"Menurutku harus ada pasukan sandi yang diperbantukan kepada mereka. Tinggal disana dan khusus melayani pemenuhan informasi-informasi yang mereka butuhkan. Bisa jadi mereka tidak tahu jika ada tiga kelompok petani pendatang yang berasal dari daerah selatan." Kata senopati Narotama.
"Segera putuskan pelaksanaan gagasanmu Kakang Narotama. Aku sangat setuju. Kasihan Naga Wulung, jika terjadi apa-apa ia akan terus dibebani rasa bersalah." Kata pangeran Erlangga.
"Sendika dinda." Jawab senopati Narotama.
Sementara itu Dyah Tumambong yang terpaksa ikut rombongan tetirah itu berjalan sambil menundukkan kepala. Sampai keberangkatannya ikut rombongan itu kabar tentang tugas yang diberikan kepada Sawer Welang belum ia dapatkan laporannya. Meski kemarahan ditahannya sekuat tenaga namun ia tak mampu berbuat apa-apa lagi.
"Jika ia berkhianat, akan aku penggal lehernya"katanya dalam hati.
Rombongan tetirah yang mengular jalannya itu, meski berulang kali istirahat, namun akhirnya sampai juga. Menjelang matahari tenggelam di balik gunung di ufuk barat mereka telah memasuki halaman candi Jalatunda.
Hawa dingin di kaki bukit Bekel sebelah barat gunung Penanggungan yang dikeramatkan para brahmana penganut Siwa itu menyergap kulit mereka. Mereka menunggu pengaturan para prajurit yang telah biasa ditugaskan mendahului perjalanan itu.
Sekelompok prajurit yang mendahului rombongan itu, untuk mempersiapkan barak-barak pesanggrahan telah menyelesaikan tugasnya. Kini mereka menyambut kedatangan rombongan itu, dan bergegas mengatur di mana saja mereka harus beristirahat, sesuai pembagian tempat yang telah mereka atur dengan baik.
******
Yuyu Rumpung telah menerima surat dari Dyah Tumambong yang dibawa Sawer Welang. Semua kalimat yang tergores di atas daun siwalan atau pohon tal itu telah ia baca. Iapun telah memahami isinya, bahwa kesempatan telah datang untuk Maha Dewi Panida membalas dendam kepada keturunan raja Medang. Â Ratu Lhodoyong masih terus mendendam, jika ingat riwayat kematian Mpu Panida yang terbunuh dalam maha pralaya di istana Medang Kamulan.
Kini pangeran Erlangga tengah pergi tetirah ke candi Jalatunda, sebagaimana kebiasaan jika tengah merancang kebijakan tertentu. Rombongan tetirah itu diperkirakan tinggal di Jalatunda selama lima belas hari, karena seluruh keluarga istana Giriwana ikut pergi ke Jalatunda.