"Menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas, dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kepanite- raan Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu".
Dalam hal ini, penolak warisan harus datang menghadap Panitera Pengadilan Negeri setempat, lalu menyatakan ke- inginannya dan panitera membuat akta penolakan. Apabila si penolak warisan tidak datang sendiri, ia boleh menguasakan penolakan itu kepada orang lain. Akan tetapi surat kuasa itu haruslah notariil.
Hak untuk menolak baru timbul setelah warisan terbuka dan tidak dapat gugur karena daluwarsa (Pasal 1062).
Jika terdapat beberapa ahli waris, maka yang satu boleh menolak sedangkan yang lain menerima warisan (Pasal 1050).
Seorang wali yang akan menolak warisan yang seharusnya diterima oleh orang yang diwalikannya, harus memiliki izin dari Pengadilan Negeri sesuai dengan aturan Pasal 1046 jo Pasal 401 dan 393.
Harta Persatuan Dalam Perkawinan Kedua
Persatuan harta perkawinan pada perkawinan kedua dan seterusnya diatur dalam Pasal 180, 181, 182, 852a, 902 yo 128.
Orang yang menikah (dalam hal ini dengan orang yang telah mempunyai anak dari perkawinan pertama), ada kemungkinan memperoleh tambahan harta dari 4 cara, yaitu:
- Percampuran harta (="boedelmenging");
- Pemberian (hibah) dari suami/istri yang dimuat dalam perjjanjian kawin;
- Dari haknya sebagai ahli waris
- Legaat dari suami/istri.
Catatan:
Orang yang menikah itu tidak boleh menerima tambahan harta (keuntungan) dari satu atau lebih cara di atas yang melebihi bagian terkecil seorang anak dari perkawinan pertama suamisuami/istrinya.
Apabila pada perkawinan kedua ada anak luar kawin yang diakui sah, maka anak tersebut mendapat bagian warisan yang dengan demikian akan mengurangi bagian dari anak-anak sah dari suami/istri yang baru itu.