Hanya pertolongan dari beberapa pamong praja perempuan yang tidak suka melihat para penjaja kecil berkelahi karena dirazia yang menyelamatkan Azis. Karena lengan kekar mereka menarik “singa pemodal gemuk” yang mengamuk dengan pukulan bertubi bercampur cakaran yang penuh kehendak membunuh itulah yang mengeluarkan Azis dari cedera yang memiliki kemungkinan serius.
“Saya akan menggantinya. Saya akan menggantinya. Akan menggantinya.”
Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Azis, berulang kali, dengan bibir gemetar tanda ketakutan dan keterkejutannya masih kental menebal di segenap kesadarannya, ketika himpitan tubuh gemuk penuh nafsu membunuh yang sedang histeris itu diangkat dari tubuhnya.
Saya terus ingat kamar Azis yang berdinding tripleks. Dan kegelapan abadi di mata yang menemani hidupnya yang sendiri. Dan SPP yang belum dibayar.
***
Kisah fiksi ini diinspirasi dengan pengalaman faktual di sebuah kota kecil yang kini menyediakan dirinya sebagai rumah yang angkuh bagi pemujaan belanja juga gaya hidup urban. Kota yang mimpinya melahirkan tumbal dari ekonomi informal.
Karya ini diikutsertakan untuk meramaikan event Bulan Kemanusiaan Rumpies The Club.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H