Seperti Sembada, Sekar Sari dan Sekar Arum juga membei hormat. Sambil mengucapkan salam kepada senopati itu.Â
"Hormat kami untuk tuan senopati. Kami berdua mengucapkan selamat malam dan selamat datang di kademangan Maja Dhuwur ini tuan." Kata Sekar Sari.
"Terima kasih tuan putri berdua, salam hormatku pula untuk tuan putri Sekar Sari dan Sekar Arum." Jawab senopati itu.
Kedua gadis itu dan semua yang menyambutnya heran dengan sikap aneh senopati Wira Manggala Pati itu. Ia sangat menghormati dua gadis itu seolah dirinya telah kenal dengan keduanya.
"Ayahanda tuan puteri sangat rindu kepada tuan puteri  berdua. Beliau belum sempat menemui tuan puteri, karena kesibukannya mendampingi Pangeran Erlangga sebagai penasehat beliau.
Dan kepadamu Sembada, Pangeran Erlangga mengucapkan terima kasih. Kau telah mengambil kembali pusaka-pusaka Medang yang hilang.Â
Pasukan Segelar sepapan akan hadir di sini untuk melindungi keberadaan pusaka-pusaka itu, dan membawanya kembali kelak ke tangan Pangeran Erlangga sebagai pewaris kerajaan Medang. Sekaligus membawa kau dan Sekar Arum menghadap beliau di pesanggrahan untuk menerima anugrah atas jerih payah kalian.
Sekarang perintahku kepadamu, carikan aku buah kelapa muda malam ini. Karena hausku tak akan terobati selain minum air kelapa muda. Apakah kau bersedia ?"
Sungguh permintaan terakhir senopati itu sangat aneh, apalagi ditujukan kepada Sembada, seorang pendekar muda yang telah berjasa bagi kelangsungan kerajaan Medang.
Jika hanya mencari kelapa muda cukup kiranya jika memerintah seorang prajurit. Mesti mereka dengan senang hati melakukannya. Tetapi kepada Sembada, pendekar muda yang berjasa itu ?
Namun segala pertanyaan di hati mereka yang hadir di halaman terjawab karena kata-kata Sekar Arum. Â Mereka segera maklum atas teka-teki yang melibat pikiran mereka.