Kuurungkan niatku untuk menyerahkan surat undangan dari sekolah. Aku menempelkan telingaku di daun pintu dan menajamkan telingaku agar aku bisa mendengar pembicaraan tante Meta dan seseorang yang entah siapa.
"Kak Linda belum mau jujur sama suaminya yang sekarang kalau dia sudah pernah menikah dan punya anak. Jadi tak mungkin Obi ikut ibunya ke nggris."
Benar ternyata tante Meta sedang memperbincangkan diriku.
Tapi bicara dengan siapa?
"Mas Herman juga tak mungkin membawa Obi karena kelihatannya istrinya tak berkenan kalau Obi ikut mereka."
Mengapa tante Meta bicara sangat serius tentang aku. Apa sebenarnya rencananya.
"Mau lah, Mas. Siapa yang tak mau menikah. Usiaku juga sudah 30 tahun. Tapi bagaimana dengan Obi? Mas kan maunya kita hanya berdua setelah menikah nanti. Aku gak tega ninggal Obi, Mas."
Menikah? Jadi tante Meta sudah punya pacar dan sesungguhnya sudah ingin menikah? Tapi kehadiranku menjadi penghalang cita-cita tante untuk berumah tangga. Bahkan tanteku rela berkorban tak seperti mama dan papaku sendiri yang rela kehilangan aku demi keluarga baru mereka. Mataku menghangat. Ada rasa nyeri di dadaku.
Aku beringsut perlahan, masuk kembali ke dalam kamarku dan menghempaskan tubuhku ke tempat tidur. Kali ini air mataku tak bisa kutahan lagi, meleleh membahasi pipiku.
Aku merasa sangat sedih karena ternyata kehadiranku membuat tante Meta harus menunda pernikahannya. Lalu sampai kapan? Sampai aku dianggap dewasa untuk bisa hidup sendiri?
Tiba-tiba aku teringat dengan nenekku. Ya, dialah satu-satunya yang tak terganggu dengan kehadiranku. Aku begitu merindukannya.