"Dan kau, berapa lama bertahan dalam hujan?"
"Sampai kau datang."
"Hei, sudah dulu ya, Ibu memanggilku."
Lagi lagi suara lembut itu menghilang. Ponsel pun kembali digenggam. Dan hujan berbisik pada ujung penantian. Tio tak pernah lepaskan harapan.
***
Ratri. Dia gadis yang baik budi. Begitu lembut pun tak pernah menyakiti. Tio mengenalnya belum lama. Namun seakan tak terhitung waktu mengurai pembicaraan pun canda dengannya. Rasanya tepat berada di depan mata. Begitu nyata terasa.
Tio dan Ratri terpisah jarak kota. Hanya sebatas lewat suara mereka berjumpa. Pernah sekali tak sengaja bertatap muka. Saat Ratri hendak berkunjung ke rumah neneknya di Jogja. Kota dimana Tio pun berdiam di sana. Namun tak lama berpisah jua.
***
Beberapa bulan lalu, di stasiun kereta, Tio menunggu. Berharap cemas bertemu. Terlukis dengan jelas wajah pujaannya. Meski hanya mengenal foto lewat gawai saja.
Ratri adalah teman dari sahabat Tio. Dia hanya diberi nomor kontak saat itu jua. Namun tak pernah bersua sebelumnya. Mereka terlibat pembicaraan lewat layar kaca. Dan terikatnya hati meski belum pernah jumpa. Entahlah rasa itu muncul begitu saja. Dan saat itu kali pertama mereka bertemu.
"Ingat ya aku pakai baju biru tua."