Semenjak Nenek meninggal setahun yang lalu, aku memang bagai anak yang tak berayah dan beribu. Mama papaku bercerai saat aku berusia 10 tahun dan ketika itu aku ikut dengan mamaku dan tinggal di rumah nenekku di Jakarta, sementara papa menikah kembali dengan tante Tasya dan tinggal di Bandung.
Tapi keadaan berubah 3 tahun yang lalu, saat Mama berkenalan dengan seorang lelaki berkebangsaan nggris. Mama menikah dan memilih menitipkan aku pada nenek, daripada membawaku pindah ke negara suaminya.
Aku ingat mama bilang kepada Nenek kalau uncle Edward tak tahu kalau mama sudah punya anak. Ya, mama berbohong demi bisa menikah dengan lelaki tersebut.
Papa pun tak bisa membawaku tinggal bersamanya, karena kata papa Tante Tasya sudah repot mengurusi anak mereka yang masih kecil. Jadilah aku anak nenekku. Segala keperluanku Nenek lah yang mengurusinya. Orangtuaku hanya mengirimkan uang untuk biaya hidupku sebulan sekali. Sangat jarang aku bisa bertemu dengan mereka, bahkan papaku  yang tempat tinggalnya hanya berjarak sekitar 150 an km pun jarang sekali mengunjungiku.
Beberapa kali aku memang menghabiskan liburanku ke Bandung, tapi aku merasa tante Tasya tak menyukaiku. Sikapnya sangat dingin padaku. Ah apakah benar, memang ibu tiri selalu jahat? Tapi kata Ara, teman sekelasku, ibu tirinya sangat sayang sekali padanya.
"Obi... Â Kok malah melamun ?" Â kurasakan tangan lembut bu Nana memegang lenganku. Â
"Eeeggh.. Â Enggak apa-apa Bu,"
"Obi ada masalahkah ? " tanya bu Nana sambil menatap tajam mataku. Â
Sekali lagi aku menggelengkan kepalaku. Â
"Ya sudah nanti ibu coba telpon tantemu, ya. Â Kemarin ibu sudah coba menghubungi tapi tak diangkat. Â Mungkin tante Meta sedang sibuk," seulas senyum mengembang di bibir bu Nana.
****