"Memangnya Pak Tomiran punya cerita sedih juga?" tanya Dadang.
"Dua tahun yang lalu aku diajak saudaraku kerja di proyeknya. Saat itu aku nganggur karena di-PHK. Dia memintaku memegang uang proyek.
"Aku tentu senang. Enam bulan menganggur membuat hidupku sengsara karena uang pesanggon habis. Pertolongan saudaraku ini membuat kehidupanku kembali normal, tidak harus pinjam kesana-kemari.
"Proyek saudaraku itu membangun sebuah hotel di Jogja. Proyeknya senilai 2 miliar, dipercayakan setengahnya padaku."
Tomiran menunduk, menahan tangis.
"Aku orang tidak tahu berterimakasih. Tergiur uang yang banyak, aku membawa kabur uangnya.
"Aku tergoda seorang wanita, aku pakai untuk berfoya-foya. Aku tinggalkan keluargaku sehingga mereka terlantar dan terhina. Aku khianati saudaraku. Ooohh ...." Tomiran menutup kisahnya dengan tangisan.
"Lalu, bagaimana bisa sampai di sini?" Samin bertanya pelan. Tomiran mendesah sebelum menjawab. Ada sedikit rona marah di wajahnya.
"Perempuan jalang! Dia kabur membawa uangnya. Aku tidak punya apa-apa lagi. Aku tidak mungkin pulang ke Jogja. Kudengar polisi sedang mencariku. Aku terus mencari perempuan sundal itu. Apes. Pencarianku malah berhenti di sini.
"Dua tahun aku meninggalkan istri dan anak-anakku. Lelaki macam apa aku ini ...." Tangisnya meledak mengiris hati bagi yang mendengarnya. Samin dan Dadang saling tatap. Tole masih menangis, pelan.
"Semoga dengan musibah ini Allah mengampuni dosa-dosa kita," Dadang berkata pelan.