencubiti tanganku, pipiku, bagian manapun yang memungkinkan dari tubuhku. Ekspresi wajahnya menunjukkan kalau dia sedang marah sekali, plus cubitannya itu sama menyakitkannya dengan gigitannya. Aku berlarian menghindarinya.

"Manshi... maafkan aku... aku tidak tau..."

"Kalau tidak tau makanya jangan sok tau! Aku benci oppa!"

"Mianhae... Manshi... aw..." teriakku lagi ketika beberapa cubitan kembali mendarat di lenganku.

Aku sekilas melihat sosok Hyunjoong dan Junki di taman juga, termenung melihat kami yang main kejar-kejaran.

"Waduh, si Manshi sadis juga," komentar Hyunjoong.

"Err... apa sebaiknya kita hentikan dia?" usul Junki.

"Tidak sekarang deh, hyung. Aku takut ikut dicubit Manshi nih."

Aku tidak tau sebenarnya aku kena berapa cubitan malam itu, tapi yang pasti, aku merasa badanku pegal-pegal dan mulai membiru di beberapa tempat ketika Hyunjoong mengantarku pulang malam itu. Begitu sampai di apartemen, aku harus menahan malu sekali lagi karena ditertawakan Henry. Matanya yang sudah sipit itu jadi benar-benar tidak ada waktu dia tertawa keras.

"Kau ini... aku sudah cukup ditertawakan Hyunjoong selama perjalanan pulang tadi. Kau tidak perlu memperparah keadaan."

"Maaf hyung. Soalnya melihat tampang hyung dan luka-luka ini, plus lagi cerita hyung, aku benar-benar tidak bisa berhenti tertawa," kata Henry, masih tertawa.

"Mati saja kau, Henry."

Tapi harusnya aku yang mati. Kata-kata terakhir Manshi tentang dia membenciku benar-benar membuatku khawatir.

"Bagaimana ini, Henry... Manshi sepertinya benar-benar marah padaku."

"Ah, hyung ini bagaimana sih? Gampang saja, kan? Cewek itu paling mudah dibujuk dengan hadiah."

"Sok tau juga kau. Tapi... idemu menarik juga. Tapi hadiah apa yang diinginkan Manshi? Rasanya sekarang dia sudah bisa membeli apa saja yang dia mau."

"Hmm... aku tidak terlalu dekat dengan Manshi. Hyung Tanya Meifen noona saja, mereka kan akrab sekali."

Kadang-kadang Henry pintar dan bisa diandalkan juga. Tidak ada salahnya aku satu apartemen dengannya. Baiklah, aku akan Tanya Meifen besok, soalnya dia membalas pesanku dan bilang akan ikut les bersama Xili.

Dan kesialanku bukan hanya kemarin, tapi juga berlanjut hari ini. Luka bekas gigitan dan cubitan Manshi membiru di seluruh tubuhku, dan aku masih harus mengajar dengan semua luka-luka ini. Semua murid yang melihatku, bahkan Hyuk, Xili dan Meifen tertawa sampai menangis. Selucu itukah?

Hyuk memegangi perutnya yang berguncang, "whoa... hyung seperti makhluk Mars yang pandai menari."

"Aku... aku kasihan dengan oppa, tapi... tapi oppa lucu sekali!" kata Meifen, menghapus air matanya.

"Kalau kalian masih tertawa, aku akan memakan kalian hidup-hidup," wantiku.

"Maaf, oppa... tapi luka itu akan lama sekali sembuhnya. Aku dulu pernah digigit Manshi, lukanya baru menghilang sekitar 20 hari," ucap Xili.

Sigh. Apa aku benar-benar harus menjadi makhluk luar angkasa selama itu?

"Henry mengusulkan memberi hadiah agar Manshi memaafkanku. Tapi aku tidak tau barang apa yang bisa membuat hatinya luluh."

Hyuk mengangguk-angguk, "ide bagus sih, biasanya cewek suka hadiah. Tapi cewek unik seperti Manshi... agak susah ditebak."

"Ah! Aku tau! Mungkinkah dia suka anjing? Bukannya dia suka sekali bengong sambil melihat anjing mainan pemberian Hangeng oppa untukmu, Xili?" Tanya Meifen.

"Ah iya! Manshi pernah bilang dia kepingin sekali punya anjing! Tapi masalahnya, di apartemen kami tidak boleh memelihara anjing," ucap Xili.

"Waduh, bagaimana ini? Kalau dia memang menginginkan anjing, mungkin aku akan membelikannya itu," ujarku.

"Aku ada ide! Meski di apartemen mereka tidak bisa memelihara anjing, hyung beli saja anjing itu untuk dipelihara di apartemen hyung!" usul Hyuk.

"Eunhyuk oppa paling jenius! Bilang itu jadi peliharaan bersama! Dengan begitu, Manshi bukan hanya memaafkan oppa, tapi juga bisa sering datang ke apartemen oppa!" setuju Meifen.

Aku berdecak-decak kagum, "whoa... tidak kusangka, kalian semua jenius! Baiklah, aku akan pergi membeli anjing yang cantik!"

"Jadi Manshi tidak perlu iri lagi pada Pipi milikku dan Hangeng oppa. Oppa, beli saja anak anjing Golden Retriever, Manshi akan suka," Xili memberi tambahan ide.

Karena masukan mereka semualah, akhirnya pulang dari mengajar hari itu, aku memilih anak anjing Golden Retriever yang sehat dari tempat penampungan anjing. Selain menghemat biaya, juga dihitung-hitung aku membantu menyelamatkan seekor anak anjing dari sana. Aku menggendong dan mengelus si kecil betina itu dalam pelukanku.

AUTHOR'S SPECIAL POV

Manshi hari ini pulang lebih awal dari semua aktivitasnya. Sebenarnya dia agak tidak berkonsentrasi hari ini karena memikirkan pertengakarannya dengan Shindong semalam. Bisa dibilang, selama mereka berhubungan, pertengkaran semalamlah yang terasa lebih nyata dibanding sebelum-sebelumnya. 

Dia juga tau cubitan dan gigitannya pastilah menyakitkan (baca: Tanya Xili dan Kangin, keduanya pernah jadi korban), jadi Manshi berencana datang diam-diam ke apartemennya (bersama Henry) tanpa memberitaunya lebih dulu. Tadi dia sudah ke tempat les dan bertemu Eunhyuk, dan menurut keterangan Eunhyuk, Shindong harusnya di apartemen sekarang.

"Salah dia juga sih, kenapa jadi orang bodoh sekali," kutuk Manshi sambil berjalan.

Dan ketika taksi berhenti di depan apartemen Shindong, Manshi langsung melihat sosok Shindong di seberang jalan. Dia menyeberang dengan hati-hati, menoleh ke kanan dan kiri jalan, tapi tidak melihat tak jauh di depannya Manshi berdiri. Dia sibuk mengelus sesuatu yang kecil dan berbulu di gendongannya. Manshi membelalakkan matanya ketika tau itu adalah anjing.

"Happy... ne, ini nama yang bagus. Kau harus bisa membuat Manshi memaafkanku, juga membuat hubungan kami selalu berbahagia ya. Ingat, kau harus jadi anak anjing yang penurut dan sayang padaku dan juga Manshi," ucap Shindong.

Manshi kaget mendengar Shindong bicara pada anjing. Seketika Manshi merasa hatinya bergetar, dan berlarian menyongsong Shindong.

SHINDONG'S POV

Aku kaget sekali ketika Manshi tiba-tiba berlari menubrukku, lalu memelukku.

"Man... Manshi? Kok kau ada disini?"

"Aku menunggu oppa. Oppa bodoh sekali... kenapa bicara dengan anjing?"

"Err... aku... aku... Manshi, ini Happy. Bagaimana kalau kita jadikan dia anjing peliharaan bersama?"

Manshi mundur sejenak, lalu kusodorkan Happy ke pelukannya. Si anjing mengendus-endus ke arah Manshi dengan penuh harap. Manshi sekarang menggendongnya.

"Apartemen kami tidak bisa memelihara anjing," keluhnya.

"Di apartemenku kalau begitu. Jadi kau bisa sering kesini untuk menjenguknya."

"Anjing ini... apa oppa mahal membelinya?"

"Tidak mahal kok, aku ambil dari tempat penampungan anjing. Kasihan sekali melihat anak anjing seperti ini dibuang pemiliknya. Lagian aku akan mengorbankan apapun asal Manshi mau memaafkanku. Manshi, maaf untuk... kejadian semalam. Harusnya aku tidak cemburuan dan cepat curiga, harusnya aku percaya padamu."

"Ani, oppa... harusnya aku yang minta maaf... aku sudah memarahi oppa..."

Pandangan Manshi kini beralih ke kulit putihku yang kini biru keunguan. Aku menggosok-gosok lenganku dengan tanganku dan tersenyum.

"Ini... tidak apa-apa kok..."

"Itu pasti sakit, oppa, aku tau. Maaf..." kata Manshi, penuh penyesalan.

"Jangan minta maaf lagi, Manshi..."

"Ayo, kita ke dalam. Kita biarkan Happy mengenal apartemen, juga... aku akan mengobati oppa."

Aku mengiringi Manshi berjalan. Manshi, dengan begini saja sebenarnya kau sudah mengobatiku, aku tidak butuh obat fisik yang lain. Dan Henry, Hyuk, Meifen dan Xili benar-benar pintar. Karena usul mereka semualah aku dimaafkan Manshi. Mudah-mudahan... selalu bisa aman begini...

Just love me once

There is not one thing you should forget

For just a moment think about me, just that

It is barely just to extent

Dear Diary,

Perlahan, sepertinya kehidupan kami semua mulai menanjak ke arah yang normal. Guncangan terakhir yang kami dapat adalah meledaknya dapur ZhongHan House. 

Untung saja kerusakan tidak parah, hanya di bagian dapur dan sebagian lantai dua, juga tidak ada korban jiwa. Luka bakar yang kualami juga sembuh. Sekarang hanya tinggal menunggu Hangeng hyung sembuh dan resto itu sudah bisa dibuka kembali.

Aku bangga pada Meifen. Meski dia menjalani dua kuliah sekaligus, dia terlihat berjuang keras agar kedua nilainya bisa bagus. Aku tau dia melakukan semuanya demi dilihat appa dan omma, dan jujur kulihat kedua orangtuaku mulai tergerak olehnya.

 Meski Meifen kurang berbakat untuk kuliah bisnis sehingga setengah dari waktu kencan pasti kami manfaatkan untuk belajar, tapi hasil belajarnya cukup memuaskan. Rasanya tinggal tunggu waktu yang tepat... aku ingin menikah dengannya. Aku mencintainya.

Siwon (June)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun