Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Delete Contact

16 Februari 2015   15:33 Diperbarui: 9 Juni 2017   11:26 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka punya niat hidup bersama. Tapi Komen terlanjur memilih jalan sendiri.

***

Braaak !!. Pintu rumah itu jebol oleh dobrakan tubuh manusia. Sepuluh orang berbadan kekar berseragam preman menerobos masuk. Rumah yang lengang itu mendadak berantakan.

‘Periksa seluruh isi rumah !’, seru salah satunya. Lalu menyebarlah mereka.

15 menit membongkar isi rumah, tak ada hal istimewa yang ditemui. Hanya ada majalah Tempo dan jagung rebus di meja. Tak ada catatan, peta, bendera, laptop atau senjata rakitan. Juga pakaian-pakaian. Sudah dikosongkan.

‘Jangan-jangan operasi ini su bocor Ndan ?!’, tanya salah satu diantara rombongan ini. ‘Sepertinya begitu’, ucap yang disebut Komandan itu datar. Ada sedikit kesal. Target keburu kabur. ‘Pasang police line, barangkali ada babuk yang terlewati waktu kita periksa tadi!’, perintahnya lekas.

Di halaman rumah, warga sekitar tumpah ruah. Penasaran. ‘Seperti ada penangkapan teroris saja’, ujar salah seorang diantara mereka. ‘Ada apa dengan Komen ?. Kenapa rumah kontrakannya diserbu polisi ?’, tanya seorang yang lain.

Majalah Tempo berjudul Di Bawah Naungan Dahlan itu terbuka oleh angin yang melintasi pintu yang rusak. Pada salah satu halaman di dalamnya, ada artikel yang digarisbawahi dengan tinta stabilo berwarna merah. Judul artikel itu DI BAWAH LINDUNGAN BINTANG KEJORA.

Komen sudah lama menjadi Target Operasi (TO) aparat keamanan. Bahkan sejak ia kuliah di Manado, ketika ia selalu mengisi forum-forum diskusi dan pelatihan aksi massa di asrama-asrama mahasiswa Papua. Komen tak pernah jeri walau ia tahu ada mata intel di ruang itu. Ia tak peduli, idealisme mudanya tak mengenal takut. Ia dipandang merangsang radikalisasi nasionalisme Papua. Ia bahaya. Ia tumbuhan yang tak boleh tumbuh, seperti salah satu bait puisi Wiji Thukul.

Besok media lokal memberitakan beberapa kost-kostan mahasiwa digerebek polisi. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan ricuh dalam rangkaian perayaan peringatan Papua Merdeka sepanjang desember nanti, kata Kapolda. Kost-kostan yang digerebek dicurigai merupakan tempat tinggal pentolan gerakan yang konon hendak merancang aksi-aksi di pusat kota Jayapura.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun