Ini juga bukan berarti, bahwa pemerintah tidak boleh membangun infrastruktur perintis. Tetap boleh, tetapi jumlahnya yang harus dibatasi. Dan yang sudah dibangun itu, harus segera diupayakan minimal negara tidak menanggung biaya oprasionalnya. Kalau sudah berhasil, baru kemudian negara mencari proyek perintis yang lain.
Ada contoh kasus, yaitu Amerika Serikat pada tahun 1930-an yang pernah bermasalah gara-gara pembangunan KA yang salah perhitungan. Karena itu, kita harus bisa menarik pelajaran dari contoh kasus tersebut.
Bagaimana dengan paket kebijakan ekonomi yang sudah sampai 13, Tax Amnesti, dan saber pungli ? Realitanya, kebijakan-kebijakan tersebut hanya meningkatkan nilai tukar rupiah yang kemarin sempat merosot sampai Rp 14.600-an, sekarang menjadi sekitar Rp 13.000-an. Artinya, kenaikan nilai tukar tersebut, masih berhasil mengoreksi atas salah kebijakannya sendiri, yaitu sekitar Rp 1600-an dari penurunan nilai tukar sebesar Rp 2500-an.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa selama 2 tahun ini, belum ada upaya pemerintahan Pak Jokowi untuk bisa meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Padahal itu sebenarnya merupakan kunci utama kalau ingin menyejahterakan rakyat Indonesia.
Sebaliknya yang terjadi, pemerintah justru terjebak ikut memperparah pelemahan nilai tukar rupiah. Sehingga bukanlah hal yang aneh, kalau harga-harga produk industri saat ini menjadi lebih mahal, dibandingkan pada jaman Pak SBY. Dan yang paling merasakan dampaknya, memang para pekerja yang gajinya pas-pasan itu. Mereka harus menghadapi inflasi total yang bisa mencapai 20-25% bahkan lebih, sementara pemerintah hanya menyesuaikan gaji mereka berdasar inflasi nasional yang katanya cuma 5 %. Entah menghitungnya, bagaimana ? Barangkali pemerintah hanya menganggap bahwa kebutuhan rakyat itu hanya yang inti saja. Tidak terpikir bahwa sepatu, baju itu bisa aus, buku anak itu bisa habis, dll.
Jadi kalau setelah 2 tahun pemerintahan Pak Jokowi ternyata belum mampu menerobos secara signifikan nilai tukar rupiah seperti ketika beliaunya dilantik yaitu Rp 12.115, berarti Pak Jokowi masih sama dengan pendahulunya. Hanya bisa membuat kesejahteraan rakyat sekedar janji saja, bahkan makin susah.
Tetapi kalau Pak Jokowi nantinya bisa meningkatkan nilai tukar rupiah jauh menembus nilai tukar ketika Pak Jokowi dilantik, misalnya menjadi Rp 11.000, baru kita acungkan jempol pada Pak Jokowi, karena beliaunya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Tidak lagi, meningkatkan kesejahteraaan sebagian rakyat dengan menyusahkan kelompok yang lainnya.
Oleh karena itu, nilai tukar rupiah ini bisa menjadi indikator kesejahteraan rakyat yang baru. Sifatnya mutlak dan tidak bisa "dipermainkan" lagi, seperti indikator yang biasanya digunakan, yaitu angka kemiskinan, angka pengangguran berkurang, tetapi tidak tercermin dalam fakta lapangan. Inflasinya kecil, tetapi hanya dalam teori. Realitanya uang belanja tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup, sehingga terpaksa harus ada daftar belanja penting yang dikurangi.
Indikator baru kesejahteraan itu, yang menentukan adalah pasar. Bukan para birokrat atau lembaga tertentu. Cara mengetahuinya juga gampang, yaitu tinggal melihat berapa nilai tukar rupiah sekarang: lebih murah atau lebih mahal dari pemerintahan sebelumnya ? Kalau berhasil jauh melampaui nilai tukar pemerintahan sebelumnya secara berkelanjutan, berarti jelas ada perbaikan ekonomi secara fundamental dan manajemen negaranya sudah benar. Kalau cuma sekedar naik turun, berarti tidak ada perbaikan ekonomi secara fundamental sehingga masih bisa digoyang oleh banyak kepentingan, terutama kepentingan asing.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh Pak Jokowi ?
Sebelum melakukan pembangunan infrastruktur secara masal, Pak Jokowi seharusnya berupaya mengembalikan nilai tukar rupiah minimal Rp 11.000. Caranya a.l.:
- Mengkoordinasi kerja lintas bidang sehingga bisa sinergi, dengan target nilai tukar rupiah menjadi Rp 11.000-an. Caranya bukan dengan intervensi BI, tetapi dengan mencerdaskan rakyat, membuat kebijakan yang terintegrasi dan pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu. Ini biayanya sangat murah, tidak butuh anggaran ratusan trilyun.
- Seiring dengan langkah No 1, maka pemerintah juga harus menerapkan pembuktian terbalik untuk mengembalikan kekayaan negara, meminimalkan korupsi, memberantas pungli, serta memperbaiki moral bangsa (hedonisme, perselingkuhan, pragmatisme, menghalalkan segala cara, dll). Ini juga untuk mengendalikan kesenjangan sosial yang sudah terjadi.
- Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk untuk mencegah membengkaknya berbagai kebutuhan rakyat, dan membuat pemerataan penduduk agar kegiatan ekonomi menjadi efektif.
- Mencegah kemungkinan terjadinya pengeluaran anggaran negara yang sia-sia, misalnya : akibat bencana alam, narkoba, terorisme, kerusakan lingkungan, dll, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
- Juga membantu rakyat terbebas dari pengeluaran anggaran yang sia-sia, misalnya: sakit karena “makanan beracun”, obat palsu, kecelakaan transportasi, dll.
- Mendesain kebutuhan lapangan kerja dan tenaga kerjanya dengan ujung tombaknya dunia perdagangan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat Indonesia, serta kebutuhan internasional yang strategis.
- Mencerdaskan anak bangsa sesuai dengan kebutuhan bangsa melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal dengan biaya murah, tetapi tetap berkualitas.
- Mengefektifkan kinerja bangsa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang unggul, sehingga kegiatan perekonomian Indonesia bisa semaksimal mungkin menyejahterakan bangsa kita.
- Membudayakan penelitian sehingga bisa menemukan teknologi dan ilmu pengetahuan terbaru yang unggul.
- Merancang konsep kesejahteraan bangsa yang berkeadilan bagi semua rakyat dan semua keluarga Indonesia.