Segera gadis itu turun dari ranjang bambu. Â Kemudian bergegas melangkahkan kaki membuka pintu biliknya. Â Ia tajamkan pendengarannya untuk memastikan dari mana sumber suara yang terdengar indah itu. Â
Kakinya bergerak melangkah ke arah pintu bagian depan. Â Dengan hati-hati ia melepas palang pintu dan menarik daun pintu yang lebar itu. Â Kepalanya melongok keluar beberapa saat, matanya tajam menembus kabut pagi yang menutupi halaman.
Tak seorangpun ia melihat sosok manusia. Â Di depan matanya hanya tirai kabut yang masih putih menutup udara pagi. Â Ia tajamkan lagi telinganya mendengar suara alunan lagu indah yang menggetarkan gendangnya. Â Kini suara itu seolah berpindah ke belakang rumah. Â Iapun bergegas melangkahkan kaki ke dapur dan membuka pintu butulan. Â Sekali lagi tak ia temukan sumber suara itu.
Gadis itu kecewa. Â Iapun balik lagi melangkahkan kaki ke biliknya. Â Untuk kembali menikmati nyamannya tidur di atas ranjang bambu. Namun ketika ia mendorong daun pintu bilik itu tiba-tiba ia terkejut. Â Suara indah itu melengking berganti nada tinggi menggetarkan dada. Â Ia bergegas menoleh ke belakang. Â Dalam temaram oncor yang hampir kehabisan minyak, matanya menangkap seorang berjubah dan berkepala gundul tengah bersila dan meniup seruling dengan santainya.
"Nyai Kalyana Padmi, suara serulingmu sungguh indah." kata gadis itu.
"Mengapa Nini Dewi mondar-mandir ke depan dan ke belakang ? apa yang Nini cari ?" Tanya Kalyana Padmi setelah menghentikan permainannya.
"Aku mencari sumber suara seruling itu, Nyai. Â Terasa seperti berpindah-pindah. Â Ternyata dari tempat yang sangat dekat dari bilikku. Â Apakah Nyai tidak tidur hingga pagi ?" Kata Dewi Kilisuci.
"Aku sudah beristirahat. Â Sudah menjadi kebiasaanku untuk melatih nafas di pagi hari dengan meniup seruling. Â Kecuali untuk menyegarkan tubuh, juga untuk membangunkan para cantrikku di padepokan. Â Agar segera bangun sebelum matahari terbit." Kata Biksuni itu.
"Di mana padepokan Nyai ?"
"Tidak jauh dari Kademangan Maja Dhuwur ini. Â Di barat sana. Berdiri di atas bukit berbatu, di pinggir desa, Pucangan."
"Suatu saat nanti aku pingin mengunjungi padepokan Nyai."