Mohon tunggu...
Wahyu Desy N
Wahyu Desy N Mohon Tunggu... -

Setiap orang memiliki kesempatan yang sama, untuk itu jangan biarkan mereka menjatuhkanmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untitled

14 Maret 2015   15:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:40 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Will u be alright? even if im not by ur side~

Lagu itu masih berulang. Entah sudah berapa kali. Menjadi soundtrack kesendirianku. Miris? Siapa yg peduli. Sekali lagi aku mengambil nafas. Meneliti wajah yg tergambar di dinding cangkirku. Betapa Tuhan tidak adil dalam banyak hal. Bagaimana mungkin Dia menciptakan makhluk seindah itu. Tidak hanya indah tapi juga memiliki segalanya. Tubuh yg bagus, suara merdu, uang yg banyak, keluarga yg solid, dan jutaan penggemar yg bahkn mungkin rela mati untuknya. Sedangkan aku, untuk menyelesaikan kuliah saja masih harus terseok.

Tung. Beberapa pesan mengusikku. Tak ada yg penting hanya pertanyaan basa-basi. Kusempatkan membuka grup, hanya meneliti sejenak lalu kembali menutupnya.

"Kau sibuk?" Sebuah pesan berhasil mengalihkan perhatianku. "Aku butuh bantuanmu" Pesan lain menyusul sebelum aku sempat membalasnya. Tentu saja aku tahu dia akan minta tolong, dia hanya mengirimiku pesan jika ada yg harus kulakukan untuknya. Atau saat dia harus membuatku terkejut.

"Ada apa?"

"Kau punya lagu ballad mereka kan? Tolong kirimkan semua. Aku tidak bsa mendownloadnya."

Aku menyeruput kopi susuku. Kali ini agak banyak. Malam mungkin saja akan lebih panjang.

"Ah, Iya. kita harus bertemu segera setelah kau lulus" pesan lain kembali mengusikku.

"Setelah kau kerja, akan semakin sulit untuk kita bisa pergi."

Aku termangu, mungkin dia benar.

"Aku akan memikirkannya." balasku bersama emoticon dua jempol.

"Pasti menyenangkan. Aku ingin melakukan banyak hal bersamamu"

Aku tersenyum kecut, aku juga.

"Sudah sampai dimana?" Sebuah pesan kembali muncul.

Aku tersungut. Setahun terakhir pertanyaan itu menerorku. berdatangan dari segala penjuru. Memaksaku lebih khawatir opini mereka ketimbang skripsi yg belum jg di acc. Peduli apa mereka atas keberhasilanku?

"Masih banyak. Aku kesulitan mencari referensi."

Belum ada balasan. Apa dia sudah tidur?

"Kau harus bekerja keras" tiba-tiba sebuah pesan muncul" Seperti kata mereka" pesan lain menyusul bersama berbagai macam emoticon.

Aku tersenyum, "Iya" balasku cepat, "Pasti"

~~~

"Mbak Nina sudah pulang,"

Selenting suara terdengar sayup dari balik pintu kosku. aku diam sejenak, mematikan mp3 lalu bangkit dari duduk.

"Ada paket buat mbak nina" suara itu kembali terdengar. "Saya taruh sini aja apa mbak?"

"Dari siapa Jang" sahutku begitu pintu terbuka.

Pandangan ujang beralih ke kardus di tangannya. Sepertinya berat.

"Dari Jogja mbak." Ucapnya sambil menaruh kardus itu di balik pintuku, "Son dongwoon" ejanya sebelum kembali keluar. Alisku tertaut mendengar nama itu. "Pacarnya ya mbak?" Goda ujang.

"Mau tau aja kamu."

"Namanya sama kayak paketan sebelumnya" ucapnya lagi. Aku tersenyum, benar juga.

~~~

"Aku tidak tahu berapa banyak kau menghabiskan uangmu. Tapi, terimakasih" Tulisku tanpa jeda.

"Kau menerima paket lagi? Dari siapa?"

Pesannya membuatku kembali kehilangan mood. "Apa Son Dongwoon?"

Aku mendelik, sampai kapan dia akan terus seperti ini. Kuletakkan ponselku lalu kembali berjibaku dengan tumpukan buku.

Tung.

"Apa benar dia? Wah selamat ya" ucapnya dalam sebuah pesan dengan deretan emoticon mengejek.

"Son dongwoon? Jogja? Apa kau pikir itu masuk akal?" Tulisku

"Siapa yg tahu?" Balasnya cepat, "mungkin dia liburan"

"Kau sudah harus mengecek kewarasanmu"

"Percayalah, kau akan senang kalau dia benar-benar ada di sana" godanya senang

"Itu lebih terdengar seperti fanfiction bagiku"

"Tidak masalah" Dia masih mengetik sisa pesannya, "asal membuat seseorang bahagia, tidak masalah jika itu hanya kisah fiktif"

Aku terpaku. Apa, apa sebenarnya yg dia pikirkan.

"Kau tidak membalas pesanku? Baiklah. Selesaikan kuliahmu segera. Kalau bukan untukmu, setidaknya untuk mereka yg menyematkan harapannya padamu."

Kalimat itu, sedikitpun aku tak bisa mengenyahkannya. Meski tak suka, harus kuakui, nasehat itu sepenuhnya benar.

Aku melirik cangkir kosong di depanku, foto Son Dongwoon dalam berbagai pose ada di sana.

"Aku akan berusaha keras." Ucapku pelan, "kau percaya kan?" Bisikku lagi, entah kepada siapa

~~~

Sudah lewat sebulan. Aku sudah menyelesaikan semua. Hari yg ku perjuangkan selama ini sudah selesai. Tinggal selangkah lagi. Baru terasa betapa sakitnya pundak dan pinggangku karena terlalu lama duduk.

Satu persatu media sosial yg ku nonaktifkan sebulan terakhir kembali kubuka. Selang beberapa menit ribuan notifikasi memenuhi ponselku. Grup selalu ramai bahkan untuk hal-hal yg tidak penting. Aku tersenyum membaca beberapa pesan dari teman-teman di fandom. Meski sebagian besar belum saling bertemu, mereka tetap memberiku semangat.

"Hi, Im back"

Tulisku memulai pembicaraan setelah sebulan vakum. Beragam sambutan lengkap dengan emoticon lucu memenuhi layar ponselku. Seolah aku adalah anak yg hilang ribuan tahun.

"Kau pasti lelah. selamat ya." aku tersenyum membaca pesan darinya. Entah karena kalimatnya, atau karena akhirnya kami bisa bertukar kabar kembali.

"Terimakasih untuk semua" tulisku sambil tersenyum tulus. Tentu saja itu tidak berguna. Aku tersenyum sampai bodohpun dia tidak mungkin melihat.

"Kau cantik saat tersenyum"

Deg. Jantungngku berdegup kencang. Refleks kuedarkan pandangan ke sekitar. Hanya ada foto dan beberapa poster. Tentu saja, ini kamar kosku.

"Kenapa?" Tanyanya lagi, seolah melihat kebingunganku

"Hei, kau membuatku takut" balasku cepat.

Tak ada balasan, selang beberapa menit hanya 3 emoticon Lol yg ia kirim

"Bukankah kau harus merayakannya?"

Aku termangu, boleh juga. Tapi tidak, ini masih terlalu dini. Aku sudah memiliki rencana sendiri untuk merayakan kelulusanku nanti.

"semakin cepat kau menyelesaikan kuliah, aku semakin tidak siap bertemu denganmu" sebaris pesan lain membuatku tersenyum.

"Kau gugup?" balasku cepat "atau kau minder karena harus bertemu wanita secantik diriku? akui saja."

"Aku pasti sudah gila kalau mengakui kau cantik."

Aku tertawa membaca pesannya. Dia selalu berhasil membuatku merasa nyaman.

"Jgn terlalu lama bersenang2" pesannya "aku tahu kau mudah lupa diri."

"Aku akan kembali fokus setelah project ulang tahun dongwoon" balasku cepat.

"Tahun depan dia masih bisa ulang tahun, lagipula Puu sudah mengurus semua. Kontribusimu tidak terlalu dibutuhkan."

Aku tersungut. Berani sekali dia mengataiku seperti itu.

"Aku tetap akan membantu" balasku cepat, "aku sudah berjanji pada diriku sendiri"

"Kau sudah terlalu banyak berjanji pada dirimu, kalau aku jadi dia aku pasti sudah sangat marah"

Aku tertegun. bingung, tak tahu harus membalas apa.

~~~

Waktu berlalu begitu cepat. Aku menyelesaikan semua seperti org kesurupan. Tiba-tiba saja aku merasa, besok, mungkin aku tak memiliki kesempatan yg sama, Merasa bahwa satu tahun mengulur waktu harus segera kubayar kali ini.

Sesekali aku mampir di grup, sekadar say hi dan meminta dukungan. Mereka semua sama antusiasnya denganku. Seolah keberhasilanku nanti akan berpengaruh untuk hidup mereka. Kini Aku baru percaya, kebahagiaan itu seperti ciuman, kau harus membaginya untuk tahu rasanya. Hah. Aku pasti sudah gila mengamini kalimat itu sekarang. Setahun lalu, aku menganggapnya absurd saat ia mengirimiku kalimat itu.

"Sebelum anniv kamu udah kelar kan nin?" Pesan dari Puu, "aku mau buat project, tapi susah kalau ngurus sendiri."

aku berfikir sejenak, masih kurang tiga bulan sebelum tanggal anniv. Seharusnya bisa.

"Aku usahain puu" balasku, "bulan depan aku sidang, kalau sesuai jadwal aku pasti bantu!"

"Hm, aku udah komunikasi sama temen kamu yg di makassar," balasan puu membuat mataku terbelalak, tunggu dulu, bagaimana puu bisa berhubungan dengannya? "Dia bilang kamu pengen join, makannya aku pm kamu. Sebenarnya dia udah mastiin kalau kamu bisa."

Damn! Lagi-lagi dia melangkahi keputusanku. membuatku seolah tidak mampu melakukan semuanya sendiri.

"Gimana nin?" Pesan puu mengembalikan kesadaranku

"Hm, oke" balasku setelah berpikir beberapa saat, "kamu emailin projectnya ya, aku pelajarin dulu. Tapi mungkin awal bulan aku baru bisa aktif. Mian"

"Sip sip" balas puu cepat, "kita komunikasi aja terus, semua udah siap kok. tinggal eksekusinya aja."

Pesan dari puu mengahiri percakapan kami. Aku termenung sesaat. Aku tidak pernah mengerti, bagaimana ia bisa berhubungan dgn banyak org di sekitarku.

"Siang2 begini, kau pasti sedang memikirkanku." sebaris pesan membuatku tersenyum keki.

"Kau punya bakat mengejutkan orang." balasku malas. Tak ada balasan, masih jam kantor, pasti dia sibuk. aku bangkit perlahan dari duduk. Tak lagi bersemangat mengerjakan sisa skripsi.

"Tahun ini, mari kita bertemu."

Pesannya membuatku kembali antusias "Kenapa?"

"Apa aku harus menjawab pertanyaan seperti itu?"

Jantungku berdegup kencang. Tidak. Aku tidak boleh terlihat mencolok.

"Tentu saja"

"Aku tidak ingin kau menyesal karena tidak sempat menemuiku."

Sial. Beberapa detik kemudian deretan emoticon, tertawa mengejekku.

~~~

Aku gila. Ya, aku pasti sudah benar2 gila. Ku hembuskan nafas perlahan, hati dan pikiranku masih harus disinkronkan. B2uty gath baru dimulai besok, masih ada waktu sampai aku menemukan rumahnya. Aku tersenyum puas. Kali ini akan kubuat dia terkejut, seperti yang biasa ia lakukan padaku. Aku harus minta maaf pada puu untuk misi terselundupku ini. Tak masalah, asal gath besok aku bisa hadir. Toh ini bonus bagiku.

Makassar lebih panas dari yg kuduga. Dan macet. Untungnya sopir taksi yg kutumpangi cukup menyenangkan. Kami berbincang sesekali. Atau jika melewati tugu atau bangunan tertentu ia akan bercerita laiknya tour guide.

"Kalau sudah melewati gedung phinisi berarti kita sudah dekat mbak" ucapnya seolah tahu kejenuhanku. Aku tersenyum lalu mengangguk kecil, "santai saja pak, saya sekalian mau lihat suasana makassar"

Supir taksi itu mengacungkan jempolnya lalu kembali bercerita. Ngalor~ngidul. Tentang banjir, macet, hutan kota yg banyak ditebang untuk pelebaran jalan, hingga kejahatan begal yg juga marak di makassar.

"Pacarnya ya mbak?" Tiba2 supir itu membelokkan pembicaraan. Aku sempat kaget sebelum akhirnya tersenyum

"Teman" balasku pendek, perjalanan dari bandara lumayan menguras semangatku. Di depan kulihat gedung phinisi berdiri menjulang. Cukup megah, tapi sepertinya Kampus ini terlalu dekat dengan jalan. Pasti sangat riskan, apalagi mahasiswa makassar gemar berdemo.

Kami berpindah jalur lalu belok kiri. Jalannya lebih kecil. Sepertinya ini masih kompleks yg sama dgn phinisi. Aku sempat melihat logo UNM di gerbangnya. Pelan taksi memasuki area perumahan. Pak supir bicara sebentar dengan satpam. Mereka menggunakan bahasa indonesia, tp aku tak terlalu paham. Sepertinya sudah bercampur dengan bahasa asli makassar.

"Rumah di sini sedikit, jadi lebih mudah" ucap supir itu sambil kembali menjalankan mobilnya. Aku mengangguk. Jantungku berdesir sesaat. apa tidak apa-apa aku muncul seperti ini? Bagaimana kalau dia tidak mengenaliku? Atau lebih parahnya tidak mengakuiku? Apa yg harus kulakukan?.

Supir baik hati itu menurunkanku di depan rumah bercat abu-abu. Aku mengedarkan pendangan sejenak. Ragu.

"Cari siapa ya mbak?" Seorang ibu paruh baya menarikku kembali ke dunia nyata. Aku tersenyum kecil lalu mengucapkan salam.

"saya..."

"Mbak Nina!" Tiba-tiba dia terpekik. Aku sama kagetnya dengan dia. Sedetik kemudian ia berlari masuk, meninggalkanku dalam kebingungan. Aku mengedarkan pandangan, rumah yg indah. Dia pernah bilang kalau ibunya penggemar bunga. Tapi aku tak menyangka koleksi mereka sebanyak ini.

Krekk. Pintu terbuka. Seorang wanita yg lebih muda dari ibu tadi berjalan kearahku. Tak sampai semenit ia memelukku erat. Bahuku terasa basah. Dia menangis.

~~~

Will you be alright? Even if Im not by your side?~

lagu itu masih berulang. Entah sudah berapa kali. Perlahan kuraih ransel yg tadi kulempar begitu saja. Sebelah tanganku mengaduk seisi tas, mencari ponsel yg kuabaikan sejak aku tiba di "Makassar.

"Dia sudah mengatakannya, kamu pasti datang. Jauh sebelum kecelakaan itu terjadi"

Kalimat bibi tadi kembali berdengung. "Sebelum koma dia meminta ibu menyampaikan permohonan maafnya, dia bilang, mungkin tidak bisa menepati semua janjinya padamu."

Airmataku mengalir. Semakin deras. Ini tidak benar. Bukankah harusnya kami bertemu tahun ini. Bukankah dia akan menemaniku menonton konser. Menemaniku berlibur ke banyak tempat yg sudah kami pilih. Bukankah, bukankah... aku menangis, semakin keras. Hingga dadaku sesak.

"Kami pikir dia hanya tidur, tapi ternyata dia memilih untuk tidak bangun."

Ponselku berdering, aku hanya melirik sekilas. Puu. Dia pasti khawatir, sejak tiba aku belum memberinya kabar.

"Kamu udah tiba kan nin? Aku udah hubungi cia, besok pagi dia jemput kamu di hotel."

Aku menghela nafas, tak lagi tertarik dengan gath tahunan fandom.

Tunggu. Tanganku berhenti di kolom pesan. Tidak mungkin. Aku masih memiliki pesan darinya. Tanganku bergetar. Sepertinya pesan tunda, ia sengaja menset agar aku menerimanya hari ini.

"Aku mencintaimu. Maaf, harusnya aku mengatakan ini sejak awal."

Aku kembali terjatuh. Airmata yg tadi sempat mengering tak bisa lagi kuakali. Bagaimana mungkin dia meninggalkanku seperti ini.

Will you be alright?

Without a person to argue with

Without a person to joke around and laugh with

If its okay with you?

Lagu beast mengalun perlahan, mengiring tangisku. Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Dia tahu itu. Harusnya dia tahu. Dadaku sesak.

"Terimakasih bunganya. Tapi itu norak sekali" aku mengingat hari itu, saat ia mengirimkan bunga untuk sidangku. Membuatku harus menanggung malu seharian.

"Apa cantik?"

"Lumayan"balasku, "kenapa masih saja mengirimiku?"

"Kau akan malu kalau kukatakan sekarang" balasnya bersama deretan emoticon Lol.

Aku menangis. Sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir.

Tok.tok.tok

Terhuyung kuseret langkah menuju pintu. Kepalaku terasa pening. Aku menautkan alis, Harusnya aku tidak punya tamu disini

"Nina"

Sebuah suara menyentakku. Aku tak mengenalinya, suara maupun wajahnya. "Kamu gak papa? Aku telfonin kamu daritadi" Suara itu berdengung, tidak jelas. "Astaga. Kamu demam"

Aku ambruk di depannya. Tubuhku limbung. Masih kudengar suara itu meminta officeboy memanggil ambulans.

"Puu khawatir kamu kenapa-napa. Harusnya kamu ngabarin kita"

Gelap. kali ini semua benar2 gelap. kalau kali ini aku tertidur, aku juga tidak berharap bangun lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun