Hari ini, aku datang tetapi wajahnya tak seceria kemarin-kemarin. Saat aku tanyakan kenapa dia pun menjawab dengan uraian airmata dan ketakutan yang teramat dalam.
"Aku takut. Besok akan operasi... Hikss... Pasti sakit dan aku nanti pasti akan botak," Tangisnya. Ku tenangkan dia sebagai 'sahabat'. Ku lihat dia bertelepon dengan Julian yang ada jauh di sana. Aku hanya terdiam atau mungkin cemburu. Ah...
Ya, dia menjalani operasinya. Perasaan takut yang berlebihan yang aku rasakan dari dalam kamar kost-ku. Ku panjatkan beribu doa-doa untuk meminta kepada Yang Maha Kuasa perlindunganNya.
Keesokan paginya, aku bergegas ke Rumah Sakit dan segera mendapatinya dalam keadaan yang sangat lemah. Kepalany terbungkus perban. Ah, tak kurang kecantikanmu Alena. Tapi dia memasang wajah kecewa dan matanya hampir menangis.
"Kenapa?"
"Sakit," Katanya menahan tangis.
"Yang sabar... Tuhan akan menjagamu..."
Dia tetap berurai airmata, lagi dan lagi aku lihat dia bertelepon ria dengan Julian di sana. Ah, sudahlah... Aku kembali mengingat bahwa aku datang kesini bukan sebagai penjenguk melainkan kurir bunga. Ku letakkan bunga mawar merah di dekatnya dan secarik kertas kembali (secarik kertas itu selalu aku berikan sekali pun dia sudah tau siapa yang menulisinya).
alena, hapus airmatamu... walau memang cantikmu takkan buram tapi tanpa arimata lebih baik
Alena meraba-raba lacinya kemudian mengeluarkan beberapa lembar kertas. Aku tersenyum kecut. Kemudian dia melihat-lihat kertas itu satu persatu.
"Kau suka aku?" Tanyanya tiba-tiba, aku terkejut dan terdiam.