Setahun di penambangan, Tomiran paham kondisi keamanan terowongan. Dia sering disuruh Bos untuk mengganti kayu penyangga atap terowongan. Samin sendiri baru sebulan di penambangan. Dua minggu lalu Bos menunjuknya menjadi pemimpin grup.
Semangat kerja dan tenaga yang dimiliki Samin alasan dijadikannya pemimpin. Padahal, sebelumnya Bos sempat ragu menerimanya bekerja.
Wajah samin berbentuk kotak dengan kedua pipi berisi, ditambah hidung yang lebih tepat disebut besar bukan mancung menunjukkannya seorang pendiam namun mudah marah dan berwatak keras. Rambutnya yang cepak membuat orang-orang mengira dia anggota TNI.
Bos khawatir, sifat mudah marah Samin akan mengganggu suasana kerja para penambang. Namun, tubuhnya yang tinggi besar, dengan otot-otot lengan yang kekar lebih dibutuhkan untuk menggali terowongan lebih dalam.
"Kita harus pindah!" Tomiran memecah keheningan.
Mereka berbalik dan menemukan terowongan yang membentuk ruangan yang cukup untuk mereka berlima. Samin menghampiri Kusno yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Kedua kakinya remuk, tangan kirinya fatah, dan kepalanya berdarah.
"Beruntung benar mereka," kata Tole tiba-tiba.
"Siapa maksudmu?" tanya Tomiran seraya melepas helmnya.
"Heri, Amran, dan Tedi!" jawab Tole.
"Ya, mereka memang beruntung." Samin memejamkan mata membayangkan ketiga wajah anak buahnya itu.
Ketiganya sedang membawa serpihan batu ke alat penggilingan di luar terowongan saat gempa terjadi.