Mohon tunggu...
Dewi Sumardi
Dewi Sumardi Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel dan ibu Rumah Tangga

IRT. \r\nMenulis untuk berbagi manfaat. \r\n Buku : 1. Let's Learn English Alphabethical A-Z, oleh nobel edumedia 2. Buku Keroyokan "36 Kompasianer Merajut Indonesia", oleh Peniti Media 3. Buku Keroyokan "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" oleh Peniti Media 4. Novel "Duka Darah Biru", penerbit Jentera Pustaka 5. Novel "Janji Di Tepi Laut Kaspia' oleh penerbit BIP 6. Novel " Ada Surga Di Azzahra" oleh penerbit Jentera Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Fantasy) Sang Raja Negeri Anggora dan Si Pencuri

23 November 2016   20:02 Diperbarui: 24 November 2016   13:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jim kucing liar di Azerbaijan

“Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Nak? “

“Mengapa kamu masuk rumah orang,  padahal yang punya belum mempersilahkan kamu,”

Ruben menangis meminta maaf kepada lelaki tua itu. Dia menceritakan semua yang dialaminya.  Lelaki tua dan istrinya mendengarkan dengan saksama.  Meski Ruben telah mencuri makanan di rumahnya tak tega rasanya untuk menghukum lelaki muda itu.  Saat Ruben masuk ke Pondok mereka,  ke dua suami istri sedang memberi makan kucing liar di belakang rumahnya.

“Sekarang sudah malam.  Engkau menginap saja dulu di sini.  Besok pagi kamu boleh pulang,” ujar Nenek yang sedang sibuk menyiapkan makan malam.  

Keesokan harinya,  Lelaki tua itu memberikan kantung kecil kepada Ruben yang berisi beberapa keping koin emas.  Nenek pun membekalinya dengan sekarung gandum,  beberapa kilo daging dan sayur mayur.  

“Pulanglah, kasihan istri dan anak-anakmu yang menunggu di rumah.  Berjanjilah pada dirimu sendiri untuk menjadi orang baik.  Berbagilah kepada mereka yang membutuhkan.  Pada manusia maupun binatang yang memerlukan bantuanmu.”

Ruben menciumi tangan kedua suami istri itu. Dia bertekad untuk menjadi Ruben yang baru, yang tidak sombong dan pelit. Ditinggalkannya Pondok kecil itu dan perlahan Ruben berjalan,  kembali menyusuri jalan desa yang putih tertutup salju yang masih turun meski hanya tipis-tipis. Saat sudah beberapa langkah,  Ruben menengok ke belakang,  ingin melambaikan tangan kepada kakek dan nenek yang melepas kepergiannya di depan pondok.  

Tapi Ruben tak lagi melihat sebuah pondok,  apalagi suami istri tua yang baik itu.  Hanya ada dua ekor kucing berbulu lebat berwarna abu-abu dan putih.  Kucing itu menatapnya dengan  tajam.  

 

NB : Fiksi fantasi ini saya buat untuk membuka hati manusia.  Saat ini banyak sekali kekejaman yang dilakukan manusia terhadap anjing atau kucing,  baik peliharaan atau liar.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun