"Panggil lagi bala bantuan, kirim anak panah sendaren lagi, dua kali ganda." Teriaknya lagi lebih keras, seolah disampaikan kepada orang yang jauh dari mereka.
Sebentar kemudian mendengung dua anak panah sendaren membelah udara malam. Belum hilang suara sendaren yang bergetar dari dua panah pertama, disusul suara dua panah berikutnya. Â
Demikian dua kali berganda, getaran suara panah sendaren membelah udara malam. Ternyata ada dua orang yang bersembunyi yang  mendapat tugas melakukan itu. Mereka tidak ikut dalam riuhnya pertempuran.
Belum selesai hati mereka yang menyerang gerombolan itu terganggu suara panah sendaren, muncul sebuah keanehan lainnya. Tiba-tiba angin sepoi bersuhu dingin berhembus membelai kulit orang-orang yang bertempur mempertaruhkan nyawa itu.
Kabut putih tipis melayang bersama angin sepoi itu. Lama-lama kabut itupun menebal, dan menyebarkan hawa dingin yang lebih mencengkam kulit dan tulang.
"Aji halimun pethak. Ini pasti perbuatan guru." Kata seseorang.
"Ya, guru telah datang." Sambut orang berikutnya.
"Artinya kita disuruh segera meninggalkan tempat ini." Kata yang lain lagi.
"Kita belum menghancurkan begundal-begundal yang merampas bahan makanan para penduduk desa yang kita lewati."
"Lupakan mereka. Kita patuhi perintah guru. Tinggalkan tempat ini. Bahaya mungkin segera mengancam kita."
"Baiklah. Kita pergi. Kisanak yang perkasa. Pendekar bercambuk dan berpedang rangkap yang geulis, segera pergi dari sini. Terima kasih bantuannya." Kata seseorang.