“Biasanya berapa lama harus menunggu untuk bisa diterima masuk bertemu kanjeng?” tanya Ki Renggo kepada salah seorang penjaga di pos paling luar.
“Wow.., jangan harap, Ki. Saya yang sudah lama jadi anggota Intijiwo saja belum pernah bertatap muka langsung, paling-paling melihat dari kejauhan sewaktu ada acara! Nah, kecuali pejabat pemerintahan atau orang-orang terkenal dan kaya raya, baru bisa bertemu kanjeng. Itu pun harus membuat janji dulu jauh hari sebelumnya!”
“Lha orang-orang ini antri untuk apa?”
“Ya macam-macam sesuai tujuan mereka datang ke sini, tapi mereka hanya akan ditemui pembantu-pembantu kanjeng! Itu sudah cukup. Setiap hari hanya dibatasi sekitar seratus orang yang akan dilayani!”
“Kalau mau jadi anggota murid Intijiwo, apa juga harus antri?”
“Yaa.., memang harus sabar Ki sanak. Bahkan ada yang sudah menunggu selama sebulan dan belum diterima masuk, apalagi mau daftar menjadi murid Intijiwo!” Penjaga bernama Gento itu menuturkan dengan ramah. “Ki sanak dari mana?”
“Saya dari Banyuwangi! Nama saya Renggo!”
“Wah jauh sekali!” seru Cak Gento kagum. Ia lalu mempersilakan Ki Renggo duduk di dalam dan menawarkan beberapa potong singkong rebus. Perasaannya mengatakan orang baru itu memiliki sesuatu yang istimewa.
Ki Renggo suka dengan sikap penjaga yang ramah itu. Mereka segera terlibat perbincangan yang mengasyikan, bagaikan dua sahabat yang lama tidak berjumpa.
Dari situ, Ki Renggo mendapatkan gambaran awal mengenai Kanjeng Wotwesi dan Intijiwo. Ada tujuh tingkatan dalam Intijiwo yang masing-masing tingkatan memiliki tanda khusus. Tingkatan itu juga akan tampak jelas ketika ada acara ritual atau perayaan. Semakin dekat tempatnya dengan Puri Intijiwo, kediaman Kanjeng Wotwesi, berarti semakin tinggi tingkatannya. Masing-masing tempat tingkatan dijaga ketat, sehingga tingkat bawah tidak mungkin bisa menyusup ke tingkat di atasnya.
“Berapa lama biasanya seorang murid bisa mencapai tingkat tujuh?” tanya Ki Renggo.