Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Ini Penyebab Utama Indonesia Miskin? Sayangnya Pemerintah Tidak Paham

8 November 2016   12:14 Diperbarui: 8 November 2016   19:14 4769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau pembangunan infrastruktur itu bahan material dan tenaga kerjanya, semua atau sebagian besar berasal dari negeri sendiri, maka itu tidak akan memperlemah nilai tukar rupiah. Tetapi kalau semua atau sebagian besar biayanya dari utang luar negeri, maka pembangunan infrastruktur ini juga berkontribusi membuat nilai tukar rupiah menjadi semakin melemah. Artinya kalau pemerintahan sekarang, memaksakan diri untuk melakukan pembangunan infrastruktur yang berasal dari utang luar negeri, maka seharusnya ada kebijakan lain yang bisa membuat nilai tukar rupiah ini menguat. Sehingga banyaknya pembangunan infrastruktur itu tidak membuat nilai tukar rupiah tambah melemah, sebaliknya justru bisa menguat sehingga biaya pembangunannya bisa menjadi lebih murah.

Lalu, bagaimana dengan upaya swasembada beras yang bisa menyetop impor beras ? Swasembada beras, secara teori memang bisa menghentikan impor beras dan menghemat devisa negara. Tetapi tidak otomatis akan meningkatkan nilai tukar rupiah. Bisa saja kita berswasembada beras, tetapi untuk apa kalau kemudian ternyata harga berasnya jauh lebih mahal dari beras impor ? Apa pemerintah senang kalau melihat rakyat kecil harus beli beras lokal dengan harga yang lebih mahal ?

Yang untung, mungkin petaninya. Tetapi rakyat lainnya dapat apa ? Kalau seperti ini, berarti pemerintah berusaha menyejahterakan para petani beras, dengan cara menyusahkan rakyat yang lain, terutama para buruh pabrik, nelayan, kuli bangunan, dll.

Jadi kalau pemerintah mau mengupayakan swasembada beras itu, bukan hanya yang penting jumlah beras bisa mencukupi, tetapi juga harus mempertimbangkan bahwa biaya produksi berasnya harus lebih murah dari produk impor, sehingga petani dan semua rakyat akan sama-sama diuntungkan.

Namun demikian, berhentinya impor beras itu belum tentu bisa membuat nilai tukar rupiah menjadi meningkat. Karena kalau petaninya sudah merasa makmur, kemudian mereka ganti belanja barang-barang impor, maka yang terjadi hanyalah alih impor saja. Terbukti ada berita yang “menghebohkan”, yaitu ternyata saat ini sudah ada impor pacul dalam jumlah yang cukup besar. Artinya keberhasilan “swasembada beras dengan cara ini” justru akan menimbulkan masalah baru. Kalau begitu, daripada banyak rakyat yang susah karena cara swasembada beras yang salah, maka lebih baik kita tetap impor beras saja, karena yang diuntungkan justru jauh lebih banyak.

Kemudian, tentang BBM. Andaikan harga BBM dunia ini tidak turun, bisa terbayang dampaknya ? Tetapi, karena harga BBM sekarang sudah turun, maka kalaupun masih ada subsidi, jumlahnya sudah sangat berkurang. Seharusnya hal ini bisa meningkatkan nilai tukar rupiah. Tetapi realitanya, nilai tukar rupiah justru melemah. Mengapa ? Karena pemerintah cuma mengalihkan utang saja. Yang sebelumnya, pemerintah utang untuk subsidi BBM, sekarang dialihkan untuk yang lain, yaitu: untuk membangun infrastruktur, untuk meningkatkan gaji pegawai, untuk menambah penyertaan modal BUMN, dll.

Akibatnya walaupun sudah tidak ada subsidi BBM atau subsidinya jauh berkurang, ternyata nilai tukar rupiahnya tidak mau menguat juga. Apalagi karena harga BBM dunia menjadi turun, maka pemasukan devisa dari ekspor BBM ikut menurun. Ditambah lagi, ekspor komoditas juga menurun, seiring lesunya pertumbuhan ekonomi dunia. Maka sudah sewajarnya, kalau kemudian nilai tukar rupiah terus semakin melemah. Jadi bukan karena gara-gara bank federal AS (The Fed) yang mengulur-ulur meningkatkan suku bunganya, kemudian nilai tukar rupiah kita bermasalah. Karena kalau diulur-ulur tidak jadi naik, itu seharusnya kita justru diuntungkan, yaitu modal asing tidak keluar. Kalaupun bisa membuat terjadinya ketidak-pastian dunia usaha, itu kesalahannya bukan pada mereka, tetapi salah manajemen pemerintah sendiri.

Sayangnya hal tersebut tidak disadari oleh pemerintah, bahkan hal yang menguntungkan itu justru “dipelintir”, seolah-olah membuat kita rugi.

Karena itu, walaupun tidak ada subsidi BBM, pengeluaran devisa negara tetap besar. Sementara jumlah cadangan devisa kita, tetap masih pas-pasan yaitu hanya cukup untuk belanja impor dan cicilan utang sekitar 6 – 7 bulan ke depan. Sehingga dampaknya, naik turun nilai tukar rupiahpun menjadi tak terelakkan.

Di samping itu, ada perbedaan yang perlu kita sadari, bahwa kalau utang ratusan trilyun untuk subsidi BBM, manfaatnya dirasakan oleh semua dunia usaha dan rakyat Indonesia. (Tentang adanya kelompok penerima subsidi BBM yang berlebih, tidak seharusnya jadi “kambing hitam”, karena bisa diatasi dengan berbagai kebijakan yang bisa menguranginya). Sedangkan yang sekarang, utang itu dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan di berbagai daerah, menaikkan gaji pegawai, menambah penyertaan modal BUMN, dll, yang manfaatnya dirasakan oleh daerah masing-masing atau pihak-pihak yang mendapatkan kenaikan anggaran saja.

Kalau begitu, apakah kita tidak boleh membangun infrastruktur di daerah-daerah itu ? Bukan demikian maksudnya ! Tetapi pembangunan infrastruktur itu, harus benar-benar diperhitungkan secara matang akan kontribusinya terhadap perkembangan perekonomian daerah yang terdampak. Sebab kalau pembangunan infrastruktur itu, nantinya tidak mampu menggerakkan perekonomian daerah yang bersangkutan, karena adanya faktor yang tidak mendukungnya, misalnya untuk jalan tol atau Kereta Api ternyata oprasionalnya merugi sebab mobilitas masyarakatnya rendah. Maka, hal ini akan menjadi beban negara. Kalau devisa negara kita terbatas, maka pemerintah akan bayar cicilan utangnya dengan gali utang baru, dan yang harus menanggung tentu kita semua. Sementara yang utang, tenang-tenang saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun