Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tragedi Cinta 'Bunga Terakhir'

30 September 2011   19:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:27 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bunga-bunga-bunga-bunga... Silahkan berdatanganlah wahai kau cinta-cinta-cinta-cinta... ^_^

*****

"Huuuaaawww!!! Hari ini hari yang cerah!!!" Pekikku dari atas balkon kost-an ku yang jelek sambil merentangkan tangan selebar-lebarnya. Ku pandangi SMS yang ada di HP-ku dan itu dari seorang kawan, Julian namanya. Aku hanya tersenyum sumringah, ada yang menyuruhku untuk rutin menghantarkan bunga rutin tiap hari. Ah, lumayan aku mendapatkan tambahan, hitung-hitung untuk kuliahku. Lagian aku disuruh menghantarkannya di RS dekat dengan toko bunga tempatku bekerja.

Aku segera bersiap-siap untuk pergi bekerja sebagai kurir bunga. Ku kenakan topiku yang terbordir nama toko bunga tempatku bekerja, ditambah kaos terbaikku dan celana belelku. Selesai sudah, aku pun melangkah kearah sepeda motor bututku.

Sesampai, di tempat kerja aku sudah merangkai semua bunganya menjadi satu diatas sepeda motorku. Langsung aku pergi menghantarkannya. Sebelumnya aku berpikir dulu, apa aku ke rumah sakit dulu menghantarkan bunga untuk Alena nama perempuan itu? Atau menghantarkan pesanan bunga-bunga yang lain dulu? Ah, sudahlah aku langsung memasuki Rumah sakit itu namanya juga paling dekat.

Ku jalani koridor-koridor Rumah sakit yang bersih itu. Sebelumnya ku tanyakan nama perempuan itu di resepsionis. Kamar No. 23... Yah, aku harus selalu mengingatnya karena ini akan menjadi pekerjaanku beberapa hari kemudian. Hmmm... Ku bawa kumpulan bunga mawar yang teerangkai rapih tersebut dan tibalah aku di  salah satu kamar yang ber-nomor 23. Tiba-tiba langkahku tertahan, mengingat bahwa bunga ini belum ada kartu ucapannya. Ah bagaimana ini? Aku putar otak kemudian ku ambil secarik kertas dan kutulisi kata-kata manis untuknya sang pujaan hati kawan.

bunga ini untukmu sayangku,aku merindukanmu dalam udara di kota berbeda ini.love you beb

Sejenak kekonyolanku dalam tulisan kecil ini, semoga bisa membuat Alena tersenyum dan berpikir bahwa Julian pacarnya yang jauh di sana sangat romantis. Ah, memang dia romantis tapi keromantisan itu jadi terbatas karena dia pun lagi ada di luar negeri untuk menuntut ilmu.

Krrriiieeettt!!!

Ku buka pintu kamar itu dan ku langkahkan kakiku beberapa langkah.

"Siapa?" Terdengar suara gadis yang sangat parau.

"Maaf, Mba. Menggangu, ini bunga kiriman Julian." Kataku diiringi rasa terkejutku melihat sosok yang sedang terduduk di atas tempat tidur. Ya, Tuhan! Cantiknya!!! Pekikku dalam hati.

"Makasih," Jawabnya singkat sambil menerima bunga itu dan aku pun segera pergi.

"Eih, makasih..." Panggil Alena dan berterimakasih kepadaku.

"Oh, iya iya..." Jawabku ngasal dan berlalu, tapi lagi-lagi...

"Eih," Panggilnya. Aku menoleh dan memandanginya lagi. Lumayan bisa memandang wajahnya yang cantik itu.

"Ga bisa ya temani aku sebentar aja? Mulai dari kemaren aku sendiri di sini. Orangtuaku lagi sibuk kerja." Katanya dengan wajah memelas. Aku sedikit terkejut, gadis ini lugu atau manja sich? Ah, sama aja yak?

Aku melangkah sedikit dan tanpa disuruh aku duduk di kursi di sampingnya. Ku lihat Alena membaca kertas yang baru kutulisi tadi dengan senyuman.

"Hihi, bodoh!" Tawa Alena.

"Apa?"

"Gimana caranya Julian ngasih iini sama kamu? Pake merpati pos yah?" Alena cekikikan.

"Oalah," Aku hanya bisa menepuk jidat, ternyata dia mengetahui itu ulahku. Alena menggeleng-geleng kepala, makin aku lihat wajahnya makin banyak penilaianku. Tadi aku berpikir dia wanita cantik, kemudian wanita manja dan sekarang aku mulai berpikir di sepertinya sedikit dugal.

Tiba-tiba Alena mengulurkan tangannya padaku. Dan aku menyambutnya dengan senyuman.

"Namaku Alena... Kamu?"

"Eh... Gio..." Jawabku grogi.

"Hmmm..."

Kira-kira 10 menit aku berbicara dengannya, ingin rasanya nambah 10 menit lagi akan tetapi aku harus mengantarkan bunga-bunga yang lain ditambah lagi aku akan masuk kampus. Aku pergi, sebelum aku pergi...

"Besok masih bawa bunga lagi, khan?" Tanya Alena. Aku hanya mengangguk pelan.

Akhirnya, aku mengetahui bahwa dia sebenarnya sedang mengidap penyakit kanker otak. Aih, sangat tragis sekali hidupnya. Ah, sudahlah aku kenapa jadi memikirkan orang lain?? sementara aku tak tau besok makan atau tidak.

Ku lanjutkan lagi pekerjaanku sebagai kurir bunga dan kemudian sebagai mahasiswa biasa-biasa saja.

***

Huft, sudah ada 3 minggu ku lewati dengan mengantarkan bunga pada Alena. Dan apakah mentari tau? Bahwa aku memiliki rasa padanya. Ah, persetanlah! Dikatakan ini terlalu cepat, ya perasaanku yang terlalu cepat. Norak! Kampungan! Terserahlah.

Ini mengalir begitu saja saat dia tersenyum padaku, saat dia menyentuh hatiku, saat dia berkata-kata dengan tuturnya yang aku suka. Ya, ampun! Ini cinta terlarang. Dia kekasih sahabatku.

Hari ini, aku datang tetapi wajahnya tak seceria kemarin-kemarin. Saat aku tanyakan kenapa dia pun menjawab dengan uraian airmata dan ketakutan yang teramat dalam.

"Aku takut. Besok akan operasi... Hikss... Pasti sakit dan aku nanti pasti akan botak," Tangisnya. Ku tenangkan dia sebagai 'sahabat'. Ku lihat dia bertelepon dengan Julian yang ada jauh di sana. Aku hanya terdiam atau mungkin cemburu. Ah...

Ya, dia menjalani operasinya. Perasaan takut yang berlebihan yang aku rasakan dari dalam kamar kost-ku. Ku panjatkan beribu doa-doa untuk meminta kepada Yang Maha Kuasa perlindunganNya.

Keesokan paginya, aku bergegas ke Rumah Sakit dan segera mendapatinya dalam keadaan yang sangat lemah. Kepalany terbungkus perban. Ah, tak kurang kecantikanmu Alena. Tapi dia memasang wajah kecewa dan matanya hampir menangis.

"Kenapa?"

"Sakit," Katanya menahan tangis.

"Yang sabar... Tuhan akan menjagamu..."

Dia tetap berurai airmata, lagi dan lagi aku lihat dia bertelepon ria dengan Julian di sana. Ah, sudahlah... Aku kembali mengingat bahwa aku datang kesini bukan sebagai penjenguk melainkan kurir bunga. Ku letakkan bunga mawar merah di dekatnya dan secarik kertas kembali (secarik kertas itu selalu aku berikan sekali pun dia sudah tau siapa yang menulisinya).

alena, hapus airmatamu... walau memang cantikmu takkan buram tapi tanpa arimata lebih baik

Alena meraba-raba lacinya kemudian mengeluarkan beberapa lembar kertas. Aku tersenyum kecut. Kemudian dia melihat-lihat kertas itu satu persatu.

"Kau suka aku?" Tanyanya tiba-tiba, aku terkejut dan terdiam.

"Gak!"

"Untuk apa kau tetap merangkai kata-kata ini?"

"Kau Ge-Er sekali!" Jawabku ketus. Alena hanya diam kemudian mengumpuli kertas itu dan menyimpannya kembali. Aku pun langsung keluar dengan hati berdebar.

"Kau jahat sekali, padahal aku ingin mendengarnya..." Kata Alena tiba-tiba dan langkahku terhenti.

"Mendengarkan apa?" Tanyaku heran.

"Kau suka padaku?" Tanyanya lagi.

"Gakkk! Kurir bunga dan hanya kurir bunga... Thanks untuk segalanya tapi jangan salah sangka padaku." Kataku kemudian aku betul-betul berlalu.

***

Malam itu, sesak dadaku karena menyakiti hati seseorang yang sungguh sebenarnya aku menyukainya. Ditambah lagi saat mengantarkan bunga ke tempat yang lain aku kehujanan.

Besoknya aku tak menghantar bunga dan tak kuliah. Aku merindukannya... Alena... Ternyata dalam satu hari tak bertemu sesak di dada.

"Huft, istirahat sehari membuatku seperti orang hilang ingatan," Kataku pada teman sekerjaku. Kemudian aku segera berlalu dengan sepeda motor butuku. Di dalam hati aku berjanji untuk mengubah kejutekanku kemarin. Ya, aku tak mau dia menangis lagi.

Tap! Tap! Tap! Terdengar suara langkah kakiku di koridor Rumah sakit yang sepi.

Kamar No.23

Masih aku menyentuh pintu itu tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Aku segera menoleh karna ku hafal suara siapa itu. Julian?

"Hei, dia sudah tidak ada!" Kata Julian.

"Pulang?" Tanyaku kecewa.

"Ya...  Pulang ke Surga tepatnya..." Katanya sedih.

"APA!!!" Pekikku.

"Kemarin... Dia menghembuskan nafas terkahirnya..." Jawab Julian kemudian terduduk di bangku yang berderet di rumah sakit.

"Ingin ziarah?" Kemudian Julian memberitahukan salah satu pekuburan. Aku langsung mengambil langkah seribu tapi langkahku terhenti karena panggilannya.

"Hei, ini uang bunga-bunga itu," Katanya sambil menyelidiki uangnya. Aku menggeleng kemudian pergi begitu saja. Tak ada artinya uang itu, terserah kalau aku harus menomboki dengan gajiku yang tak seberapa. Yang aku tau bunga itu sebenarnya dariku bukan Julian.

***

Tanah merah dengan taburan bunga melati di atasnya. Ditambah lagi bunga-bunga kering berguguran. Aku menangis untuk sesuatu yang terlambat. Untuk sesuatu yang takkan bisa ku rengkuh lagi. Aku menyesal telah berbohong padanya dua hari yang lalu. Ya, aku mencintainya dan rasaku tak terungkap justru aku menyangkalnya. Ku remas-remas tanah merah itu dengan geramnya, aku tau bahwa airmataku sudah terlalu banyak untuk ukuran seorang lelaki menangis.

"Alena..." Kataku pelan. "Aku suka kamu..." Aku meletakkan rangkain bunga mawar tadi di atas gundukan tanah merah itu. Dan ku ambil kertas yang sudah ku tulisi tadi pagi.

alena, tetap semangat jangan cengeng. aku tak suka cewe cengeng, kalo ga cengeng aku suka... bukankah itu yang ingin kau perdengarkan? aku suka kamu...

Ah, sialan... Cintaku tak terungkap! Aku berlalu meninggalkan kuburan Alena dan masih terus mengusap-usap mataku yang berair.

Apalah aku ini? Harus semangat bekerja berhubung gajiku bulan ini akan mendapatkan banyak potongan. Demimu Alena.

"Bunga terakhir untukmu, Alena. Aku pikir bunga terakhir ini aku persembahkan saat kesembuhanmu ternyata saat menutup matamu. Alena, cinta tak memihak pada jalan kita," Aku hanya memejamkan mata, semoga saja Alena kembali dalam hidupku dan akan aku ungkap rasa itu... Tapi... :(

[caption id="attachment_138508" align="aligncenter" width="300" caption="Bunga terakhir tuk Alena"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun