Raja Moreno berdiri dari Singgasananya.
“Sekarang apa yang ingin kamu katakan?”
“Sa.. sa.. saya me.. menyesal, Tu… Tu.. Tuan Raja,”
Penguasa Negeri Anggora tersebut mendengus sinis.
“Menyesal??? Hmmm baiklah. Penyesalanmu aku terima, tapi tetap harus dibayar dengan kedua tanganmu.”
Tangisan Ruben bertambah kencang. Habis sudah masa depannya. Sebentar lagi dirinya akan hidup tanpa tangan. Menyedihkan sekali..
Raja Moreno menghentakkan tongkat berlapis emas yang dipegangnya. Para Prajurit yang telah bersiap langsung sigap dengan perintah isyarat yang diberikan Sang Raja.
Dua prajurit kembali menarik tubuh Ruben yang terungkur di lantai, memaksanya untuk berdiri.
“A.. Ampuuuuun, Paduka Raja,” teriakan Ruben menggema di seluruh ruangan.
Prajurit membawa lelaki itu ke tengah halaman istana. Cuaca di Negeri Anggora siang ini begitu terik. Panasnya sang surya terasa membakar kulit. Sungguh berbeda dengan Negeri Pucisca yang sedang turun salju.
****