"Mas ..., sebanyak apa pun dosa. Bahkan sebanyak buih di lautan, Allah pasti mengampuninya. Asal kita benar-benar menyesalinya." Dadang memegang bahu Samin.
Samin menutup muka dengan kedua tangannya, dengan terisak-isak berkata, "Ya Allah ..., kalau aku harus mati di terowongan ini. Aku rela, asal Kau ampuni dosa-dosaku."
Samin mengatakan kalimat itu pelan. Namun, sampai ke telinga Tomiran dan Tole. Tangisan keduanya semakin kencang.
Ruang terowongan dipenuhi tangisan. Air mata ketiganya membasahi tanah. Tanah milik Allah Yang Maha Pengampun. Allah Yang Maha Mendengar.
Tiba-tiba seberkas cahaya menerobos masuk. Cahaya yang semakin lama semakin terang, bersamaan dengan digesernya batu-batu yang menutupi terowongan oleh tim penolong.
Dadang yang pertama melihat. "Mas ... Mas Samin, lihat! Pintu terowongan terbuka."
Ketiganya seketika mendongak. Serentak mereka mengucap, "Alhamdulillah .... Ya Allah."
Mereka masih terisak, juga tersenyum. Tersenyum bukan hanya karena bisa keluar. Namun, karena merasa Allah telah mengampuni mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H