****
Ucapan papa masih terngiang di telingaku.
"Obi, papa minta maaf, Nak. Papa harus segera kembali ke Bandung. Tante Tasya telpon kalau Bella sakit panas. Mudah-mudahan lain waktu papa bisa ke Jakarta lagi, ya, Sayang."
Tante Meta mengusap kepalaku. Sakit hati yang kurasakan bagai belati yang menusuk tepat di jantungku. Kecewa dan marah dengan papa yang begitu mudahnya melanggar janjinya. Dan itu sudah sering sekali dilakukannya. Atau aku yang memang bodoh ya, selalu dan selalu menyimpan harapan dan percaya setiap papa  janji untuk bertemu ?
Suasana ramai di sekitar food court tak bisa menghiburku. Justru aku iri dan menambah kemarahanku karena begitu banyak anak-anak yang terlihat menghabiskan akhir pekannya dengan orangtua mereka.
Tante Meta memegang tanganku dengan lembut.
"Obi mau makan apa, Sayang?"
Aku menggelengkan kepalaku. Rasa lapar yang tadi kurasakan sepanjang perjalanan ke mal ini, lenyap seketika. Aku memang tak mau sarapan pagi ini karena ingin makan sepuasku bersama papa. Tapi ternyata keinginanku tak terwujud.
"Obi, Sayang. Nanti kamu sakit Nak. Makan ya? Mau pesan fish and chips kesukaan Obi ? Tante belikan ya ?"
Adik mama itu terus membujukku dengan sabar.
Aku tetap menggelengkan kepala. "Papa pembohong," desisku menahan marah.