“Ayo Bang. Saya antar ke dalam.”
“Kamu yakin Jim?”
“Laah..kan kita sudah di sini Bang. Masa' harus balik lagi?”
Saya memegang lengannya. Mengajaknya membuang ragu dengan melangkah pelan. Saya sudah membulatkan keberanian saya menjadi niat yang kukuh. Mengapa kini berbalik kanan? Ah, tidak begitu.
“Aziiis…?”
“Kamu Azis…. Azis kan?”
Sebuah suara, bukan sapa orang yang baru ketemu dengan sesosok yang pernah ada di masa lalu, namun lebih sebagai suara yang sedang memastikan target yang sejak lama dicari-carinya, menghentikan langkah kami. Siapa?
Dan tetiba saja sebuah serangan datang bersama teriakan yang keras melengking seolah singa bunting yang mengamuk dengan kemarahan yang mengepal pada jemari tangan dari lengan yang gemuk dengan sasaran tunggal: tubuh Azis yang mendadak wajahnya makin cemas dari wajah yang sama ketika bercakap kemarin di depan teras kamar kontrakan. Firasat yang terbukti.
Ternyata adalah serangan dari pemilik dagangan, pemodal, yang histeris sebab di hari kemarin yang naas itu seluruh penjajanya dirazia oleh satuan polisi pamong praja dan tak ada satu pun yang tersisa selain dibakar di depan kantor walikota pada upacara tadi pagi yang diliput media massa, dan itu berarti walikota telah menipu, seolah mereka sedang mengurbankan sesosok perawan yang menjadi penebusan supranatural terhadap kutukan wabah yang mematikan pada masyarakat kuno.
Hanya ada Azis yang didapatinya di depan kantor Dinas Sosial. Azis, seorang saja, yang menjemput naas kedua kali karena ajakan saya, seorang mahasiswa yang sedang berusaha menjadi sedikit saja berguna. Sedikit saja.
Azis harus terlempar beberapa depa sembari melindungi kepalanya dengan dua telapak tangan agar tidak langsung menyentuh aspal dan bebatuan. Sedang saya, yang baru saja berusaha berniat baik membantunya keluar dari kesulitan, kini menjadi patung dengan mulut menganga. Hari yang naas belum sudi meninggalkan kesulitan di kegelapan mata pemuda yang baru kemarin menjadi akrab. Di depan mata saya yang belum lupa wajah-wajah sedih korban razia, perempuan gemuk menggulat tubuh lelaki muda yang tinggal di kamar yang lebih layak sebagai kandang hewan dengan pukulan dan cakaran bertubi, pukulan dan cakaran yang ganas dan seperti hendak menceraiberaikan tubuh hingga menyerupai potongan-potongan chicken nugget.