Ugh, jangan sampai hal itu terulang kembali, kesalahpahaman yang berakhir tragis.Â
Meski aku dengan Aidan sudah baikan, tetap saja rasanya masih ada sekat yang membatasi kami untuk kembali menjalin hubungan pertemanan.
"Bukannya Luna lagi deket sama kakak senior ya?" Anya mengernyitkan dahi.
"I-iya" jawabku terbata-bata. Sebenarnya aku hanya asal jawab saja supaya mereka berhenti menawarkanku cowok-cowok gak jelas.
"Wih sama siapa?" Wati terlihat kepo berat.
"Hey, cepet beres-beres. Bu Yanti udah marah marah tuh!" seru Sashi.
Beruntung Sashi langsung memotong pembicaraan kami.
Beberapa saat kemudian, terjadi kerusuhan diluar. Aku tidak tahu pasti apa penyebabnya, namun disela keributan itu,
Sring!!!Â
Muncul sosok misterius entah darimana asalnya. Ia lebih cocok digambarkan sebagai dementor kala itu. Datang secara tiba-tiba lalu menerawang dari luar jendela dan siap menangkapku seolah aku ini adalah tahanannya. Aku segera memalingkan muka karena panik dan kembali bekerja. Anggap saja tidak ada orang aneh itu disana. Jadi, tidak usah dipedulikan.
Sialnya, hal seperti itu tak hanya terjadi sekali. Saat di Kantin, di lorong kelas, bahkan saat aku sedang berolahraga sekalipun. Karena keseringan berpapas muka, aku jadi hafal betul bagaimana wajah dan penampilannya. Jaket abu, bawahan training, lengkap dengan sendal yang sekaligus menjadi ciri khas pria itu.