“ Loe Suminah kalau kerja jangan banyak cerita, ua nanti bisa rugi”. Katanya lagi kepada Suminah yang telah sibuk pula melakukan pekerjaannya.
“ Iya, nyonya”, jawab Suminah singkat tanpa melihat kearah isteri Baba asiong.
“ Cerewet!”, kata Suminah berbisik, setelah isteri Baba Asiong meninggalkan mereka.
“ Begitulah nasib kita sebagai buruh. Kita harus siap diperintah”, ujar Halimah sambil berbisik. Lalu keduannya hanyut dengan pekerjaannya masing masing.
Mata hari mulai meninggi, sinarnyapun semakin terik. Didepan ruangan kantor sekolah tempat azis yang akan mengambil kertas Nilai Evaluasi Murninya, sudah dipenuhi oleh para siswa kelas tiga SMP. Mereka secara antrian menunggu untuk mendapatkannya. Azis yang baru datang mencari tempat duduk yang ada didepan kantor itu, dia duduk dibangku batu yang berada dibawah pohon akasia. ia tidak melihat Bono dan Jamal. Apakah mereka sudah pulang atau belum datang.
“ Zis, kau punya sudah kau ambil?”, Tanya Maimunah begitu dia keluar dari ruangan kantor. Ditangannya ada selembar kertas.
“ Belum, aku baru sampai?”, jawab Azis
“ Kau punya sudah kau ambil?”, Tanya Azis pula.
“ Sudah ini?”, dia memperlihatkannya kepada Azis
“ Ini harus di fotocofi rangkap tiga?”, Maimunah menjelaskan
“ Kalau sudah di fotocofi, lalu dibawa kekantor lagi?”. Tanya azis ingin tahu