"Benar Sembada. Akulah Senopati Narotama yang diutus kakanda Pangeran Erlangga mencari pendekar bercambuk yang menggemparkan kademangan Majaduwur. Karena tenaga satu orang yang berilmu tinggi sangat berguna bagi kami, jika mau bergabung. Â Kau mengingatkan aku kepada Paman Kidang Gumelar pendekar legendaris jaman ayahanda Prabu Darmawangsa. Itulah sebabnya aku ingin menjajagi ilmumu. Hasilnya aku hampir tenggelam karena betapa dalamnya ilmumu."
"Ahhh Gusti terlalu memuji. Â Ilmu Gusti Senopati juga dahsyat " kata Sembada.
"Lega hatiku bahwa kamu tidak marah Sembada. Jatidirimu kini juga telah terkuak, dua orang yang tak kuundang ini akhirnya juga tahu siapa dirimu."
"Tidak apa apa ki demang. Asal jangan disebar luaskan lagi kepada orang lain."
Ki demang tertarik dengan ucapan Sambaya, bahwa hilangnya Sekarsari mungkin terkait keberadaan Sembada.
"Apakah benar hilangnya Sekarsari malam itu karena kamu ?. Sejak saat itu ilmunya meningkat pesat. Semakin gesit dan kuat. Macan Belang saja kewalahan menghadapinya." tanya ki demang.
Sembada menundukkan wajahnya. Ia tak dapat mengelak lagi atas semua yang ia lakukan.
"Sebelumnya saya minta maaf kepada ki demang. Tanpa ijin ki demang aku telah mencampuri urusan dalam perguruan ki demang. Saya diam diam telah menyaksikan sendiri, saat Sekarsari berlatih sendiri di sanggar. Ada sesuatu yang aku anggap kurang pada dirinya, meski tata gerak ilmunya sudah cukup sempurna. Malam itu ia aku pancing keluar kademangan. Di dekat gumuk ijo kami bertempur. Setelah kelelahan aku buat dia pingsan. Saat itulah aku sempat membenahi urat syaraf dan tata nadinya."
"Kau benahi urat syaraf dan tata nadinya ? Berarti ia kau telanjangi lebih dulu gadis itu, baru kau bisa membenahi urat syaraf dan tata nadinya"
"Benar ki demang maafkan kelancanganku atas calon menantumu."
"Kau tidak melakukan apa apa setelah itu ? Setelah tahu kedalaman tubuh Sekarsari tanpa busana ?"Â