Namun kali ini nampak meditasinya sedikit terganggu. Enam lelaki berpakaian petani bersenjata parang tengah berjalan mendekatinya. Kelimanya lantas berdiri berjajar di depan wanita itu, mata mereka bersinar girang menatap wanita cantik berkulit kuning bersih bersinar yang duduk mematung di atas batu.
"Waaah kita beruntung hari  ini. Lama tak bertemu wanita kini menjumpai perempuan cantik  sendirian di hutan. Ini hadiah kita setelah menggempur istana Giriwana, tapi tak menemukan barang-barang rampasan apa-apa." Kata lelaki gemuk pendek berkulit hitam.
"Akupun telah haus mereguk segarnya buah kama. Wanita ini meski  telah tua namun masih ranum untuk di nikmati." Kata temannya yang tinggi langsing.Â
Biksuni itu membuka matanya dan mengedarkan pandangnya yang lembut tajam kepada enam lelaki  di depannya. Tak segorespun tanda diraut wajahnya ia memendam rasa takut dan khawatir dalam hatinya.
"Kalian mengganggu meditasiku. Aku tak punya urusan dengan kalian. Pergilah !!" Kata wanita itu tenang.
Keenam  lelaki itu tertawa  terbahak-bahak. Perutnya terguncang-guncang seirama dengan gerak mulut mereka.
"Apa gunanya meditasi. Tak ada nikmatnya. Lebih baik  bersama kami berenang di tengah samudra asmaragama. Rasanya lebih indah dari puncak samadi yang dapat engkau gapai lewat meditasimu." Kata lelaki langsing  tinggi itu.
"Kalian orang bhairawa  tantra ? Maaf, jalan kita berbeda. Aku penganut ajaran budha. Maituna yang kalian anggap jalan untuk mencapai kesadaran spiritual lewat kebebasan bersenggama bukan jalanku. Pergilah."
Lelaki langsing itu nampak tersinggung. Matanya bersinar membara tanda hatinya  memendam amarah. Namun sejenak kemudian  ia tertawa terbahak-bahak.
"Tapi kau hanya sendirian di hutan ini. Seperti seekor kelinci di tengah enam srigala buas, kau tak akan berdaya."
"Aku akan melawan sekuat tenaga. Tak sudi kulitku terjamah tangan kalian."Â