Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Delete Contact

16 Februari 2015   15:33 Diperbarui: 9 Juni 2017   11:26 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayang, akhir desember ini jadi ka manado to?. Jadi datang balamar to ? Papi deng Mami so tunggu2. muaaach. Love U.

Teks sms. Nona Sondakh yang manis itu yang mengetiknya. Mengirim. Tertulis keterangan : pending.

Lalu terdengar pintu rumah diketuk.

‘Malam bae’, terdengar suara si pengetuk.

‘Malam Bae, ada apa ?’, suara lelaki separuh baya terdengar di muka pintu. Tiga orang polisi berseragam berdiri disana.

‘Maaf Pak. Butul ini rumah keluarga Sondakh- Sengkey?’, tanyanya lagi. ‘Butul, qyapa?’, tanya lelaki separuh baya yang adalah ayah Inggrid dalam heran.

‘Oh, Torang mau bakudapa dengan Inggrid.  Ada ?’, tanya salah satu diantara mereka.

Di hutan, Komen sudah jauh berlari. Ia sudah menembus perbatasan dengan Papua New Guinea.

Di kamarnya yang teduh, mata Inggrid sembab. Ia cemas dan takut. bersandar pada bantal, ia memeluk selembar kertas kusut ke dadanya. Kertas bertulis puisi Chairil Anwar berjudul Pemberian Tahu. Benda terakhir yang ditinggalkan Komen sebelum pulang ke Jayapura.

Ini mungkin Desember terakhir tentang Komen.

***

[Yogyakarta, Desember 2013]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun