“Oh.., tidak bisa dipastikan. Itu tergantung dari bakat dan kemampuan masing-masing orang. Semakin tinggi tingkatan semakin berat amalan dan latihan yang harus dijalani. Kalau orang seperti saya, sudah hampir tiga tahun masih tetap saja di tingkat satu! He..he..!”
“Tiga tahun?”
“Iya. Tapi saya syukuri saja, Ki. Coba perhatikan orang-orang itu, yang antri untuk diterima jadi murid saja harus rela menunggu lama!”
“Iya betul!”
“Apa Ki Renggo berniat mau jadi pengikut Intijiwo?”
“Iya!”
“Tapi ini rahasia kita berdua saja ya, Ki Renggo. Saya punya kenalan orang di tingkat tujuh, kalau Ki Renggo bersedia membayar sejumlah uang nanti akan saya antarkan ke kenalan saya itu, biar diprioritaskan untuk diterima menjadi anggota, bagaimana, Ki?”
“Saya hanya punya sedikit uang!” Ki Renggo mengeluarkan beberapa keping logam dari kantung. “Apa ini cukup?”
“Tidak ada lagi? Ini bukan untuk saya, tapi untuk kenalan saya itu!”
“Maaf, tidak ada!”
“Waduh. Baiklah!” Cak Gento dengan antusias segera membawa Ki Renggo untuk bertemu kenalannya, seorang anggota senior di tingkat tujuh.