"Mianhae... Manshi... aw..." teriakku lagi ketika beberapa cubitan kembali mendarat di lenganku.
Aku sekilas melihat sosok Hyunjoong dan Junki di taman juga, termenung melihat kami yang main kejar-kejaran.
"Waduh, si Manshi sadis juga," komentar Hyunjoong.
"Err... apa sebaiknya kita hentikan dia?" usul Junki.
"Tidak sekarang deh, hyung. Aku takut ikut dicubit Manshi nih."
Aku tidak tau sebenarnya aku kena berapa cubitan malam itu, tapi yang pasti, aku merasa badanku pegal-pegal dan mulai membiru di beberapa tempat ketika Hyunjoong mengantarku pulang malam itu. Begitu sampai di apartemen, aku harus menahan malu sekali lagi karena ditertawakan Henry. Matanya yang sudah sipit itu jadi benar-benar tidak ada waktu dia tertawa keras.
"Kau ini... aku sudah cukup ditertawakan Hyunjoong selama perjalanan pulang tadi. Kau tidak perlu memperparah keadaan."
"Maaf hyung. Soalnya melihat tampang hyung dan luka-luka ini, plus lagi cerita hyung, aku benar-benar tidak bisa berhenti tertawa," kata Henry, masih tertawa.
"Mati saja kau, Henry."
Tapi harusnya aku yang mati. Kata-kata terakhir Manshi tentang dia membenciku benar-benar membuatku khawatir.
"Bagaimana ini, Henry... Manshi sepertinya benar-benar marah padaku."