"Siapa sebenarnya Nyi Sanak ? Sudah kenalkah Nyisanak dengan gadis ini  ?" Tanya Sekar Arum yang berdiri di samping Dewi Kilisuci.
"Amitaba Budha memberkati. Sudah dua pekan aku menunggu di tempat ini, agar bisa bertemu dengan junjunganku Nini Dewi Kilisuci. Sesuai petunjuk Sang Maha Budha.
Dalam mimpi aku telah diperkenankan oleh Maha Budha melihat wajah mulia Sang Dewi. Jika aku ingin bertemu diperintahkannya aku menunggu di sini. Dua pekan aku meditasi di bawah pohon ini untuk  menunggu kehadiran sang dewi.
Namaku Nanda atau biksuni Kalyanapadmi. Dalam  hidupku sebelumnya aku adalah emban pamomong Dewi Mahamaya, ibunda Sidarta Gautama, guru kami. Sang dewi  hendak turun kembali ke dunia, dalam wujud wanita putri Airlangga.
Hormatku untuk sang dewi. Amitaba, amitaba."
Semuanya yang mendengarkan nampak raut wajah mereka keheranan. Dewi Kilisucipun nampak bingung mendengar cerita itu. Namun hatinya tiba-tiba merasa senang, seolah-olah ia tertemu  kembali dengan orang yang sudah dikenalnya.
Tanpa ragu-ragu gadis itu melangkah menghampiri Nanda Kalyanapadmi, dan merangkul leher wanita yang berjongkok itu. Kalyanapadmi menangis kejar, iapun  memeluk Dewi Kilisuci dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Betapa malang hidupmu tuan putri. Masih belia telah ditinggalkan ibunda tercinta." Kata wanita itu.
Kata-katanya seketika meruntuhkan air mata Dewi Kilisuci. Gadis itu menangis kejar dalam rangkulan Nanda Kalyanapadmi. Keduanya berpelukan seperti ibu dan anak yang lama hidup terpisah.
*****
Setelah dua orang prajurit berpakaian petani itu dilepaskan totokannya oleh biksuni Kalyanapadmi, dan menjawab beberapa pertanyaan dari senopati Naga Wulung tentang asal-usul mereka, keduanya lantas diperintah untuk mengubur mayat keempat kawannya. Keduanyapun diperbolehkan pergi meninggalkan tempat itu.