Ujung selendang tipis biksuni Kalyana Padmi seperti bermata. Ia dapat digunakan untuk menusuk, menyabet, menepis, menolak dan membelit anggota badan bahkan senjata lawan. Sungguh ia gembira bisa menyaksikan pameran ilmu kanuragan yang indah dipandang mata.
Tiba-tiba Sekar Arum melontarkan tubuhnya ke belakang. Sambil menyilangkan pedang di depan dada kedua kakinya mendarat di tanah dan berdiri dengan kokohnya.
"Cukup Nyai. Ilmu Nyai tak dapat aku jajagi kedalamannya." Kata Sekar Arum.
"Ilmupun tak dapat aku gapai. Kau telah mirip dengan gurumu, bahkan mungkin telah mengunggulinya. Kau bukan lagi walet bersayap pedang, tapi garuda." Jawab biksuni Kalyana Padmi.
"Kita akhiri latihan hari ini. Terima kasih Nyai memperkenankan aku belajar." Lanjut Sekar Arum.
"Aku yang tua tak sebaik dirimu. Jangan merendahkan diri." Kata Biksuni.
*****
Apa yang telah Sekar Arum lihat di pagi hari tadi telah cukup baginya untuk mengambil keputusan. Ia akan menyerahkan pendidikan olah kanuragan Dewi Kilisuci kepada Biksuni Kalyana Padmi. Ia yakin wanita buda itu berilmu tinggi, dirinyapun belum tentu mampu mengalahkan jika bertempur sungguh-sungguh mengadu nyawa.
Wanita itu juga sangat perhatian dan sayang dengan Dewi Kilisuci, persis perilaku emban tua pamomong Dewi Kilisuci. Pengetahuan kesusastraan dan cerita-cerita sejarahnyapun sangatlah luas, sangat tepat sebagai guru Dewi Kilisuci.
Saat malam, sehabis makan bersama, Sekar Arum mengutarakan uneg-unegnya kepada seluruh isi rumah. Bahwa ia tidak lama lagi akan pergi mengikuti senopati Naga Wulung menjalankan tugas. Kapan akan kembali belum bisa dipastikan, mungkin sebulan bahkan bisa lebih.
"Bagaimana dengan kelanjutan belajarku bibi ? Apakah aku harus ikut bibi, agar bisa terus belajar olah kanuragan." Kata Dewi Kilisuci.