Mohon tunggu...
wulan sybil
wulan sybil Mohon Tunggu... profesional -

Saya adalah anak Adam yang menurut orang-orang bilang, anak gak jelas. karna ayahnya orang Jogja, ibunya orang Surabaya, tapi aku dilahirkan dan besar di Sulawesi. hmm.. mungkin aneh juga sih, tapi coba berpikir realistis, gak salah kan kalo orang tuaku siapa tau aja dulu tinggal di Jakarta, trus rumahnya kebanjiran terus, ya.. jadinya pindah aja ke Sulawesi yang banyak pegunungannya. dan sebentar lagi Sulawesi juga pohonnya dah banyak yang nebang, pindah ke mana lagi ya...?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Patonah

18 November 2011   07:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

digemari pendatang suku Jawa, Madura atau Bali yang memang senang menggunakan jamu sebagai

obat tradisional untuk mencegah penyakit. Tapi, sudah melalui jamu di botolnyalah ia mendapatkan

rejeki. Mungkin Tuhan sudah menetapkan garis tangannya bahwa ia harus jadi penjual jamu.
****

Seperti hari ini, setelah tadi subuh hujan sangat deras, siang ini justru panas sangat terik. Di

sekeliling jalanan kuamati seluruh bagian-bagian kota. Mataku menjelajah seluk-seluk kota yang masih

terlihat sangat jorok dan penuh sampah. Ya, bagian kota lama ini, tepat di depan kios-kios perhiasan

emas, air got yang menggenang terlihat sangat keruh kehitam-hitaman. Sampah yang menumpuk dan

air yang menggenang membuatnya menjadi lumpur yang sangat bau. Melihatnya saja aku ingin muntah.

Hanya para tukang ojek yang berebut penumpang dan aheng sopir angkot yang bertahan nongkrong di

tempat seperti ini.
Di antara bangunan-bangunan tua kota ini, kulihat perempuan itu tengah menawarkan

dagangannya yang tak lain adalah jamu. Seharusnya di hari yang sesiang ini jamunya sudah habis. Dan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun