Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (121): Pendamba Surga Tak Beradab

2 Januari 2025   04:51 Diperbarui: 2 Januari 2025   04:51 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Pada tahun 1520 Masehi, Wilayah Gunung Pegat telah menjadi saksi sejarah dari salah satu pertarungan yang paling mengerikan bagi dunia persilatan. Betapa tidak, Lintang Kejora Si Pendekar Pedang Akhirat, dengan beberapa pendekar lainnya menyerbu padepokan Intijiwo milik Kanjeng Wotwesi.

Banyak pengamat yang mengira bahwa pertarungan tersebut akan berlangsung sengit. Kedua perguruan yang akan berperang itu sama-sama kuat. Terdapat ungkapan bijak Jawa, 'Kakehan gludug ora ono udan', yang artinya 'Kebanyakan geledek tidak ada hujan', ungkapan bijak yang sama maknanya dengan 'Tong kosong nyaring bunyinya'. Nah, kedua perguruan itu bagaikan tong yang berisi penuh. Mereka tidak butuh mengumbar gertak sambal, tapi langsung tindakan nyata.

Sebagian masyarakat pendukung Kanjeng Wotwesi berpendapat bahwa Padepokan Benteng Nusa akan berakhir hancur lebur, sama seperti lawan-lawan Intijiwo sebelumnya. Mereka bahkan meyakini bahwa andaikan Kerajaan Demak berani menyerang Intijiwo, maka kerajaan itu pun pasti akan hancur.

Sebagian lagi menyadari bahwa Pendekar Pedang Akhirat kala itu menyerbu padepokan Kanjeng Wotwesi dengan satu tujuan, satu tekad yang teramat kuat dan mulia, yaitu memberantas angkara murka di muka bumi. Membebaskan putrinya yang diculik itu hanya sebagai salah satu pintu masuk.

Lintang teringat sesuatu, bahwa Zulaikah adalah satu-satunya orang yang percaya bahwa ayahnya adalah orang tersakti yang sanggup mengalahkan semua penjahat di seluruh muka bumi. "Ayahku pasti akan menang melawan para penjahat!", celoteh anak kecil itu suatu hari kepada teman-temannya. Lintang berjanji akan bertarung dengan segenap kekuatan jiwa raga. Ia tidak ingin mengecewakan putri bungsu kesayangannya itu.

Di pintu gerbang menuju kampung yang diberi nama Sujiwo, murid-murid Benteng Nusa lebih dulu mengingatkan kepada para murid Intijiwo yang menghadang.

"Kami ingatkan kalian untuk menyingkir, atau terpaksa akan kami sikat!"

Tapi para murid tingkat satu yang jumlahnya ratusan itu adalah pendukung Kanjeng Wotwesi yang paling fanatik. Tentu mereka tidak akan mau menyingkir begitu saja. Pertumpahan darah pun sulit terelakan lagi. Murid-murid tingkat dua dan tiga juga bergabung untuk memberikan perlawanan sengit.

Di lembah bagian atas, tampak kerumunan orang banyak bergerak ke sana kemari dengan membawa obor. Jelas mereka telah melihat bahwa rombongan yang dipimpin oleh Pendekar Pedang Akhirat itu telah menyapu bersih murid intijiwo sampai mereka kini telah menginjakan kaki di pos ke empat.

Kanjeng Wotwesi akhirnya mengeluarkan suara keras dan itulah suara sebagai tanda bagi Intijiwo untuk mengeluarkan pasukan yang mereka andalkan, Laskar Intijiwo. Selain ilmu pedang yang amat ampuh, mereka juga digembleng secara khusus ilmu kebal tingkat tinggi.

Kanjeng Wotwesi mengangkat tangan kanannya ke atas, memberi isyarat kepada murid-muridnya dan serentak mereka menerjang maju. Bagaikan air bah, mereka menyerbu dari segala penjuru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun